Anggota DPR Soroti Pemanfaatan APBD Jatim
Teropongindonesianews.com
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menyoroti masalah pemanfaatan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Jawa Timur. Dimana, belanja terbesarnya digunakan untuk hibah, yang menurut Eddy merupakan suatu kondisi yang sebetulnya kurang sehat. Ia menilai, kondisi tersebut harus diperbaiki ke depannya.
Andreas mengungkapkan hal ini usai mengikuti pertemuan Tim Kunker Komisi XI DPR RI dengan jajaran Pemda Jatim serta mitra kerja yang ada di Jawa Timur, Jumat (17/12/2021). “Saya juga menyoroti tindak lanjut dari hasil pemeriksaan BPK, yang mana Jatim justru berada di posisi yang paling rendah. Padahal kan harusnya sebagai provinsi, dia memberikan contoh dan bahkan yang membina pemda tk.II,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Andreas juga menyoroti banyaknya dana-dana yang belum dioptimalkan dan masih mengendap di perbankan.
Dana tersebut merupakan dana transfer daerah yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, namun justru banyak tersimpan di perbankan.
Hal ini menandakan bahwa belum digunakannya dana tersebut untuk program yang dapat menyejahterakan masyarakat. “Ini yang perlu diperhatikan oleh seluruh pihak,” tegasnya.
Di sisi lain, Andreas menilai Outlook 2022 Jawa Timur cukup menjanjikan. Mengingat daerah ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah timur, sehingga ketika harga komoditas meningkat dan perdagangan antar kawasan wilayah juga berpusat di Jawa Timur, juga ekspor yang juga meningkat. Seiring berkembanganya hal tersebut, tidak menuntut kemungkinan Jawa Timur dapat mencapai outlook 2022 ke depannya.
Namun, kendala yang mungkin dihadapi di depan mata saat ini adalah Varian Covid-19 Omicron yang sudah terdeteksi di Indonesia yang mungkin saja dapat menghambat pertumbuhan dan geliat ekonomi. Menurut Andreas, mitigasi risiko yang memang belum dibahas dalam pertemuan tersebut, karean ketidakhadiran gubernur atau wakil gubernur dalam pertemuan dengan Komisi XI DPR RI.
“Karena itu kita menekankan pentingnya kehadiran dalam hal ini kalau tidak gubernur atau wakil gubernur atau sekretaris daerah. Kalau hanya kepala biro, kan bukan pengambil kebijakan. Ini yang tadi menjadi penekanan bagi kita di Komisi XI DPR RI,” tutupnya.
Santoso-Redaksi