Teropongindonesianews.com
Mengutip pernyataan David Bloomfiled dan Be Reilly, ada dua elemen yang diduga sangat kuat dan sering terjadi pada negara sedang berkembang yang menimbulkan konflik berkepanjangan adalah pertama; elemen identitas, yang mempengaruhi kelompok dalam satu wilayah berdasarkan pada ras, agama dan kultur budaya, disebut juga sebaga konflik horizontal dan kedua; elemen distribusi, yang kaitan erat dengan sumber daya ekonomi, politik dalam sebuah masyarakat akibat dari anatomi kekerasan sosial sehingga terjadi kerentanan sosial yang tinggi dan ketahanan sosial rendah. Akibat terjadi perubahan-perubahan, timbulnya konflik kepentingan.
Syarif Hidayatullah Balatbangsos mengatakan, terjadi kerusuhan merupakan akumulasi kerapuhan persatuan dan kesatuan masyarakat heterogen dalam satuan wilayah kebudayaan dengan kepentingan konspirasi kelompok tertentu didalam satu wilayah.
Kerusuhan terjadi di pulau Adonara, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur antara warga Kampung Baru dan warga Kampung Wotan pada hari kamis 7 Oktober 2021, boleh dikatakan sebagai konflik identitas.
Kerusuhan menjadi momok pengakuan akan identitas diri dan dipandang sebagai seni mereka dalam menghadapi atau menyelesaikan konflik yang ada sebagai cara pembenaran diri atas tindakan yang dilakukan dan hukum alam dinilai sebagai hukum positif yang mengadili kelompoknya.
Konsekunesi dari keyakinan akan kebenaran, menggunakan segala kekuatannya yang ada pada lewo (kampung) yang diwariskan oleh leluhur turun temurun.
Kekuatannya itu dipandang sebagai pengakuan akan identitasnya dan karena itu pertumpahan darah sebagai bukti dari identitas diri bahwa apa yang dilakukan adalah kebenaran yang direstui oleh alam atau leluhur.
Konflik identitas diri yang dipandang sebagai seni, dipengaruhi oleh tidak tunduknya seseorang atau kelompok sebagai pihak yang dilecehkan oleh kelompok lain atau melecehkan terhadap pihak lain atau pertentangan antara penguasa dengan yang dikuasai, dimana penguasa senantiasa ingin mempertahankan Set of Properties yang melekat pada kekuasaannya.
Sementara itu, yang dikuasai selalu terobsesi untuk mewujudkan perubahan yang dianggapnya merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai perbaikan posisi dirinya. Pemikiran seperti demikian maka, akan adanya pertentangan terus menerus.
Sementara itu masyarakat lain menilai dan menganggap keyakinan akan kebenaran hanyalah sebagai pemaksaan kekuasaan oleh beberapa orang dalam kelompok yang dituakan atau berkuasa.
Solusi Penyelesaian Konflik
Ada prasyarat untuk segenap komponen yang bertikai untuk dipenuhi agar mengelola konflik dengan tepat (teori Yash Ghai) yaitu mengutamakan seorang pemimpin yang memiliki wawasan keinginan kuat menyudahi konflik dengan berbagai pendekatan sosial persuasif yang mengandalkan budaya.
Yohanes Kolin Kepala Desa Nayubaya, menawarkan budaya yang telah turun temurun yang dilakukan oleh leluhur adalah koda (bicara). Menurutnya, koda adalah sumber kekuatan menyatukan rasa yang teriris karena dilukai.
Konsep koda bukan mulai dari yang merasa dilukai, tetapi dimulai dari tokoh agama, tokoh adat dan pemerintah yang duduk dalam satu rumah adat atau lango belen (rumah besar) dan koda sebagai selayaknya kakan arin, inak binek, opu nanak (saudara dalam satu darah) sehingga memiliki satu rasa saudara.
Momen koda, dapat membuka kembali lembaran lama yang tidak diketahui generasi baru atau penuturan lisan oleh tokoh-tokoh adat dan agama akan peristiwa masa lampau yang kental dengan budaya berkorban membangun satu peradaban, saling mengerti, tolong menolong, menghormati hak orang lainnya.
Beberapa peristiwa yang akan ditawarkan dalam koda, berdamai dengan perjanjian sumpah dengan menggunakan simbol arak, tebako (tembakau), wua malu (sirih pinang), dan mei (darah) binatang.
Peristiwa ini dianggap sebagai sebuah ritual sakral yang diakui masyarakat Adonara memberikan pengaruh sangat besar dalam kehidupan sosial, karena memiliki konsekunsinya bagi yang melanggar seperti tulah tidak berkesudahan, kematian terus menerus.
Realisasi koda ini dapat menjawabi penyelesaian konflik identitas yang dipandang sebagai seni membela diri keyakinan atas kebenaran.
Karena itu peran PEMDA Kabupaten Flores Timur sebagai ujung tombak, diharapkan mampu melayani kondisi masyarakat yang telah tersakiti dan terluka oleh konflik.
PEMDA Kabupaten Flores Timur harus mempunyai seni mengatasi konflik, membentuk koordinasi yang terpadu terhadap petugas lapangan dan tokoh agama, tokoh adat atau juga kelompok yang berkepentingan dengan dukungan sistem informasi yang lengkap, baik dan benar petugas di lapangan.
PEMDA juga berpikir, arus lajunya informasi dan terjadinya konflik dikarena informasi jejaring sosial yang begitu pesat, maka perlu ruang kontrolnya sehingga pemda mengoptimalkan infrastruktur teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemetaan pola interaksi tersebut, seperti Teknologi SMS, Whatsapp, yang dapat digunakan untuk memudahkan interaksi tokoh agama, tokoh adat atau juga kelompok yang berkepentingan, maupun interaksi masyarakat dengan aparat di lapangan secara on-line agar segera duduk dalam lango bele (rumah besar) untuk koda agar menyelesaikan kerusuhan.Salam.
Penulis:Vinsensius Bawa Toron,M.Th.
Dosen STP Reinha Larantuka,Gmail:toronvinsen@gmail.com