Teropongindonesianews.com
Menegaskan identitas keagamaan tidak harus melabelkan segala hal termasuk wisata dengan label “agama” tertentu. Kebaikan bahkan kesucian seseorang bukan semata karena label agama yang dipasang sebagai rambu, namun lebih dari itu adalah kejernihan pikiran dan hati didalam memandang dan menilai segala sesuatu yang kemudian mengambil keputusan untuk bertindak.
Mau berapapun label “agama” diterapkan dimanapun namun ketika pikiran dan hati tidak jernih didalam memandang dan menilai segala sesuatu maka keputusan untuk bertindakpun pasti tidak sejalan dengan ajaran iman dan moral agama. Maka proses discernment menjadi penting untuk mengembangkan dan mendewaskan iman daripada label yang dipasang hanya untuk memberi kesan mayoritas.
Kita semua tahu bahwa tempat pariwista adalah ruang publik dimana semua orang dari agama apapun boleh datang dan pergi. Tempat pariwisata adalah karya cipta Tuhan yang tidak memiliki agama apapun. Jika tempat pariwisata memiliki agama berdasarkan jumlah mayoritas agama tertentu di daerah itu maka saya yakin, tidak ada satupun pariwista di Indonesia yang berkembang pesat.
Tempat pariwisata sejatinya menjadi ruang perjumpaan perbedaan tanpa label agama apapun. Dia membuka diri untuk diperindah oleh kebhinekaan yang setiap saat mengunjunginya. Maka ketika tempat pariwisata diberi label yang selama ini kita tahu sebagai label agama tertentu maka adalah sebuah kemungkinan bahwa perpecahan pasti akan terjadi.
Kedewasaan dalam beragama dan kualitas moral keagamaan seseorang tidak ditentukan oleh setiap label dipasang termasuk untuk pariwisata, tapi tindakan dan perbuatannya akan menentukan kedewasaan dalam beragama dan kualitas moralnya.
Semua agama di Indonesia sudah memiliki pedoman iman dan patokan moral bagi para penganutnya. Maka akan menjadi sebuah kekacauan ketika pedoman iman dan patokan moral agama tertentu “dipaksakan” pada agama lain dengan alasan klasik mayoritas.
Apakah ada untungnya membuat wisata berlabel agama? Tidak ada untungnya. Yang ada justru menjadi embrio lahirnya kembali diskriminasi dan kekerasan atas nama agama. Kita semua sudah tahu bahwa kekacauan yang kerap terjadi di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah mengatasnamakan agama. Tapi masih saja segala hal dikaitkan dengan agama entah politik, entah olahraga dan sekarang gembar gembor pariwisata berlabel agama.
Kenyataan ini mempertunjukan bahwa bukan orang lain yang fobia terhadap agama lain, namun penganutnya sendiri yang fobia terhadap agamanya sendiri sehingga berusaha dengan berbagai cara-walaupun caranya itu tidak membawa dampak positif bagi semua orang-hanya untuk mempertahankan gengsi dan popularitas.
Kita beragama untuk menjadi berkat dan bermanfaat bagi semua orang. Maka hentikanlah segala tindakan mubazir dengan menggunakan label agama untuk wisata yang justru melahirkan diskriminasi dan kekerasan atas nama agama.
“Jangan penjarakan Tuhan dengan label agamamu, karena Tuhan di tempat pariwisata itu adalah Tuhan milik semua ciptaan-Nya.”
Manila: 27-Oktober 2021
Pater Tuan Kopong MSF