Teropongindonesianews.com
Salah satu isu akhir-akhir ini adalah tentang fobia pada agama tertentu yang dimainkan oleh seorang politisi yang selalu identik dengan kegaduhan dalam balutan agama.
Isu ini dimainkan sejatinya hanya untuk membangkitkan kemarahan kelompok umat dari agama tersebut yang berujung pada perpecahan dan kekacauan demi ambisi politik pribadi dan kelompoknya.
Maka alasan pembubaran Densus 88 hanyalah topeng saja. Namun substansinya adalah membangkitkan kembali gerakan kelompok “radikal”
Yang sudah dibubarkan pemerintah. Dengan isu ini muncul kekacauan sehingga gerakan radikalisme atas nama agama kembali bertumbuh subur dan bisa menjadi boncengan politik untuk entah kemenangan dia ataupun partainya.
Semua sepakat, bahwa yang namanya teroris meskipun gerakan mereka mengatasnamakan agama tertentu bukanlah orang beragama atau bukan bagian dari agama tertentu.
Walaupun saya sendiri sejatinya tidak sependapat dengan pandangan demikian karena kita semua juga tahu bahwa di dalam KTP setiap warga negara Indonesia selalu tertera nama agama yang dianut.
Jika ada pandangan bahwa teroris bukanlah orang beragama, maka tindakan Densus 88 didalam memerangi teroris di Indonesia tidak akan pernah bersinggungan dengan agama apapun.
Jika kemudian isu yang dimainkan oleh sang politis nyinyir tersebut bersama sekutunya dengan menghubungkan aksi Densus 88 dengan fobia pada agama tertentu, maka mereka secara sadar bahwa para teroris adalah beragama.
Tidak ada satu agamapun yang fobia dengan agama apapun. Yang ditentang dan dilawan adalah kekerasan mengatasnamakan agama, penyebaran kebencian dan fitnah yang mengatasnamakan agama.
Artinya yang ditentang adalah perilaku dari mereka yang secara sadar menjadikan agama sebagai tameng untuk melakukan kekerasan, penyebaran kebencian dan fitnah bahkan hoax. Bukan agamanya yang ditentang dan ditakuti!
Secara pribadi, sebagai seorang Kristen Katolik dan imam, saya tidak pernah fobia dengan agama apapun.
Yang selalu saya kritik dan lawan adalah kekerasan, penyebaran kebencian, fitnah, hoax dan pengrusakan ajaran agama lain dengan mengatasnamakan agama dan ajaran yang dianutnya.
Maka ketika ada yang menghubungkan aksi Densus 88 dengan fobia terhadap salah satu agama, dia sebenarnya yang secara terang-terangan mengalami fobia terhadap agamanya sendiri yang dijadikan sebagai alat politik untuk kepentingan politiknya sendiri.
Hanya untuk kepentingan politiknya, ia mengalami ketakutan jika para sekutunya tak bisa lagi memainkan gerakan agama yang dianut sebagai alat kampanye untuk memenangkannya.
Di sisi lain, dengan menghembuskan isu fobia terhadap agama tertentu, dia sedang membenturkan agama lain dengan agama yang dianutnya termasuk pemerintah.
Hal ini berhubungan dengan isu usang yang selalu disebarkan terkait kriminalisasi terhadap tokoh agama mereka dan diskriminasi oleh pemerintah terhadap agama mereka.
Maka dari itu, sebagai seorang yang 100% Katolik, 100% Indonesia saya secara pribadi menegaskan dukungan kepada Densus 88 untuk memerangi terorisme demi keutuhan NKRI dan persatuan antar sesama umat beragama sekaligus menyampaikan bahwa;
“Saya Kristen Katolik, tidak pernah fobia dengan agama apapun, karena Yesus Kristus yang saya ikuti sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup (Yoh 14:6) menjadi kekuatan bagi saya untuk menjadi Jalan bagi semua orang, apapun agamanya untuk hidup dalam kebenaran dan kedamaian tanpa ada prasangka buru apalagi fobi terhadap agama lain.”
Hanya orang yang menjadikan agama sebagai alat politik, akan selalu mengalami fobia terhadap agama apapun termasuk “kekalahan” agama yang dianutnya untuk memuluskan kepentingan politiknya. Jika itu yang terjadi maka dia lebih teroris!
Manila: 15-Oktober 2021
Pater Tuan Kopong MSF