Teropongindonesianews.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rapat koordinasi (Rakor) dan sosialisasi pembentukan desa antikorupsi untuk Tahun Anggaran (TA) 2023, Selasa (18/10). Kegiatan yang diselenggarakan di JS Luwansa Hotel and Convention Centre, Jakarta, diikuti oleh kurang lebih 123 peserta dari pejabat di 22 Pemerintah Provinsi (Pemprov) di Indonesia.
Dalam sambutannya Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pembentukan desa antikorupsi dilakukan untuk memberikan peran desa yang strategis dan sentral dalam pembangunan di daerah. Terlebih, pada terselenggaranya urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Pemerintahan Indonesia.
“Sesuai Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dengan adanya desa antikorupsi, pembangunan di desa akan berjalan dengan optimal, pertumbuhan ekonomi masyarakat beranjak naik, dan kualitas pendidikan masyarakat desa akan meningkat sesuai perencanaan desa. Oleh karenanya, guna menyampaikan nilai-nilai antikorupsi hingga tingkat desa, maka diperlukan kegiatan yang bersifat masif dan dapat diikuti oleh seluruh desa di Indonesia,” kata Firli.
Melalui kegiatan ini, KPK berharap bisa dijadikan inspirasi bagi desa-desa lainnya untuk berperilaku antikorupsi mulai dari lingkungan desa. Jika hal tersebut bisa diterapkan, maka budaya antikorupsi akan lahir mulai dari masyarakat desa dan terus menyebar hingga ke tingkat pemerintah.
“Keberadaan desa antikorupsi ini, tidak hanya sebatas pada pemenuhan dokumen atau indikator, tapi lebih pada semangat antikorupsi dan menjaga integritas. Hal ini perlu dilakukan, karena berdasarkan data KPK, korupsi yang melibatkan aparat desa menempati posisi ketiga korupsi terbanyak, dimana ada 601 desa yang tersangkut dalam praktik tindak pidana korupsi,” ungkap Firli.
Lebih lanjut Firli menjelaskan, dengan pemahaman antikorupsi diharapkan dapat terbentuk budaya antikorupsi di tingkat desa. Selain itu, bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa mulai dari pelayanan, pembangunan, hingga prioritas penggunaan dana desa.
Untuk itu, KPK melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat pada Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat mengadakan sosialisasi pembentukan percontohan desa antikorupsi di Indonesia. Adapun pesertanya, terdiri dari Sekretaris Daerah, Inspektur, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dari 22 Provinsi, serta Inspektur Kabupaten yang desanya diusulkan Provinsi untuk menjadi percontohan Desa Antikorupsi.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana juga menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya pada tahun 2021, KPK sudah mencoba membuat pilot project pada satu desa yaitu Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagai percontohan desa antikorupsi pertama.
“Pada Tahun 2022 ini, KPK mencoba mengembangkan kepada 10 desa yang berada di 10 provinsi Indonesia. Program ini sedang berjalan, dan pada bulan November atau Desember ialah hasil akhir dari penilaian terhadap 10 desa yang akan terpilih menjadi desa percontohan antikorupsi di Tahun 2022,” kata Wawan.
Kemudian, Wawan juga mengungkapkan, pada Tahun 2023 mendatang KPK ingin menyelesaikan seluruh provinsi di Indonesia agar bisa memiliki satu desa percontohan antikorupsi. Oleh karenanya, kegiatan ini KPK lakukan untuk menghadirkan salah satu desa percontohan antikorupsi pada setiap provinsi di Indonesia.
“Oleh sebab itu, pada kesempatan ini KPK mengundang 22 provinsi yang akan mengajukan salah satu desanya menjadi desa percontohan antikorupsi pada Tahun 2023 mendatang. Sebagaimana diketahui, anggaran dari pemerintah pusat sejak 2015 sampai dengan 2022, ada kurang lebih Rp. 470 triliun yang sudah digelontorkan kepada pemerintah daerah,” ungkap Wawan.
Untuk itu, KPK berharap jika anggaran yang sangat besar tersebut bisa semakin mensejahterakan masyarakat, memakmurkan masyarakat yang ada di pedesaan. Termasuk di dalamnya, meningkatkan daya beli, meningkatkan ekonomi masyarakat, hingga bisa mengurangi dan menghilangkan angka kemiskinan secara nasional pada Tahun 2022.
“KPK juga melihat beberapa faktor yang menjadi tantangan berat untuk kemajuan sebuah desa, mulai dari kurangnya partisipasi masyarakat desa dalam mengawasi APBDes, minimnya saluran bagi masyarakat untuk melakukan pengaduan, minimnya pemahaman aparat desa terkait gratifikasi, serta semakin hilangnya budaya lokal dan hukum adat yang berada di desa,” jelas Wawan.
Situasi dan kondisi yang demikian, menunjukkan perilaku korupsi sudah merambah sampai ke desa yang merupakan sistem pemerintahan terkecil. Tentu, hal tersebut memprihatinkan dan memerlukan adanya upaya bersama dalam pemberantasan korupsi secara signifikan, konsisten, dan berkesinambungan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kuswidjanto Sudjadi juga menyampaikan, untuk mengatasi perilaku korupsi harus membutuhkan integritas yang kuat dibarengi dengan komitmen dan konsistensi atas godaan tindak pidana korupsi.
“Makanya kegiatan ini dilakukan, karena masyarakat perkotaan lebih antikorupsi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Pembangunan budaya antikorupsi melalui pemberdayaan program desa antikorupsi untuk mewujudkan desa yang bebas korupsi,” kata Kumbul.
Santoso/Redaksi