Teropongindonesianews.com
APAKAH DPR BISA DIDORONG MASUK KPK, INI KATA NGO ADVOKASI LASMAN SIAHAAN
Toli – toli – Dua bulan dua minggu sudah janji rapat Komisi A DPRD Tolitoli Sulteng soal terduga mantan Bupati Alex Bantilan di kasus proyek illegal pembangunan rumah adat (rumah raja ?) di lahan rampasan milik koresponden Majallah Detektip Spionase (DS) sembilan puluhan, kini pemred infoaktual,id, Hasanudin, belum juga digelar.
Janji gelinding rapat Komisi A itu bermula dari surat Media itu mengonfirmasi Legislatif Eksekutif dan Yudikatif pada tengah September 2021. Yang dikonfirmasi antara lain legalitas objek proyek di lahan serobot yang diklaim bekas lahan kerajaan Tolitoli.
Pula, dasar hukum penetapan lahan diobjek proyek itu sebagai cagar budaya, dan menjadi asset Pemda dengan status lahan bersejarah, meski itu fiktif belaka. Seperti diketahui, kasus itu telah digelar perkara khusus di Polda Sulteng 18.10.2021 atas SP3, setelah jalani lidik 10 bulan di Polres Tolitoli .
Rumah raja adat (rumah adat ?) ini sudah direnovasi sedikitnya tiga kali, dengan total biaya dari APBD sekitar Rp 1.5 Miliar – terakhir pada APBD 2020 semilai Rp 950 juta. Dibangun direnovasi tanpa Alas Hak, tak miliki IMB.
Tidak cuma itu, disana juga belum ditemukan fakta hukum yang menunjuk di kebun kelapa itu terdapat cagara budaya, kata ahli konserpator cagar budaya Sulteng, Ma’man pada tayang lalu. Dan inilah titik tempuh Media online itu guna mengukur fungsi pengawasan yang dimiliki DPR.
Namun surat konfirmasi yang disposisi ketua DPRD Randy Saputra ke wakilnya, lalu dilimpahkan ke ketua Komisi A Fahmin, dan ngambang. Terhadap itu, upaya bangun komunikasi dua wakil pimpinan gedung rakyat Haji Azis Bestari dan Yemy Yusuf pun dilakukan.
Setidaknya tiga kali seminggu upaya kontak dilakukan, namun keduanya bergeming. SMS WhatsApp dan telepon Media ini tidak digubris – diuber pintu kantornya pun selalu terkunci, seiring terkuncinya jalan Fahmi dalam kumpulkan anggotanya, komisi A.
Jika alasan sibuk, memang dua minggu belakangan musim sidang persiapan kegiatan Banggar (Bagan Anggaran) pada pembahasan APBD 2022, tapi musim itu tidak melibatkan secara intens kedua wakil ketua itu.
Satu bulan pasca surat konfirmasi dilayangkan, kesekretariatan Dewan akrinya tetapkan rapat Komisi A dengan undangan 10/11/2021, namun gagal. Penyebabnya, cuma dua yang hadir dari sembilan anggota Komisi A, yaitu ketua Komisi, Fahmi dari Nasdem dan Demokrad Irma.
Sementara Nurdi Nadjamudin PPP, Erwin PBB, Sici PDIP, Haji Adam Partai Hanura, Risman Golkar, dan Haji Arna dari Partai Gerindra, tak muncul tanpa alasan. Dan ini kali ke tiga DPR lalai jalankan fungsinya dikasus ini. Beredar selentinga, tekanan politik sebabkan 7 anggota komisi A itu ogah bedah kasus Alex.
Hebatnya, bukannya sikapi sesuai perintah UU, senada dengan Polres, salah satu wakil ketua itu justru berupaya mengaburkan indikasi setumpuk kejahatan Alex di proyek berikut objeknya, dengan berkali-kali arahkan pemilik lahan untuk tempuh jalur pedata.
Tampaknya, kedua pimpinan DPR itu lupa kalau diberita sebelumnya mereka nyatakan terjadi pelanggaran hukum disana, bahkan minta pihak berkompoten supaya robohkan bangunan liar itu, sambal isyaratkan proses mantan Bupati Alex sesuai hukum – tengok edisi “Tabrak Tubruk” Tiga UU Tiga PP.
Dan tentu pernyataan itu viral, dibarengi coretan di tembo-tembok kota bertuliskan saatnya rakyat bicara. Jika keadilan tidak ditegakan maka hukum akan mengambil jalannya sediri, bongkar korupsi di Tolitoli.
Menanggapi berita ini, ketua umum DPP Ikatan Penulis Dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Lasman Siahaan, SH, MH lantas bicara, tadi malam. Dari nomor WhatsApp +628129337807, ia menyayangkan kalau Komisi A itu benar abai terhadap apa yang menjadi kewajibannya.
Kata praktisi hukum asal Medan itu, selaku wakil rakyat bahwa anggota Dewan harusnya patuh pada rakyat yang diwakili guna jalankan amanah, baik kemasyarakatan, pembangunan maupun persoalan kebijakan pemerintahan Daerah bila sekiranya tidak sesuai peraturan dan UU yang berlaku.
Dibalik persoalan semacam itu tegas Lasman, maka sesuai amanat UU, anggota Dewan harusnya gunakan fungsinya sesuai hak yang diberikan, termasuk soal dugaan pelanggaran dilingkungan mitranya, pemda Tolitoli.
“Sangat tidak elok bila para anggota dewan ingkar terhadap amanat rakyat. Bila mereka tidak lagi bisa menjernihkan persoalan yang dihadapi, apalagi masalah itu menyangkut kepentingan publik dan UU, lantas apa tugas mereka di sana,” ujar Lasman.
Biasanya ungkap pentolan KN-LSM (Komite Nasional LSM) Indonesia, apiliasi NGO Advokasi dan Pers ini, ketika ada gejala buruk dalam penggunaan kekuasaan atau kelebihan kewenangan dan terbiarkan seprti ini, maka kawan-kawan LSM, langsung dorong itu ke KPK agar kebijakan pejabat dan putusan lainnya yang diduga menyimpang, menjadi terang.
Ditanya, mengingat proyek dan klaim lahan sebagai cagar, dimana faktanya fiktif dan melanggar UU cagar dan IMB, UU KKN dan seterunya, apakah kesan DPR membiarkan dugaan “pesta” KKN Bupati di objek proyek itu sebagai gambar terlibat, meski hanya bentuk sikap politik, dan bisa didorong ke KPK ?
“Kalau itu belum saya rekomendasi, karena harus ada bukti pembahasan dan persetujuan dewan, apabila itu acara khusus atau ABT. Tapi, apabila itu APBD murni, maka lihat lembaran usulan dan nomenklaturnya. Jika lengkap, baru bisa dorong masuk ke KPK sebagai bukti permulaan,”tangkis unsur deklarator sekretariat nasional Gapri untuk Ganjar 2024.
Kasus ini bisa jadi arahnya kesana tutur dia kemudian, namun kembali lagi, dokumen pendukung harus ada untuk menangkap ‘niat’ mensrea nya (unsur subjektifnya), setidaknya petunjuk ke arah itu.
Dulu, kejadia di DPRD sumut tambahnya memberi contoh, ketika gubernur Gatot diseret KPK terkait palu DPRD yang mengetok hal semacam ini, sampai akhirnya KPK menahan para anggota banggar sumut ketika itu.
“Yang jelas, lazim di dalam pembahasan, persetujuan serta ketetapan anggaran ada usulan, narasi sampe pendapat. Di sana terjadi dinamika, ada alasan dan tujuan, baru dasar keputusan,” pungkas owner media demokrat dan tahuberita.com itu.
Tapi baiklah, toh kasus Alex Bantilan kian melebar, sehingga berpotensi seret pihak lain. Pasalnya, kasus ini sebenarnya hanya berawal dari pasal 385 penyerobotan seperti direview mantan Kasat Reskrim AKBP (purn) Ketut Kerti 20/10/202, dan berujung di SP3 Polres, setelah lalui Lidik berliku, tak lazim.
Dan gara-gara Lidik tak lazim dan janggal oleh pelapor, SP3 Polres dipanggil Polda jalani gelar perkara khusus, dan sudah terlaksana 18 Oktober 2021. Hasil gelar itu pun sudah ditangan Polres kata sumber terpecaya di Wassidik Polda via whatsApp, tadi sore rabu 1/12/2021.
Tidak stop di situ, kasus proyek kerjaan kontraktor hokkien (keturunan Tionghoa) Bolong itu malah menuju ke dugaa pelanggaran UU cagar budaya, UU BG tentang IMB, Pepres pengadaan barang dan jasa, menyusul langkah pemred Hasanudin mengadukan Alex ke Polres setempat.
Isi lain pengaduan Hasanudin, pria yang sukses dibilang penipu oleh pengusaha Oding itu, diduga mencemaran nama baik, pembohongan publik dan penghasutan seperti ditunjuk UU ITE pasal 27 dan 28, dan pembiaran “pesta” KKN yang dilarang UU Nomor 28 tahun 1999, hal ini sedang diselidik Polres, sementara Kejaksaan baru mau “tarik benang merahnya” kata jaksa Junaidi.
Langkah pemred tersebut dipicu sejumlah Media Online, RRI dan SwatvNews.id beritakan secara membabi buta hasil jumpa Pers mantan Bupati bernama lengkap Dr (Hc) Moh.Saleh Bantilan SH MH yang menuduh infoaktual sebagai Media fitnah.
Tidak cuma itu, Media yang dinakodai sekretris Advokasi DPP MIO (Media Independen Online) Indonesia itu juga dicap menghina Alex sebagai raja Tolitoli. Alex pun menghasut suku Toltoli untuk demo dan cari pemred Hasanudin.
Namun, demi hak publik peroleh informasi kinerja benar DPR dan keterbukaan proses penegakan hukum, langkah ini tetap diambil, karena hasutan Alex itu hanya tantangan biasa.
Karena itu, disamping adik sepupu mantan Bupati Maruf yang tidak akuai Raja Tolitoli itu, langkah ini juga buat semua pihak terkait untuk buktikan ketua PAN Tolitoli itu tidak lakukan seperti dilansir sebanyak dua puluhan edisi berita Media binaan Hendardji Soepanji dan Teddy Salawati itu.
Nah, bagaimana kelanjutan rapat Komisi A yang gagal itu, Fahmi nyatakan pembahasan APBD 2022 sudah selesai, dan anggota siap-siap masuki masa reses. “Eee ditunggu dulu selesai reses, sekitar lima hari,”ujarnya via telpon malam ini, senin 1/12/2021.
Tapi anu juga dulu anggota lanjut ketua Komisi, jangan-jangan lagi nanti diundang rapat cuma dua lagi yang datang. “Nanti anu dulu pak, dijadwal lagi nanti. Saya belum bisa kira-kira ini, karena dilihat dulu jadwalnya anggota kan, karena bisanya separuh ada pertemuan partai, ada penjalanan, kunjungan,” terang politisi Nasdem dapil kecamat Dondo itu.
Sementara soal kelanjutan proyek liar tahap dua di rumah adat (rumah raja ?) yang mangkrak itu, Fahmi benarkan ada diusulkan dari Pemda, besarannya pun lumayan pantastis. Apa pandangan faksi-fraksi atas usulan uang tambahan di lahan kasus itu, tunggu tayangan selanjutnya. (tim)
SUMBER : DPP PPRI