(Mencermati Berturut-turut Predikat WTP Kabupaten Sikka)
Oleh Dionisius Ngeta
Warga RT/RW 018/004, Kel. Wuring, Alok Barat
Bekerja Di YASBIDA Cabang Sikka
HP: 082 147 302 579
Prestise berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang. Eisenstandt (1968), mengartikan prestise sabagai dasar penghargaan sosial . Atau Goldthorp and Hope (1972), prestise sebagai suatu bentuk simbolik kekuasaan yang terbentuk atas hubungan antara rasa hormat dan penghargaan. Dan menurut T.H. Marshall (1964): prestise sebagai ‘status sosial pribadi’. Dengan demikian prestise dapat dipahami sebagai sebuah kehormatan, kewibawaan dan kemampuan seseorang yang pada akhirnya membuat dirinya “berbeda” atau istimewa bila dibandingkan dengan orang lain.
Berdasarkan pemahaman di atas tentu kita bangga dan memberikan rasa hormat kepada pemerintah kabupaten Sikka. Predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) menunjukkan kepada publik pada umumnya dan masyarakat “Nian Tana Sikka” khususnya bahwa mereka istimewa dan “berbeda” dalam menahkodai kabupaten Sikka. Pemerintah pantas mendapatkan penghormatan dan penghargaan sosial oleh masyarakat Sikka. Pemerintah kabupaten Sikka mampu memenuhi standar dan kriteria-kriteria dalam laporan keuangan daerah.
Tentu pencapaian ini merupakan buah dari kerja keras, kerja cerdas dan kerja sama dari berbagai pihak, demikian wakil Bupati Sikka. “Di Provinsi NTT, hanya Provinsi NTT dan Kabupaten Sikka yang meriah WTP lima kali secara beruntun. Ini semua berkat kerja sama semua pihak,” kata Wabup Romanus, seraya berharap agar ke depan pengelolaan keuangan jangan lengah dan terus ditingkatkan (Florespost.net,25/10/2021)
Opini Wajar tanpa pengecualian yang diraih adalah opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
Sebagai sebuah prestasi patut kita banggakan dan kita ucapkan proficiat kepada pemerintah kabupaten Sikka. Tapi hemat saya pencapaian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) bukan satu-satunya merupakan ukuran atau jaminan bahwa pemerintahan “nian tana Sikka” bebas dari manipulasi, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Saya sepakat dengan apa yang pernah disampaikan oleh mantan wakil ketua BPK RI: Hasan Bisri bahwa predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan pihaknya kepada pihak-pihak yang diauditnya belum tentu menggambarkan satu instansi atau lembaga bebas dari korupsi. Opini WTP tidak menjamin bebas korupsi, karena laporan keuangan dibuat bukan untuk melaporkan korupsi suatu lembaga (Jakarta News, Kamis, 19 Juli 2012).
Karena itu prestasi WTP yang diraih pemerintah mestinya berbanding lurus dengan terciptanya aparatur sipil Negara (ASN) yang bersih dan berwibawa serta mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Ketika terciptanya aparatur sipil negara yang bersih dan berwibawa maka martabat dan keadabannya sebagai aparatur sipil negara dan pimpinan dimuliakan dan kredibilitas masyarakat semakin meningkat terhadap pemerintah.
Tentu sebagai warga “nian tana” Sikka, saya dan kita semua perlu mengangkat topi, tunduk dan memberikan penghormatan kepada pemerintah. Apresiasi sosial yang setinggi-tingginya kepada pasangan “Roma’’: Robi Indong-Romanus Woga. Kabupaten yang dinahkodai pasangan ini mendapatkan predikat WTP (wajar tanpa pengecualian) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Sikka satu-satunya Kabupaten/Kota di NTT yang meraih predikat WTP berturut-turut selama lima kali. Pencapaian predikat tertinggi berturut-turut tersebut baru terjadi dalam sejarah Pemerintahan Kabupaten Sikka sejak dibentuk tahun 1958.
Tapi apakah WTP menjadi ukuran dan jaminan bahwa aparatur sipil negara (ASN) pemerintah kabupaten Sikka bebas dari praktik-praktik manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena menjadi lebih jujur, lebih adil dan lebih bermartabat.
Korupsi berjemaah dan manipulasi masih terus dipertontonkan. Tidak sedikit pejabat dan penyelengara pemerintah daerah, kontraktor dan rekanan lainnya bahkan pernah anggota DPRD terhormat jadi tersangka dan mendekap di penjara dan pengawas proyek Puskesmas Waigete pernah ditendang bupati. Relasi yang kolutif, nepotis dan manipulatif dalam berbagai bentuk dan cara melalui berbagai proyek pembangunan masih sering dilakonkan. Antara RAB dengan kondisi bangunan di lapangan sering berseberangan seperti yang pernah ditemukan Wabub Paulus Nong Susar pada pembangunan pagar tembok Puskesmas Wolomarang (Flores Pos, 24/08/2016). Dan masih banyak lagi fakta-fakta yang menggambarkan itu.
Ini tantangan sekaligus realitas yang mempertontonkan bahwa kejujuran, keadilan dan pemerintah yang bersih dan bermartabat masih jauh dari harapan dan masih merupakan tantantangan pemerintah ke depan. Menjadi pemimpin yang jujur, adil dan bermartabat masih sebatas slogan dalam setiap kepemimpinan.
Selogan ini bukan sekedar sarana atau alat untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas saat Pilkada. Slogan itu merupakan spirit, roh yang menjiwai seluruh karya pelayanan sebagai orang pertama dan kedua di “nian tana Sikka”. Konsistensi sikap pemerintah dalam penegakkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, kewibawaan atau martabat pemerintah dibutuhkan sehingga idealisme pemerintah dan aparatur yang jujur, adil dan bermartabat bisa diwujudkan. Tongkat kekuasaan yang dimandatkan masyarakat Sikka tidak hanya sekedar pengendali roda pemerintah daerah tapi menjadi tombak yang tajam untuk membedah dan membongkar akutnya penyakit manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat merendahkan martabat kemanusiaan dan pemerintah.
Jadi predikat WTP bukan hanya soal prestasi apalagi prestise bagi pemerintah daerah karena tidak ada celah bagi BPK dalam mengkritisi laporan keuangan pemerintah daerah. Tapi lebih dari itu pemerintah mesti mampuh menutup celah-celah manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme bagi pimpinan SKPD dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya. Hanya dengan demikian keadilan tercipta dan kesejahteraan masyarakat “Nian Sikka” menjadi nyata bukan sekedar impian dan slogan belaka.
Ketika aparat sipil negara dan terutama pemimpinnya mampu mewujudkannya maka sebenarnya mereka sedang membangun pemerintahan yang bermartabat sebagaimana yang diinginkan masyarakat. Dan bila aparatur dan kepala pemerintah mampu mewujudkan pemerintahan yang bermartabat maka keadaban dan kewibawaan masyarakat serta pemimpinnya dimuliakan dan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. Jadi keluhuran martabat pemerintah pada pencapaian berturut-turut predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Tapi lebih dari itu pemerintah harus mampuh menutup celah-celah yang dapat merendahkan dan melecehkan hak dan keadilan maysarakat. Seperti celah korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme sehingga idealisme pemerintahan yang bermartabat dan rakyat yang sejahtera bisa tercipta.