Teropongindonesianews.com
Jakarta, – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mendorong pemerintah agar memberikan ruang bagi agenda literasi keuangan ke dalam kurikulum pendidikan nasional, khususnya di tingkat sekolah Menengah Atas (SMA).
Hal ini disampaikan Sultan menyusul maraknya terjadi kasus kejahatan keuangan dengan berbagai modus di banyak daerah, dengan nilai yang sangat besar.
“Negara tidak boleh abai terhadap kejahatan sistematis yang secara masif merugikan rakyatnya. Kejahatan keuangan adalah bagian dari praktek korupsi yang juga harus didefinisikan sebagai Extra ordinary crime”, tegas Sultan melalui keterangan resminya pada Rabu (02/02).
Kesenjangan Literasi keuangan, menurut Sultan, adalah sumber masalah penipuan investasi keuangan masyarakat paling serius yang harus segera diatasi secara sistematis sejak dini. Sehingga kami berpendapat bahwa agenda peningkatan literasi keuangan harus memiliki tempat dalam kurikulum pendidikan nasional.
“Data OJK menunjukkan bahwa 60 an persen masyarakat Indonesia saat ini yang terlibat dalam bisnis investasi di banyak platform industri keuangan digital adalah millenial. Di saat yang sama data kasus kejahatan keuangan pun semakin meningkat”, ungkap mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.
Artinya, dampak dari rendahnya kualitas literasi keuangan masyarakat khususnya Millenial adalah penting untuk dicegah secara edukatif. Ini penting untuk diperhatikan oleh pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait, khususnya kementerian pendidikan dan OJK.
“Pemerintah jangan hanya berupaya meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, sementara di sisi lain mengabaikan potensi penipuan dan tergerusnya keuangan masyarakat akibat melibatkan diri dalam bisnis investasi yang tidak bertanggungjawab”, kata Sultan.
Selanjut, pimpinan DPD RI yang juga merupakan anggota Komite IV DPD RI itu menjelaskan bahwa, manfaat literasi keuangan dari sisi makro-ekonomi juga sangat penting, dikarenakan semakin tinggi tingkat literasi keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat yang akan menggunakan produk dan jasa keuangan.
“Konsekuensinya adalah semakin tinggi juga potensi transaksi yang terjadi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun menciptakan pemerataan pendapatan dan keadilan”, urai Senator muda asal Bengkulu itu.
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu pun mengingatkan bahwa saat ini banyak sekali praktek kejahatan berkedok investasi penghimpunan dana dalam bentuk medium term note/short term borrowing/ringkasan perjanjian utang dan simpanan berjangka tanpa izin dari OJK.
“Kerugiannya yang dirasakan masyarakat tentu tidak sedikit, Sudah Triliunan rupiah. Oleh karenanya kami menyarankan masyarakat Indonesia untuk berhati-hati dan tidak tergoda untuk berinvestasi pada lembaga keuangan yang tidak legal dan menawarkan keuntungan yang tidak logis”, tutupnya.
Santoso-Redaksi