Teropongindonesianews.com
Ende – Mosalaki Tanah Mau Gadho Woloara bersama masyarakat Desa Woloara, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumad 28 /10/2021 menggelar ritual Adat Poo Teu. aji ana fai walu ana kalo (Masyarakat adat – Red) yang berada dalam wilayah tanah Mau Gado, masing-masing mempersiapkan berbagai keperluan untuk melaksanakan tradisi Poo Te,u (usir hama tikus) tahunan di Ae ndele ( pinggirang kampung Woloara.
Kaum laki-laki sesuai kesepakatan bersama bergegas mengambil bambu muda, kayu api, ayam kampung dan sebagiannya mempersiapkan tungku api untuk membakar Are Poo atau nasi bambu. Sementara kaum perempuan menyiapkan berbagai keperluan lain seperti membawa beras, Tempurung, gelas yang terbuat dari bambu. Keterlibatan para ibu dalam memasak memiliki makna bahwa perempuan adalah rahim kehidupan (Bumi – Red) sehingga di yakini mendatangkan kesuburan, kelimpahan panen serta rejeki dalam keluarga.
Perempuan selalu terlibat karena mereka di simbolkan sebagai bumi, rahim yang memberikan kesuburan dan kelimpahan panen. Sementara laki-laki di simbolkan sebagai Langit yang merawat, menjaga dan melindungi. Prinsip laki-laki dan perempuan identik dengan langit-bumi yang saling melengkapi satu sama lain. Ini juga bentuk kesetaraan gender dalam tatanan adat Tanah Mau Ghadho Woloara.
Ritual adat ini melambangkan persekutuan adat yang tidak terceraikan dan segala permohonan serta sesajian kepada para leluhur mendapat restu kelimpahan panen dan keberhasilan.
Dari pantauan wartawan Teropong Indonesia yang juga ikut dalam kegiatan seremonial ini selain ratusan warga, turut hadir pula beberapa undangan dari masyarakat adat disekitar kawasan taman nasional Kelimutu.
Damianus Sapa, Mosalaki Koe Kolu kepada teropong Indonesia menjelaskan bahwa Seremonial Poo Teu merupakan upacara usir Hama dan sebagai menandakan mulainya persiapan tanam di lahan-lahan kebun ladang di wilayah tanah ulayat Mau Gadho . Ritual ini menekankan kebersamaan dan kekeluargaan sebagai masyarakat adat yang hidup bergantung pada musim bertani dan berladang.
Tradisi ini terus kami laksanakan setiap tahun sebagai bentuk syukuran dan permohonan kepada leluhur sebelum membuka lahan baru.” Jelas Damianus Sapa.
Ritual ini di awali dengan berkumpulnya para mosalaki bersama PodoRia mengelilingi Kanga/tubu musu. dengan di iringi bunyi Gong yang ditabuh mosalaki Pai Nggo Niu Wani bapak (Donbosko Watu), menandakan kegiatan seremonil adat ini telah dimulai .adapun urutan per arakan menuju ke lokasi seremonial adat berlangsung ( Ae ndele,) didahului mosalaki puu sebagai ine ema ,diikuti koe Miku, ria bewa,mosalaki dan terakhir seluruh aji ana.
Setibanya dilokasi kegiatan para mosalaki mulai melakukan ritual yang diawali dengan pembakaran api pertama dari mosalaki Pu,u (ine ema) lalu ke mossalaki koe kolu kemudian ria bewa, baru dilanjukan ke aji ana fai walu.acara puncak pun dimulai dengan membakar/memasak Are Po,o (Nasi yang diisi dalam bambu) setelah semua proses masak selesai, masing masing Aji ana wajib memberikaan Are poo kepada mosalaki untuk makan bersama. Setelah acara makan ka Are poo , Ria bewa menyampaikan informasi Pantangan (Pire) Ritual adat Ka Po’o di sertai dengan larangan / pantangan adat selama dua hari. Pantangan ini bertujuan agar para penggarap/aji ana fai walu ana kalo mentaati wejangan mosalaki sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan tradisi para leluhur dan juga untuk menyiapkan segala peralatan berladang. Karena ada larangan, maka ada sanksi adat (poi) oleh para mosalaki. Pantangan ini berupa tiadak boleh sentuh dan petik daun, tidak boleh beraktifitas di kebun, tidak di perkenankan menjemur pakaian di luar rumah, menyapu halaman rumah serta memasak atau membakar di luar rumah .
Setelah proses masak are Po,o (nasi dalam bambu ) selesai para Mosalaki dan podoria berkumpul dan melakukan makan bersama sebagai ucapan syukur, wujud menolak atau mengusir hama tikus, mosalaki Turu Fu,u Kana Weni (Bpk Simon Sawa) sambil membawa seekor Tikus yang disimpan dalam perahu kecil yang terbuat dari pelapah pinang, berjalan menuju sungai untuk membuang tikus tersebut agar hama atau penyakit tidak menyerang hasil tanaman . Setelah kegiatan seremoni membuang tikus di sungai selesai seluruh peserta menuju kampung woloara dan berakhirlah proses acara Poo Teu.
Semoga semua penggarap aji ana fai walu ana kalo mendapat rejeki, di jaga, di lindungi dan di beri kelimpahan dan panen. ( AL )
.