Teropongindonesianews.com
Bondowoso – Sebuah usaha tembakau yang di kenal dengan sebutan rokok linting. Menjadi tantangan di musim pandemi saat ini. Namun, hal itu tidak menjadi persoalan bagi pelaku usaha satu ini.
Seperti halnya yang dimiliki Hasan Suharto bersama kawan- kawanya yang diberi nama Salam Misell yang telah berdiri sejak 5 November 2020 tahun kemarin dan memiliki hanya satu kios saja.
Saat ini, Hasan. besera kawan -kawan lainya. Yang sudah memiliki 21 kios yang tersebar di berbagai kota seperti Jember, Situbondo dan Bondowoso. Untuk itu Hasan dan kawan seperjuaanganya berencana mengembangkan lagi di berbagai kota seperti Probolinggo, Lumajang dan Banyuwangi
“Kita tetap terus akan membuka cabang karena target kecilnya setapal kuda,” ucapnya Hasan saat di temui Tropongnewsindonesia di kios yang berada di Desa Poncogati, Kecamatan Curahdami, Bondowoso, Kamis (7/10).
Lebih lanjut, Hasan mengutarakan profil konsep kios yang digunakan yang mampu menarik peminat tembakau halus bagi masyarakat.
“Untuk konsep kios kita cukup senderhana tapi penuh makna kita lesehan karena dengan bersila kita akan lebih menikmati dan lebih dekat secara emosional karena akan terkesan tidak formal,” ungkap Hasan Owner Salam Misell.
Hasan juga menyebutkan dua warna yang dipadukan menjadi penghias kios miliknya warna Kuning dengan Oranye. “Warna kuning memiliki makna kemakmuran sedangkan oranye memiliki makna agresif atau semangat,” ungkapnya.
“Semangat menuju kemakmuran, yang tentunya untuk kemakmuran petani dan pembeli juga, nama kios kita masih memakai bahasa lokal, Phekoh (tembakau) Korlah Betta Ka Nyaman (yang penting tahan terhadap rasa nikmat) artinya di kios kami tersedia varian rasa yang bermacama-macam yang pastinya dengan kualitas rasa yang sesuai dengan seleranya dan kami jual dikenal dengan sapaan salam misell atau selamat bagi para kaum misell,” tambahnya Hasan.
Kios Salam Misell kini telah mendapatkan omset sebesar 15 juta perkiosnya.
Hasan juga menyebut tembakau yang dijualnya berbagai macam ada Krepek Tambeng, Bukabuh, Maracot, Sampores, Jeddut, Kecubung, Brono dan lebih tepatnya tembakau khas argopuro Situbondo.
“Dua daerah menjadi pusat tembakau yang diambil yakni daerah Situbondo dan Bondowoso,” jelasnya.
Strategi pemasaran, kata Hasan, bukan hanya melalui offline saja namun juga menggunakan via marketing online melalui Facebook, Instagram dan WhatsApp.
“Namun kebanyakan orang tau dari mulut ke mulut karena kebanyakan pasar kita orang-orang desa. Ada juga dari luar daerah, salah satunya Ngawi, Madura dan macam-macam. Sedangkan untuk yang paling di minati adalah jenis tambheng,” jelasnya.
Ia pun juga menceritakan kisahnya sejak pertama kali membuka usaha yang bersamaan dengan pandemi Covid-19 karena memiliki tantangan tersendiri untuk membuka usaha kios tembakau.
“Cukup membingungkan yang akhirnya mempunyai ide untuk buka kios tembakau dengan maksud menjawab atau solusi bagi para perokok di masa pandemi, ternyata di luar dugaan antusiasnya cukup besar sehingga kita bisa buka cabang 20 lebih dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun,” pungkasnya.( Eko – Wahyu )