Teropongindonesianews.com
Jujur dan Adil
Nilai lain yang diusung Cakades Mon dalam visi-misinya adalah jujur dan adil. Jujur, kejujuran dan adil, keadilan berkaitan dengan karakter manusia. Kejujuran dan keadilan adalah nilai-nilai ideal yang bermuara pada martabat.
Marwah pemerintah desa, aparatnya dan seluruh pembangunan di desa menuju desa mandiri sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ini. Karena itu nilai-nalai tersebut bukan kebetulan dimasukan dalam visi perjuangannya. Inilah visi, arah dasar yang disadari harus ada dan dihayati pemerintah dan aparatnya di tingkat desa bahkan di tingkat manapun. Arah dasar inilah yang akan diperjuangkan oleh Cakades Mon jika masyakat mempercayai mandat dan kedaulatannya.
Jujur mengandaikan tidak tipu-tipu dan tidak saling tipu. Pemerintah desa dan aparatnya tidak tipu-tipu masyarakatnya demikian masyarakatnya. Pemerintah desa juga tidak tipu-tipu pemerintah daerah dan seterusnya. Pimpinan juga tidak tipu-tipu bawahannya. Mereka tampil dan omong apa adanya tentang apa saja. Tidak ada bisik-bisik di runag gelap tentang proyek atau bantuan. Ada transparansi data dan informasi. Entah itu barkaitan proyek-proyek yang masuk ke desa atau dana-dana bantuan lainnya. Sehingga kepercayaan masyarakat terus dijaga, meningkat dan spirit “to’o jogho-wangga sama” terus membara dalam kebersamaan.
Adil atau keadilan itu berkaitan erat dengan hak dan kewajiban dan dekat dengan kebenaran. Sebagai Cakades muda, Mon sadar bahwa sebagai pemerintah di desa tidak bolah memihak kepada siapapun kecuali kebenaran dan keadilan. Pemerintah harus mampu berlaku adil kepada setiap orang, setiap masyarakat sesuai dengan hak yang diperolehnya.
Jujur dan adil, juga mengandaikan bahwa dalam menjalankan roda pemerintahan bersama masyarakat di desa, pemerintah desa dan aparatnya harus betul-betul bebas dari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang merendahkan martabatnya sebagai pribadi dan pemerintahan desa sebagai sebuah lembaga formal negara. Sering penyakit KKN selalu kambuh ketika ada proyek dan bantuan. Kadang kala lebih pentingkan keluarga, sahabat dan kroni daripada berdasarkan data dan fakta di lapangan. Hal ini juga bisa melemahkan spirit “to’o jogho-wangga sama” / partisipasi dan kerja sama dalam masyarakat.
Inilah visi, strategi, arah yang jelas dan mimpi-mimpi besar ke mana masyarakat Wokowoe harus dibawa oleh Cakdes Salomon Legho, S.Pd. Bagi Mon, Pemimpin adalah orang yang tahu jalan ke mana harus berjalan bersama masyarakat. Karena itu dua nilai ideal ini dimasukan sebagai unsur-unsur penting, urgen sekaligus rambu-rambu dalam visi dan kerja-kerja pelayanan pemerintah sebagai Kepala Desa jika masyarakat mempercayai mandat dan kedaulatannya. Sehingga Desa Wokowoe bukan hanya MANDIRI MASYARAKATNYA tapi juga JUJUR dan BERKEADILAN Pemerintah Desa dan aparatnya.
Berbudaya dan Berakhlak Mulia
Berbudaya dari kata budaya dan berakhlak dari katau akhlak. Dua kata ini memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda. Keduanya berkaitan dengan karakter, sifat, kepribadian, tingkah laku dan tutur kata seseorang.
Bangsa atau masyarakat, pemimpin maupun individu yang berbudaya, beradab dan berakhlak mulia, akan selalu merasa malu pada dirinya, pada orang lain, bahkan kepada Tuhan bila melakukan kesalahan apalagi dosa.
Kedua nilai ini penting dimasukan dalam visi-misi sebagai seorang Cakades agar masyarakat bisa memastikan bagaimana komitmennya menjalankan roda pemerintahan di tingkat desa. Pemerintah dan aparat desa yang berbudaya adalah mereka yang beradab dan berakhlak mulia dalam menjalankan tugas-tugas kepemerintahannya. Pemerintah dan aparat desa yang berbudaya adalah mereka yang mengatakan tidak pada KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Pemerintah dan aparat yang berbudaya dan berahklak mulia tentu selalu menjauhkan diri dari perilaku me-“mark-up”/pembengkakan anggaran dan manipulasi data-data transaksi keuangan. Pemerintah yang berbudaya dan berahklak adalah mereka yang merasa malu pada diri, pada masyarakat dan kepada Tuhan bila bekerja tidak maksimal untuk masyarakat. Apalagi melakukan kesalahan dan dosa. Mereka yang merasa malu dan memohon maaf kepada masyarakat bila terjadi proyek-proyek mangkrak dan mubasir di desanya.
Kita tahu bahwa tidak sedikit aparat pemerintah baik di tingkat desa, daerah maupun pemerintah pusat yang harus berada di balik jeruji besi akibat ambruknya moriltas dan keadabannya dan atau karena tidak memiliki akhlak yang mulia. Pemerintahan yang bersih, jujur dan berkeadilan tidak bisa diharapkan dari aparat pemerintahan yang bobrok moralitas dan akhlaknya.
Sebaliknya, aparat pemerintahan yang selalu berjalan di jalan yang lurus dan benar, yang sesuai dengan petunjuk, aturan, hukum dan kehendak Allah akan menghasilkan pemerintahan dan aparat yang berbudaya dan berakhlak mulia. Mereka hidup bersih, beradab, berkarakter dan berperilaku baik serta mampu menghantar masyarakatnya menuju kesejahteraan dan kebahagian.
Ciri khas pemimpin yang berbudaya dan berakhlak mulia antara lain:
Beriman. Seorang pemimpin yang beriman ditunjukkan dengan sikap, perbuatan dan perilaku yang patuh dan taat terhadap hukum, aturan, norma-norma agama, budaya dan larangan-larangan Tuhan.
Berpikir matang. Seorang pemimpin yang berpikir matang selalu objektif dan mampu mengendalikan prasangka dan terbuka terhadap koreksi. Ia tidak egois dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri.
Tanggung jawab. Pemimpin yang bertanggungjawab biasanya berani menanggung semua konsekuensi dari setiap kebijakan, keputusan, sikap dan tindakan yang diambil dalam menjalankan roda pemerintah di tingkat desa.
Inilah Visi baru, arah baru yang mau diemban oleh Cakades Salamon Legho, S.Pd, jika masyarakat memandatkan hak dan kedaulatannya. Masyarakat Wokowoe tentu cerdas dan jernih melihat dan menilai bagaimana pemerintah desa dan aparatnya mengemban tugas selama ini. Karena itu, ini saatnya yang tepat memilah dan memilih pemimpin yang tidak hanya cerdas secara intelektual (kapasitas) tapi juga berbudaya dan berahklak mulia.
Dionisius Ngeta, S.Fil