SEKOLAH SWASTA BERGANTUNG PADA PEMERINTAH

 

 

    Ditulis: Vinsensius Bawa Toron, S.Ag., M.Th

 Dosen STP Reinha Larantuka

Email:toronvinsen@gmail.com

Nomor Hp:082237333671

 Aksi demo tertanggal 3 September 2021  oleh Puluhan pastor, suster dan guru di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), memprotes kebijakan Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (PKO) Kabupaten Sikka yang menarik para guru ASN dari sekolah-sekolah swasta menjadi berita hangat dibicarakan pada kalangan masyarakat khususnya oleh guru-guru ASN, guru tetap dan kontrak milik Yayasan Katolik.

Lima tuntutan  dalam aksi demo, pertama; kembalikan semua guru ASN yang ditarik dari sekolah swasta sejak tahun 2020-2021. Kedua; menghentikan membuka sekolah baru, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. ketiga, kembalikan kewenangan yayasan sebagai mitra kerja pemerintah. Keempat; mencopot Kadis PKO Sikka dan Kepala Bidang GTK dari jabatannya. kelima, jika semua tuntutan tidak diindahkan, maka semua guru ASN akan dikembalikan ke pemerintah dari Paud-SMA ke pemerintah, dan menghentikan semua kegiatan KBM di sekolah swasta.

Mencermati lima tuntutan, bagi saya adalah konsep berpikir yang dilatari “emosional, ketidakpuasan, ketidaksiapan” terhadap aturan pemerintah. Sekolah swasta punya peranan penting membantu mencerdaskan anak bangsa, tetapi perannya tidak disertai kesiapan menerima kenyataan atas aturan regulasi pemerintah dan era industri 4.0. Merujuk pada Undang-undang nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ASN adalah profesi bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah”. Saya membaca satu persatu isi undang-undang sebanyak 66 halaman, saya tidak menemukan kebijakan pemerintah yang mengatur ASN diperbantukan di instansi swasta.

Seperti disampaikan oleh uskup Silvester San pada konferensi sekolah katolik Flores dan Lembata pada tanggal 20-23 Juni 2019, bahwa “sekolah katolik telah mengalami degradasi mutu. Beberapa tahun belakangan NTT berada pada posisi 32 dari 34 provinsi. Sekolah Katolik tidak perlu mengeluh dan meratapi situasinya dan mestinya optimis menghadapi tantangan industri 4.0”. Pernyataan Uskup Silvester San, dapat diasumsi, sekolah swasta lebih mengandalkan spiritual, kasih sayang dari pihak ketiga (pemerintah), dan bergerak lamban menyiapkan SDM para guru-guru yang mungkin salah satu indikatornya adalah ketidaksiapan kemandirian secara finansial (bandingkan standar Ban PT: SDM dan investasi masa depan sekolah).

Rm. Eduardus Jebarus Pr, menulis sejarah tentang hadirnya sekolah katolik di Flores, dalam tulisannya dibangunnya sekolah katolik sebagai hadiah dan dukungan dari  para misionaris eropa terhadap masyarakat pribumi. Tujuan utama para misionaris mendirikan sekolah, merekrut orang-orang pribumi menjadi imam. Saya mengikuti perkembangan sekolah pada umumnya sesuai dalam data sejarah sejak tahun 1965 sampai 1980,  Gereja terus mengembangkan misinya mendirikan sekolah-sekolah sampai di pelosok-pelosok pedalaman agar anak-anak pribumi juga mandapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya mendirikan sekolah, tetapi menyekolahkan tenaga  guru dengan gaji yang cukup fantastis, mendirikan rumah sakit dan menyekolahkan tenaga medis, mendirikan balai latihan kerja.  Tidak heran Flores dikenal dengan sekolah katolik bukan sekolah negeri.

Sesuai realitas data yang dilihat saat ini, kerja misi Gereja lokal boleh dapat dikatakan berhasil. Salah satu alat ukur keberhasilan adalah setelah sejak era kemerdekaan tahun 1945 sampai tahun 1990 an para ASN yang duduk dalam birokrasi pemerintah adalah tamatan dari sekolah katolik. Negara tentu mengapresiasi misi Gereja yang telah membantu mencerdaskan bangsa. Sekolah katolik berbangga keberhasilan  masa lampau, tetapi kebanggaan sekolah katolik saat ini lebih menuntut keadilan dari negara. Saya mengikuti seminar bedah buku milik DR. Kircberger di Aula STFK Ledalero tahun 2016. Salah satu ASN dari kalangan birokraat di Sikka  bertanya pada  DR. Kricberger demikian:  “saya melihat saat ini ada perubahan yang sangat besar terjadi dalam Gereja mengelola asetnya, sehingga mutu sekolah- sekolah katolik semakin merosot dan rumah sakit pun demikian, terutama rumah sakit Lela. Hampir tidak ada pasien, padahal dikenal sebagai rumah sakit terkenal di Flores. Kalah saing dengan rumah sakit pemerintah”. Jawaban singkat DR. Kircrbeger, “dulu negara masih miskin, sekarang negara sudah kaya, silahkan negara melayani masyarakatnya.  Misi Gereja hanya membantu negara”.

Pernyataan DR Kircberger, perlu garisbawahi bahwa misi Sekolah katolik hadir membantu Negara. Negaralah yang mengatur mencerdaskan, memberikan penghidupan dan jaminan yang layak kepada rakyatnya sesuai dengan undang-undang. Negara mempunyai tanggungjawab mendirikan sekolah-sekolah negeri sampai di pelosok-pelosok dan merekrut ASN sebanyak-banyaknya untuk mencerdaskan bangsa. Termasuk tawaran pemerintah terhadap sekolah katolik agar dinegerikan tetapi nuansa katolik dan kurikulumnya, sesuai dengan kekatolikkan, misalnya SDK Negeri, SMPK Negeri, SMAK Negeri. Jika sekolah Swasta katolik yang tidak mau dinegerikan dan masih bertahan membantu pemerintah mencerdaskan bangsa, bagi saya, silahkan menyiapkan sumber daya yang memadai.

Dampak luasnya dari mempertahankan status sekolah swasta adalah terjadi pengangguran dan kehidupan layak bagi guru-guru katolik. Pengalaman perekrutan ASN untuk guru-guru di Flores, mengapa setiap tahun kuota semakin berkurang?. Perlu dimengerti bersama, pemerintah tidak menghitung sekolah swasta sebagai sebagai kuota kebutuhan ASN, tetapi hanya menghitung sekolah negeri. Saya tidak memaparkan secara rinci data setiap kabupaten, tetapi saya menggambarkan secara garis besar bahwa yang terjadi saat ini, di setiap sekolah negeri, pada umumnya tidak mengalami kekurangan guru negeri bahkan kelebihan guru negeri. Sesuai laporan tahunan setiap sekolah swasta dan negeri, ribuan guru-guru honorer di Flores masih mengharapkan diangkat menjadi ASN, dimanakah tempat mereka mengabdi?. Pada umumnya mengabdi di sekolah Swasta. Sekolah swasta yang dimengerti oleh pemerintah, secara finansial mampu membiayai guru yang bersangkutan. Pemerintah hanya menghitng guru-guru hononer yang ada di sekolah negeri. Tentu berimbas pada kuota guru menjadi ASN setiap tahun berkurang.

Saya boleh mengatakan demikian, jangan memaksa ASN kembali ke sekolah swasta dan jangan menyiksa guru honorer pada sekolah swasta. Jangan siksa dengan gaji di bawah UMR, karena guru butuh hidup, butuh bersosialisasi, punya anak, punya istri/suami. Masa depan anak ada pada profesi yang diemban. Jika hanya mementingkan egosentris, kita sedang menuai badai baru, mencelakakan Gereja kecil (keluarga) dan bangsa ini, dan menunduk pada hirarki yang kaku dengan dogma yang tidak pada kontekstual. Siapakah yang harus diselamatkan, yang tertindas dan tidak berdaya? atau keselamatan itu adalah semu atau selogan yang disuarakan untuk menutupi diri dibalik tembok tinggi?. Jangan kita bertahan  pada masa lalu, tetapi bertataplah pada era digital, karena era digital telah menghantar orang untuk berpikir kritis dan mencari sesuatu yang praktis untuk kemanusiaan yang adil dan beradab, bahagia dan sejahtera. Salam

 

  • REDAKSI Teropong Indonesia News

    TEROPONG INDONESIA NEWS DI DIRIKAN SEJAK TANGGAL 22 DESEMBER 2020 oleh Wahyu dan Haji Darmo

    Related Posts

    Joss Dan Kepemimpinan Ideal Di Era Mileniel

    Teropongindonesianews.com

    Dionisius Ngeta
    Warga RT/RW 018/005 Kelurahan Wuring Kec. Alok Barat

    Paket JOSS telah sah ditetapkan oleh Penyelengara Pemilu (KPU) sebagai Paket yang memenangkan kontestasi Pilkada Sikka. Masyarakat Nian Tana Sikka bukan hanya telah mendapatkan seorang kepala daerah yang baru tapi juga termuda. Juventus Prima Yoris Kago kelahiran Maumere 30 Mei 1991 adalah pemimpin muda pilihan milenial dan mayoritas masyarakat Nian Tana Sikka.

    Masyarakat Sikka telah memenangkan JOSS yang dipersepsikan sebagai Paket Milenial dengan raihan 8019 suara. Pasangan Juventus Prima Yoris Kago dan Simon Subandi Supriadi unggul dari paket SAR yang menempati posisi kedua pada kontestasi Pilkada Sikka 2024. Pertanyaan kita, bagaimana ideal pemimpin muda di zaman mileniel untuk Nian Tana Sikka lima tahun ke depan?

    Hakikat Kepemimpinan Ideal di Era Mileniel.

    Sejatinya kepemimpinan mileniel dimengerti sebagai kepemimpinan yang selaras dengan generasi masa kini. Generasi masa kini adalah generasi baru kelahiran 1980-an. Anak-anak generasi ini memegang peranan penting. Saat ini mereka memasuki usia-usia produktif.

    Pada usia 30-an tahun, generasi inilah yang menggerakan dunia kerja, dunia krativitas dan inovasi. Mereka mempengaruhi pasar dan industry global yang ada sekarang dan sedang menggelinding di lapangan kompetisi dunia kerja, dunia kreativitas dan dunia inovasi. Karena itu pula mereka yang lahir pada era 1980-an ke atas biasa disebut generasi milenial.

    Generasi milenial memiliki karakter tersendiri. Mereka memiliki kemampuan akses teknologi informasi lebih baik dari generasi sebelumnya. Media sosial merupakan bagian dan menyatu dengan hidup mereka. Demikian juga internet menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang selalu diakses kapan dan di manapun.

    Generasi milenial lebih memiliki keberanian dalam berinovasi. Mereka lebih termotivasi menciptakan startup atau merintis usaha dan bisnis baru. Hal itu merupakan tantangan yang membuat adrenalin mereka mengalir. Mobilitas dan aksesibilitas jauh lebih cepat dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

    Mereka juga lebih suka akan independensi dan kemandirian. Independensi merupakan kebutuhan yang lahir dari gaya hidup yang ingin bebas dan mandiri dalam melakukan sesuatu. Mereka resisten jika diatur-atur.

    Mereka juga lebih suka sesuatu yang instan. Mungkin ciri ini bisa dipersepsikan secara positif dan negatif. Positifnya, generasi milenial suka yang praktis dan simpel. Negatifnya, mereka mungkin memiliki daya tahan dan daya juang yang lebih rendah terhadap tekanan dan stress karena terbiasa melakukan sesuatu dengan cepat dan mudah sehinga kurang sabar jika hasil yang diperoleh tidak muncul seketika.

    Dengan memahami karakteristik generasi milenial ini, kepemimpinan yang muncul pun perlu menjadi bagian dari figur yang cocok dengan mereka. Namun penerjemahan tentang kepemimpinan milenial pun masih sangat fleksibel dan belum ada definisi mutlak dari para pakar kepemimpinan.

    Walaupun demikiian beberapa hal berikut ini perlu digarisbawahi dalam pola kepemimpinan di era milenial antara lain:

    Pertama, kepemimpinan milenial perlu memahami dan memakai pola komunikasi generasi milenial yang dipimpinnya. Penggunaan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, Youtobe, MeTube dan saluran komunikasi terbaru lainnya yang menjadi arus utama dalam kehidupan generasi muda adalah keniscayaan bagi seorang pemimpin dalam mengemban tugas yang dimandatkan masyarakat.

    Kedua, kepemimpinan milenial perlu mendorong inovasi, kreativitas dan jiwa entrepreneurship generasi baru itu. Semua saluran inovasi, kreativitas dan jiwa netrepreneurship harus dirancang dengan baik dan konkrit. Wacana saja tidak cukup. Harus ada proses yang benar-benar dapat dinikmati oleh generasi milenial untuk mengembangkan dirinya. Misalnya pemimpin milenial perlu membangun sentra-sentra kreativitas bagi generasi milenial, memperbanyak workshop dengan peralatan dan teknologi terbaru agar gagasan dan ide generasi milenial itu dapat diakomodir dan tersalurkan.

    Ketiga, kepemimpinan milenial perlu mendukung kemandirian dan jiwa entrepreneurship milenial. Membangun bangsa dan terutama membangun daerah harus memiliki fondasi utama yakni kemandirian dan jiwa entrepreneurship.

    Pemimpin Muda Ideal Di Era Milenial

    Tak dapat dipungkiri bahwa praktek kepemimpinan berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Kepemimpinan pada era milenial selain harus memiliki pendekatan yang khas tapi juga dibutuhkan karakter kepemimpinan yang mampu mereduksi berbagai sikap negatif dan mampu mengeluarkan semua potensi positif kaum milenial seperti melek teknologi, cepat, haus ilmu pengetahuan dan publikasi.

    Beberapa karakteristik kepemimpinan di bawah ini mungkin dibutuhkan dari seorang pemimpin muda di era milenial.

    Pertama, pemimpin dengan karakter digital mindset. Tak dapat dpungkiri bahwa semakin banyak orang apalagi generasi milenial yang menggunakan smartphone. Akses komunikasi antar individu pun sudah tidak ada jaran dan tak bersekat lagi. Ruang pertemuan fisik beralih ke ruang pertemuan digital.

    Karena itu pemimpin pada era milenial harus memiliki pola pikir yang mendasari sikap, perilaku, pandangan dan tindakan yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menghadirkan proses kerja yang efesien dan efektif. Misalnya rapat via WA ataupun Anywhre Pad atau membuat product knowledge via WA dan lain-lain.

    Jika seorang pemimpin tidak berupaya mendigitalisasi pekerjaannya pada era digital ini, maka dia dianggap tidak adaptif. Development Dimensions International dalam penelitiannya tahun 2016 mengungkapkan bahwa mayoritas millennial leader menyukai sebuah perusahaan yang fleksibel terhadap jam kerja dan tempat mereka bekerja. Hal ini tentu disebabkan karena kecanggihan teknologi yang membuat orang bisa bekerja di mana dan kapan saja.

    Kedua, Pemimpin dengan karakter observer dan active listener. Pemimpin dengan karakter dan kualifikasi ini selalu menjadi observer dan pendengar aktif bagi bawahannya. Apalagi mayoritas timnya adalah kaum milenial. Hal ini disebabkan karena kaum milenial tumbuh berbarengan dengan hadirnya media sosial yang membuat mereka kecanduan untuk diperhatikan. Mereka akan sangat menghargai dan termotivasi jika diberikan kesempatan untuk berbicara, berekspresi dan diakomodasi ide-idenya.

    Ketiga, pemimpin dengan karakter agile. Pemimpin yang agile dapat digambarkan sebagai pemimpin yang cepat beradaptasi, ringan bergerak menyelesaikan soal terutama yang bersifat darurat, cerdas melihat peluang bahkan di tengah tantangan dan kesulitan dan lincah memfasilitasi perubahan.

    Pemimpin dengan karakteristik ini juga selalu open minded dan memiliki ambiguity acceptance. Ia bersedia menerima ketidakjelasan (Jamil Azzaini, motivator). Ia mampu mengajak lembaga yang dipimpinnya untuk dapat dengan cepat mengakomodasi perubahan.

    Kelima, pemimpin dengan karakter inclusive. Dalam konteks kepemimpinan, pemimpin dengan karakter ini selalu memasuki cara berpikir orang lain dalam melihat masalah. Di tengah kompleksitas perbedaan pandangan dan pemikiran, ia selalu menerima dan menghargainya dan menggunakannya untuk mencapai tujuan. Ia juga selalu memberikan pemahaman akan pentingnya nilai, budaya dan visi-misi organisasi kepada timnya secara paripurna.

    Keenam, pemimpin dengan karakter Brave to be Different. Pada zaman sekarang masih banyak pemimpin yang tidak berani untuk mengambil sebuah langkah atau keputusan penting dalam pencapain cita-citanya karena takut kehilangan popularitas dan elektabilitas atau takut bertentangan dengan kebiasaan orang-orang di sekitarnya. Sering orang membenarkan yang biasa daripada membiasakan yang benar.

    Hal ini kadang kala menjadi hambatan untuk memajukan daerah dan menjadi tantangan bagi para pemimpin milenial dalam mengubah kondisi atau keadaan daerahnya dan dalam menanamkan nilai-nilai bahwa berbeda itu boleh asalkan dengan perencanaan dan tujuan yang jelas.

    Realisasi Janji Ideal Pemimpin Milenial?

    Janji bukan soal kemampuan mengartikulasikan kata tapi soal bukti bahwa telah direalisasi agar harapan atas hal yang dijanjikan menjadi nyata dan keadaban para pihak yang terlibat memberikan janji dimuliakan. Yang terpenting dari janji yang sudah diumbar ke ruang publik bukanlah kata-kata, tetapi tindakan. Tindakan yang berdampak pada meningkatnya kepercayaan dan dapat diandalkan untuk selanjutnya. Di sini harus ada kesetiaan menempati janji.

    Kesetiaan dalam janji adalah ketulusan dan kecintaan untuk menyimpan setiap hati (masyarakat) yang dijanjikan di dalam hati dengan sebuah ikhtiar untuk tidak menghianati. Karena itu janji harus bisa dibayar lunas dengan kenyataan untuk masyarakat sebagai salah satu tolak ukur penilaian seberapa besar kredibilitas pemimpin terhormat.

    Karena itu hemat saya harga sebuah janji tidak hanya diucapkan dengan kata-kata. Tetapi lebih dari itu karena: Pertama, ada keterikatan moral untuk melaksanakannya. Janji akan jadi hambar jika sering-sering diucapkan tapi nihil pelaksanaan atau tanpa kenyataan.

    Kedua, dapat diandalkan. Ketika janji dapat dilaksanakan sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, maka kredibilitas masyarakat tehadap seorang pemimpin akan terus meningkat. Tentu akan terus diandalkan atau terus dipercayai masyarakat untuk selanjutnya. Karena harapan mereka telah menjadi kenyataan, janji telah terbukti. Ada komitmen dan kesetiaan untuk terpenuhi.

    Menurut Daryonoto komitmen adalah janji. Janji pada diri sendiri atau pada orang lain yang tercermin dalam tindakan. Karena itu, ketika seseorang mengucapkan komitmen/janji apalagi ke ruang publik, mesti sudah memikirkan apakah mampu menempati dengan melaksanakannya atau tidak. Kesediaan, kesanggupan dan komitmen melaksanakan atas hal-hal yang diucapkan, itulah makna janji, demikian Windy Novia S.pd.

    Eksistensi dan esensi paket JOSS yang telah memenangkan kepercayaan dan mandat masyarakat harus meyakinkan masyarakat Nian Tana Sikka bahwa mereka bisa diandalkan agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga dan meningkat. Jika paket terpilih (JOSS) berikhtiar dan mengikat diri dalam sebuah komitmen, kesetiaan dan mampu melaksanakan janji-janjinya serta menempatkan kepentingan masyarakat Nian Tana Sikka di atas segalanya, maka JOSS dapat diandalkan untuk selanjutnya. Dan itu berarti mereka telah “mati” terhadap kepentingan dirinya.

    Masyarakat Nian Tana Sikka tentu kagum dan berujar: “Ini baru JOSS”! Pertanggungjawaban moral dan keadaban paket JOSS yang terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sikka periode 2024-2029 sedang ditunggu. Inilah harga termahal yang harus dibayar selain merupakan tantangan buat Bupati dan Wakil Bupati terpilih jika ingin terus dipercayai.

    Pewarta: Yohanis Don Bosco.

    Editor: Santoso.

    Continue reading
    Menanggapi Tantangan Ketimpangan Pendidikan di Daerah Terpencil

    Teropongindonesianews.com

    Ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah terpencil merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi sistem pendidikan kita.

    Meskipun kemajuan teknologi dan berbagai program pemerintah telah membawa perubahan signifikan, masih banyak anak-anak di daerah terpencil yang terjebak dalam keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas.

    Masalah ini tidak hanya berkaitan dengan infrastruktur fisik, tetapi juga menyangkut kualitas pengajaran, kurikulum, serta kurangnya sumber daya yang memadai.

    Di daerah terpencil, sering kali sekolah-sekolah kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas yang layak, buku, dan alat peraga pendidikan.

    Jarak yang jauh dari pusat kota membuat banyak siswa harus menempuh perjalanan panjang, bahkan berisiko tinggi, hanya untuk mencapai sekolah.

    Hal ini menyebabkan tingkat partisipasi pendidikan di daerah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan. Selain itu, banyak guru yang bertugas di daerah terpencil belum mendapatkan pelatihan yang memadai, sehingga kualitas pengajaran juga bisa jauh tertinggal.

    Ketimpangan pendidikan ini berdampak langsung pada peluang hidup anak-anak di daerah terpencil. Tanpa pendidikan yang memadai, mereka akan kesulitan memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di dunia kerja, sehingga memperburuk kesenjangan sosial-ekonomi yang sudah ada.

    Salah satu Daerah yang terpencil dan belum mendapat perhatian adalah Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi yang memiliki banyak pulau kecil, sehingga akses menuju lembaga pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya sangat terbatas.

    Banyak daerah di NTT yang belum terjangkau jaringan listrik, akses jalan yang kurang baik, atau jaringan internet yang kurang stabil.

    Di sektor pendidikan, ketimpangan ini memperburuk kwalitas pengajaran dan memperbesar jarak antara pelajar di NTT dengan mereka yang berada di pusat-pusat perkotaan. Sekolah-sekolah di daerah terpencil sering kekurangan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran yang efektif.

    Namun, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi pendidikan.

    Melalui pembelajaran daring dan penggunaan aplikasi pendidikan, materi pembelajaran dapat diakses tanpa harus terkendala jarak. Meski demikian, untuk mendukung hal ini, perlu ada investasi serius dalam infrastruktur internet dan perangkat teknologi di daerah-daerah tersebut.

    Selain itu, pemerintah harus memastikan distribusi guru yang lebih merata dan memberikan insentif untuk pengajaran di daerah terpencil, seperti tunjangan khusus dan program pelatihan yang lebih intensif.

    Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat juga dapat membuka peluang untuk menciptakan sekolah-sekolah berbasis komunitas yang lebih adaptif dengan kebutuhan lokal.

    Pendidikan adalah hak dasar setiap anak, dan mengurangi ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan terpencil bukan hanya soal pemerataan fasilitas, tetapi juga soal memberi mereka kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik.

    Oleh karena itu, semua pihak perlu bergotong royong untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal hanya karena tempat mereka dilahirkan.

    Penulis: Maria F. H. Jeliman

    Mahasiswi Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng. Program Studi PBSI

    Editor: Santoso.

    Continue reading

    Tinggalkan Balasan

    You Missed

    Masyarakat Sangat Bangga, Peresmian Alun – Alun Jember Nusantara Seindah Harapan Mereka

    Masyarakat Sangat Bangga, Peresmian Alun – Alun Jember Nusantara Seindah Harapan Mereka

    Banjir Melanda Lingkungan Mrapa Sempusari

    Banjir Melanda Lingkungan Mrapa Sempusari

    Pesan Akhir Jabatan Wabup ke Petani: Bantu Dongkrak Perekonomian Tapsel

    Pesan Akhir Jabatan Wabup ke Petani: Bantu Dongkrak Perekonomian Tapsel

    Depekab Purwakarta Gelar Rapat Pleno Penetapan UMK Dan UMSK 2025,Simak ini Besaranya

    Depekab Purwakarta Gelar Rapat Pleno Penetapan UMK Dan UMSK 2025,Simak ini Besaranya

    Joss Dan Kepemimpinan Ideal Di Era Mileniel

    Joss Dan Kepemimpinan Ideal Di Era Mileniel

    Polres Jember dan Tim SAR Berhasil Temukan Nelayan yang Alami Laka Laut, Satu Orang Selamat

    Polres Jember dan Tim SAR Berhasil Temukan Nelayan yang Alami Laka Laut, Satu Orang Selamat