Teropongindonesianews.com
Oleh: John Orlando
Alumnus FFA-UNWIRA Kupang
Pada akhir tahun 2021 ini, di setiap wilayah Desa mulai dilaksanakan kegiatan Musrenbang. Pada awal tahun 2022 nanti, Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten akan juga melaksanakan Musrenbang yang merupakan rutinitas yang harus dijalankan setiap tahunnya.
Memang kegiatan ini sangatlah diharapkan tidak sekedar rutinitas tahunan belaka yang dapat membawa kesan formalitas saja jika jawaban pemerintah terhadap hasil musrenbang yang merupakan kebutuhan dan prioritas usulan masyarakat masih jauh dari yang diharapkan apalagi jika program-program yang dieksekusi pemerintah ke tingkat masyarakat merupakan program dan kegiatan yang bukan hasil usulan oleh masyarakat pada kegiatan musrenbang.
Musrenbang ini haruslah dipandang sebagai hal yang urgen dilaksanakan mulai dari tingkatan masyarakat paling bawah dengan nilai kekeluargaan dan partisipatif yang tinggi tanpa melihat ini sebagai hal yang formal dan rutin untuk kelengkapan administratif pemerintah menjawabi peraturan perundangan yang mengatur tentang musrenbang.
Permasalahan yang terjadi hari ini, Musrenbang cenderung tidak efektif, hasil yang didapat dari musrenbang-pun akhirnya hanya menjadi hasil yang diinginkan oleh pihak pemerintah yang kadangkala bukanlah hal-hal substantif seperti yang dibutuhkan masyarakat.
Mengembangkan prinsip inklusif dan broad based participation yang mengikutsertakan semua kelompok masyarakat yang relevan (perempuan, Anak-anak, masyarakat miskin, kelompok marjinal dan dunia usaha).
Ketimpangan tersebut tidak hanya memunculkan persoalan manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu, telah muncul anggapan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan daerah kurang mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat.
Permasalahan yang mengakibatkan munculnya ketimpangan berbagai hal dalam perencanaan tersebut adalah rendahnya mutu proses dan mutu hasil perencanaan partisipatif.
Disamping itu, hasil-hasil perencanaan partisipatif belum mampu dikanalisasi untuk mewarnai hasil perencanaan teknokratis dan perencanaan politis.
Berangkat dari kenyataan tersebut, maka upaya memperkuat proses perencanaan partisipatif dipandang sebagai langkah strategis dalam mewujudkan harmonisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Perbaikan tersebut meliputi aspek metodologi, kualitas proses dan dukungan pendampingan yang memadai dan diharapkan dapat membantu terwujudnya proses Musrenbang yang lebih berkualitas.
Pendekatan partisipatif dengan mengikutkan keterlibatan penuh masyarakat ataupun dengan cara perwakilan masyarakat untuk ikut dalam perencanaan pembanguan telah lama dipandang sebagai cara terbaik untuk menumbuhkan rasa memiliki masyarakat atas atas program dan kegiatan, mengembangkan dan memelihara lembaga-lembaga yang ada dimasyarakat dengan segala tingkatannya, mengurangi konflik kepentingan, mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
Dalam satu dekade terakhir, perencanaan partisipatif dalam perencanaan pembangunan telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk.
Akan tetapi dalam penyelenggaraannya kerap kurang memperhatikan aspek partisipasi secara luas, dan biasanya masih berupa seremonial dan acara rutin belaka.
Pemerintah telah menetapkan kegiatan musyawarah pembangunan daerah atau Musrenbang sebagai sarana untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di daerah.
Berbagai prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk meningkatkan efektifitas partisipasi masyarakat, antara lain dengan melembagakan prosedur Musrenbang dalam Peraturan Daerah (Perda); pengembangan Perda transparansi dan partisipasi; keterlibatan lebih besar DPRD dalam proses perencanaan; kerjasama dengan masyarakat sipil dalam pembahasan anggaran; serta prioritisasi alokasi anggaran dalam Musrenbang.
Keadaan ini tentunya tetap membatasi efektifitas keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
Sejak diterapkannya proses desentralisasi pada tahun 1999, Pemerintah Pusat telah melakukan usaha-usaha, melalui serangkaian regulasi dan berbagai tindakan, untuk mendorong penerapan pendekatan partisipasi dalam perencanaan pembangunan daerah, serta membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan kepemerintahan daerah.
Pemerintah Daerah mendukung usaha-usaha di atas dengan melaksanakan praktek-praktek perencanaan partisipatif. Meskipun memang perencanaan partisipatif ini lebih bagus dalam tataran peraturan tapi tidak dalam pelaksanaan.
Keberadaan unsur masyarakat dalam musrenbang sendiri seringkali tidak terwakili dengan baik, sehingga hasil keputusan musrenbang seringkali tidak benar-benar menfasilitasi kepentingan masyarakat.
Untuk itulah kiranya perlu dilakukan sebuah survei kebutuhan masyarakat sebelum musrenbang dilaksanakan atau pula dilakukan Pra-musrenbang berjenjang dari akar rumput masyarakat dengan melibatkan semua unsur masyarakat.
Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama mengindentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat.
Kegiatan ini berfungsi sebagai proses negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya.
Musrenbang pada dasarnya, adalah perencanaan yang bersifat Botton Up Planning, karena perencanaan dari bawah tentunya masyarakat adalah subjek (bukan sebagai Objek) Pembangunan, dimana diawali dengan pengusulan di tingkat RT/RW/ Dusun, penentuan prioritas usulan di tingkat desa/ kelurahan dan pemantapan usulan di tingkat kecamatan yang formulasi usulan dibantu oleh forum OPD.
Sementara perencanaan program OPD pada dasarnya bersifat Top Down Planning melalui kebijakan yang dibuat sendiri oleh OPD.
Disini OPD adalah subjek pemberi pelayanan kemasyarakatan. Musrenbang berada diantara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan Program OPD.
Peran OPD juga adalah mensinkronisasi usulan sesuai dengan visi misi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Pemerintah telah menerbitkan serangkaian peraturan perundangan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses resmi perencanaan dan penganggaran daerah.
Peraturan-peraturan tersebut meliputi: Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; meletakkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat; menciptakan rasa memiliki masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan daerah; menjamin terdapatnya transparansi, akuntabililitas dan kepentingan umum; perumusan program dan pelayanan umum yang memenuhi aspirasi masyarakat.
Undang-Undang 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; melembagakan Musrenbang di semua peringkat pemerintahan dan perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Menekankan tentang perlunya sinkronisasi lima pendekatan perencanaan yaitu pendekatan politik, partisipatif, teknokratis, bottom-up dan top down dalam perencanaan pembangunan daerah.
Salah satu misi yang diusung oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional adalah membangun harmonisasi antara berbagai perencanaan yang ada, yaitu perencanaan teknokratis, perencanaan politis, perencanaan partisipatif.
Muara akhir dari upaya tersebut adalah terakomodirnya aspirasi dan kebutuhan berbagai stakeholders dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Realitas yang ada menunjukkan bahwa perencanaan teknokratis dan perencanaan politis masih mendominasi alokasi anggaran pembangunan daerah. Sementara di lain pihak, hasil-hasil perencanaan partisipatif yang merupakan representasi aspirasi masyarakat masih kurang mendapat tempat dalam pembagian alokasi anggaran pembangunan.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menciptakan kerangka bagi Musrenbang untuk dapat mensinkronisasikan perencanaan bottom-up dengan top down dan merekonsiliasikan berbagai kepentingan dan kebutuhan pemerintah daerah dan non pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan daerah.
Dalam kerangka regulasi yang ada maka ruang rekonsiliasi untuk mensinkronkan perencanaan bottom-up dengan top down terbuka untuk dapat dijalankan dalam musrenbang.
Dengan perencanaan bersifat partisipatif ini maka besar harapannya program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di masyarakat dapat menjawabi prioritas kebutuhan masyarakat dan menghilangkan kesan formalitas dan rutinitas dalam menjalankan musrenbang setiap tahunnya.
Masyarakat sangatlah mengharapkan segala hasil musrenbang menjadi skala prioritas dan pertimbangan utama dalam pembahasan dan penetapan rencana pembangunan daerahnya dengan tidak mengesampingkan segala pengaruh politik dan dan teknokratik demi masyarakat yang adil, sejahtera dan bermartabat.