Teropongindonesianews.com
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti masih dinamisnya persepsi masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu yang harus mendapatkan perhatian serius, baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu, maupun bagi Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum (DKPP) sebagai lembaga penegak kode etik penyelenggara Pemilu.
Sebagai gambaran, rilis survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada awal tahun ini menggambarkan sebanyak 52,8 persen masyarakat yang tinggal di wilayah pelaksanaan Pilkada tahun 2020, menyatakan cukup puas terhadap pelaksanaan Pilkada 2020. Namun masih ada sekitar 36,9 persen yang menyatakan kurang puas.
Sedangkan Indikator Politik Indonesia dalam rilis survei pada September 2021 mencatat ada kecenderungan penurunan tren kepuasan publik atas pelaksanaan demokrasi di tanah air. Sebanyak 47,6 persen publik merasa puas terhadap pelaksanaan demokrasi, sedangkan 44,1 persen menyatakan tidak puas (naik dari 32 persen pada survei sebelumnya).
“Dalam Laporan Kinerja DKPP sepanjang tahun 2021, tercatat DKPP telah melakukan pemeriksaan terhadap 162 Teradu terkait dugaan pelanggaran kode etik prinsip profesionalitas yang dilanggar penyelenggara Pemilu.
Menunjukan bahwa profesionalisme masih menjadi tantangan besar yang dihadapi penyelenggara Pemilu,” ujar Bamsoet saat memberikan Keynote Speech dalam acara penyampaian Laporan Kinerja DKPP 2021, secara virtual di Jakarta, Kamis (16/12/21).
Turut hadir antara lain Ketua DKPP Prof. Dr. Muhammad; Anggota DPD RI yang juga Ketua DKPP Periode 2012-2017 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie; Ketua KPU Ilham Saputra; dan Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Abhan.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, menjelang penyelenggaraan Pemilu 2024, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada berbagai potensi persoalan. Misalnya terkait keserasian regulasi, di mana Undang-Undang Pilkada sudah mengakomodir mekanisme rekapitulasi elektronik, sementara Undang Undang Pemilu belum diakomodir.
Di samping itu masih ada beberapa aspek yang juga berpotensi menghadirkan persoalan. Misalnya dalam penetapan waktu antara Pemilu dan Pilkada, dukungan sarana dan prasarana teknis di lapangan khususnya jaringan teknologi informasi, kebijakan anggaran, serta ketersediaan dukungan SDM yang memadai.
“Berbagai langkah antisipasi melalui koordinasi, sinergi, dan kolaborasi dari segenap pemangku kepentingan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Ini adalah tanggungjawab kolektif.
Di satu sisi, DKPP, KPU, BAWASLU, akan menjadi institusi di garda terdepan dalam menjaga marwah Pemilu sebagai pesta demokrasi yang berkualitas. Disisi lain, ada kewajiban dari peserta pemilu dan pilkada untuk menghormati mekanisme demokrasi dan menjunjung tinggi sportivitas dalam kontestasi politik,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menekankan, esensi dari kompetisi demokrasi adalah memenangkan hati rakyat, yang bermuara pada kepentingan rakyat. Bukan justru menempatkan rakyat pada kutub-kutub polarisasi yang syarat potensi konflik. Karenanya para peserta Pemilu juga harus turut serta menegakan komitmen kode etik terhadap penyelenggara Pemilu.
“Penegakan kode etik bagi penyelenggara Pemilu merupakan sebuah keharusan. Selain untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap hasil Pemilu, sekaligus untuk memastikan tidak adanya monopoli dan penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki oleh para personil penyelenggara Pemilu.
Ingat, Pemilu merupakan salah satu prasyarat wajib dalam demokrasi guna memastikan tidak tersumbatnya aspirasi rakyat dalam menentukan para wakilnya di eksekutif maupun legislatif. Siapapun yang merusak Pemilu, sama saja merusak Indonesia,” pungkas Bamsoet.
Santoso-Redaksi