SOLIDITAS, TOLERAN DAN PARTISIPATIF

Teropongindonesianews.com

PEREKAT KEBERAGAMAN DAN KEKELUARGAAN LINTAS AGAMA DALAM PROSESI HANTARAN MAHAR HINGGA RESEPSI DALAM AKAD NIKAH IBRAHIM DAN FIRDA HADIPURNAMA 

   

Oleh

Dionisius Ngeta, 

Warga RT 018/RW 005 Kelurahan Wuring, Alok Barat, Sikka

Warga masyarakat  RT 018 / RW 005 Kelurahan Wuring, Kecamatan Alok Barat atau masyarakat Sikka pada umumnya adalah masyarakat dengan beragam etnis, budaya, suku dan agama. Keberagaman  itu adalah kekuatan. Pluralitas etnis, budaya suku dan agama adalah kekayaan. Dan pluralitas itu adalah takdir nan indah dari Allah untuk senantiasa dijaga. Kekuatan dan kekayaan itu digunakan untuk membangun kebersamaan yang lebih solid dan harmonis. Soliditas, toleran, solider dan partisipatif  antar warga lintas agama dan budaya adalah balutan yang mempererat keberagaman, persatuan dan kesatuan di tengah pluralitas warga.

 

Karena itu sikap toleransi, partisipasi dan kolaborasi dalam menjalankan ritual keagamaan, adat istiadat atau setiap hajatan warga masyarakat adalah keniscayaan bagi warga di RT 018/RW 005 tersebut. Toleransi, partisipasi dan kerja sama di tengah perbedaan etnis, suku, budaya dan agama merupakan balutan yang merekatkan kebersamaan dan menguatkan keyakinan  mereka tentang spirit kebersamaan itu. Bahwa dengan bersama-sama, hal-hal yang merupakan tantangan dan kesulitan bisa menjadi mudah dan ringan dikerjakan. Kebersamaan dan kekeluarga memungkinkan spirit toleransi, soliditas dan kolaborasi menjadi nyata, tidak sekedar slogan. 

Dalam balutan toleransi – partisipasi dan dengan bersemangatkan kebersamaan dan kekeluargaan, maka prosesi hantaran mahar, rangkaian ritual adat pra nikah, Akad Nikah, dan resepsi nikah anak satu keluarga (Muzakir Pidje) di RT 018 terlaksana dengan meriah, hikmat dan aman. “Semua warga di RT ini, RT 018, RW 005 bahkan RT dan RW tetangga ambil bagian dalam hajatan hantaran mahar pra nikah bahkan terlibat dalam seluruh rangkaian hantaran mahar, acara adat, akad nikah hingga resepsi nikah anak Firda Hadipurnama, putri Sulung Bapak Muzakir Pidje yang dilangsungkan di pelataran kantor Lurah Wuring, 06 Oktober 2022. Ini adalah bentuk dan ekspresi kekeluargaan, soliditas dan solidaritas lintas etnis, suku, agama dan budaya”, demikian ketua RT 018, Supto Adi.

Warga masyarakat RT 018, RW 005 Kelurahan Wuring terdiri dari 27 Kepala keluarga. Ada empat (4) KK beragama muslim dan beretnis Bajo-Bugis dan Nagi Larantuka/Adonara. Selebihnya beragama Katolik dan mereka datang dari berbagai etnis/suku. Ada etnis Sikka Krowe, Lio, Ende, Nagekeo dan lain-lain. Warga RT 018 berjumlah …jiwa.  Keberagaman etnis, budaya dan keagamaan dijadikan kekuatan dan kekayaan bahkan adalah sebuah keindahan untuk senantiasa dijaga dan dilestarikan demi terwujudnya  persatuan dan kesatuan. “Kami di RT 018 dari mana-mana. Tapi kami kompak dan kerja sama, maka kami kuat, kami bisa”, demikian mama Ance, salah seorang penari tarian Hegong saat menjemput keluarga laki-laki saat Hantaran Mahar.  

Ada saja nuansa dan suasana kebersamaan yang diciptakan untuk membangun sikap toleran, soliditas dan solidaritas antar warga di RT 018. Misalnya  piknik bersama pada setiap hari raya keagamaan seperti hari raya Lebaran dan Natal-Tahun baru, atau ambil bagian dan bekerja sama mempersiapkan perayaan hari-hari raya tersebut. Atau ambil bagian dan kerja bersama dalam hajatan keluarga misalnya pernikahan dan lain-lain, seperti yang dilakukan pada saat prosesi hantaran mahar, akad nikah dan resepsi nikah Firda Hadipurnama dan Ibrahim. 

“Suasana kebersamaan lintas agama, etnis dan budaya dalam kepanitiaan acara prosesi hantaran mahar, akad nikah dan resepsi nikah anak Firda Hadipurnama dan Ibrahim mengindikasikan sikap toleran, soliditas dan solidaritas warga masyarakat. Ini adalah sebuah keindahan, kekuatan dan kekayaan untuk terus dijaga. Partisipasi ini bukan dalam hajatan ini saja. Beban dan tantangan serta kesulitan akan makin ringan justeru dalam kebersamaan. Soliditas dan sikap toleran justeru akan terus terbina dan terjaga dalam suasana kebersamaan,” demikian ketua pelaksana acara resepsi nikah Yos Kerong, yang juga adalah ketua LPM Kelurahan Wuring dalam sebuah obrolan.

Sikap dan perilaku solider, toleran dan partisipatif terhadap keberagamanan masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan serta mencegah proses perpecahan dalam masyarakat, bangsa dan negara. Setiap individu hendaknya mengaplikasikan perilaku solider, toleran dan partisipatif selain mengamplifikasikannya di tengah keberagaman suku, agama ras, budaya dan antar golongan. 

Dan hal-hal itu telah dilakukan oleh warga di RT 018/RW 005 atau warga kelurahan Wuring pada umumnya lakukan. “Hal-hal kecil dan sederhana yang dilakukan oleh warga RT 018 RW 005 ini merupakan aplikasi sekaligus amplifikasi spirit kebangsaan kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Kita boleh berbeda-beda dalam keyakinan dan kepercayaan, etnis, suku, ras dan budaya tapi tetap satu dan sama sebagai sebuah bangsa, bangsa Indonesia. Perbedaan itu bukan kehendak kita tapi takdir Allah”, demikian kurang lebih sambutan bapak Abdulah, ketua umum panitia akad dan resepsi nikah Firda Hadipurna dan Ibrahim.

Balutan toleransi dan partisipasi di tengah keberagaman akan menjadi lebih kuat dan permanen jika semangat kekeluargaan terus dipertahankan. Sifat kekeluargaan yang menurun akan mengubah seseorang menjadi individualistis. Pengambilan bagian warga RT 018/RW 005 kelurahan Wuring dalam seluruh rangkain acara hantaran mahar hingga resepsi nikah seperti penjemputan keluarga pengantin laki-laki dengan tarian Hegong dan musik Gong Waning, atau keluarga-keluarga/muda-mudi Katolik terlibat dalam seksi konsumsi, penerima tamu, pelayan, keamanan, juru parkir dan lain-lain adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat kekeluargaan dan soliditas di tengah keberagaman warga. 

Salah satu tantangan/hambatan toleransi dan partisipasi adalah sikap individualistis selain fanatisme agama yang berlebihan. Cinta pada agama memang penting tapi jika berlebihan maka  besar kemungkinan terjadi sikap menutup diri terhadap kebenaran lain dan tidak menghargai pebedaan. Karena itu toleran, partisipatif dan solider adalah balutan yang mempererat kebersamaan, memperkuat persatuan dan kesatuan di tengah kemajemukan warga masyarakat.

Dalam menuju kehidupan bermasyarakat yang modern dan beradab, sikap toleran, solider dan partisipatif mengajarkan kita untuk selalu berperilaku baik dan menerima perbedaan yang terdapat pada orang lain. Toleran, solider dan partisipatif membuat kita tidak mudah marah, memaksakan pendapat, atau menolak pendapat orang lain yang berbeda dan membuat kita makin yakin bahwa bersama kita bisa, bersatu kita mampuh, bercerai kita runtuh. “Aturan utama dalam berperilaku manusiawi adalah toleransi, mengingat kita tidak akan pernah berpikir dengan cara yang sama. Darinya kita akan bisa melihat kebenaran dari sudut pandang yang berbeda.” – Mahatma Gandhi

 

 

  • REDAKSI Teropong Indonesia News

    TEROPONG INDONESIA NEWS DI DIRIKAN SEJAK TANGGAL 22 DESEMBER 2020 oleh Wahyu dan Haji Darmo

    Related Posts

    Ketika Para Istri Mati Rasa Menghadap Biduk Dalam Rintangan Rumah Tangga

    Teropongindonesianews.com

    Way Kanan – “Sejujurnya. Aku sudah mati sejak lama ketika mereka mengirimkan foto pernikahanmu padaku. Tapi, aku berusaha baik-baik saja hingga terbiasa,” Khanza menyantap lagi makanannya. Netranya kembali mengembun, menganak hingga berjatuhan tanpa henti. Kulit mulusnya kian bersih tersapu air mata tanpa penghalang.selasa 27/08/24

    “Aku sudah memaafkanmu, bahkan sebelum kamu mengatakan itu,” Lanjutnya. Khanza mulai mengunyah, tatapan matanya setajam b3lati menembus jantungku.

    Senyumnya mengembang. Kemudian, dia menunduk lagi. Khanza mulai memperhatikan nasi dalam piringnya. Telur dadar penuh kehitaman di atas nasinya tak ia sentuh sedikitpun.

    “Lucu kan, Mas. Luka yang kuterima ternyata dibuat berulang kali oleh orang yang sama. Yaitu … suamiku sendiri,” Khanza tersenyum sumringah. Barisan giginya terlihat rapi sekali, menambah kesan manis yang indah.

    “Dan mirisnya, aku dipaksa memaafkanmu karena tak ada satupun sifatmu yang membuatku harus keukeuh pada pendirianku untuk selalu mengutukmu. Dan … ya! Kamu menang, aku memaafkanmu.” Tawanya seketika pecah. Sedangkan aku termenung melihat lepasnya tawanya.

    Kudorong segelas air kian dekat padanya. Kubiarkan istriku melepaskan segalanya. Sejenak, ia berhenti tertawa, kemudian melanjutkan makannya tanpa air mata.

    Semua air matanya sudah dikuras habis, istriku kini makan sangat lahap. Lalu, aku? Aku berlalu pergi menuju wastafel. Ku tumpahkan amukannya dengan air mataku. Kuhidupkan kran air hingga hanya isakan tangisnya dan kucuran air saja yang terdengar.

    Perlahan, aku merosot menyentuh lantai. Kutarik rambutku hingga sekepalan tangan. Khanza tak menggubris sama sekali, bahkan ketika aku bangkit, dan bersujud pada kakinya pun ia tak peduli.

    Khanza tetap lahap makan. Seakan aku ini hanyalah orang asing yang tak perlu dikenal. Kuremas kakinya dengan cinta, kucium pahanya meski iya tak mau tahu sama sekali dengan apa yang kulakukan padanya.

    Tuhan. Aku akan depresi jika seperti ini.

    “Haidar!” Suara bentakan menarik lamunanku. Air mataku kini sudah membasahi seluruh pakaian Khanza–istriku.

    “Ibu?” Mulutku menganga. Ibuku sontak menarik tanganku meminta ku bangkit.

    “Ngapain kamu sujud-sujud dikaki Khanza? Sudah tidak waras kamu?” Wajah Ibu merah padam, bersama Yuna disisinya.

    “Ada apa kalian kemari?” Mataku mengerjap. Memandang Khanza yang kini bangkit dari tempat duduknya. Makanan tadi sudah habis tak bersisa.

    “Menjemput Mas Haidar, lah. Kan, istri mudanya berada di rumah sakit tengah kontraksi akan melahirkan.” sahut Yuna santai. Sontak kuraih pergelangan tangan Khanza, tapi ditepis olehnya.

    “Oh, ya? Selamat, ya.” Khanza melenggang santai melewati ku juga ibu. Bahkan ibu nyaris terjungkal ketika Khanza enggan memilih jalan lain menuju wastafel.

    “Ayo Haidar, istrimu membutuhkanmu!” Ibu menarik tanganku.

    Khanza tengah mencuci bekas makannya dengan santai. Ketika aku melepaskan tangan Ibu, kupercepat langkahku untuk menghampirinya yang membelakangi kami.

    “Haidar!” Panggil Ibu pelan.

    Aku menepuk pundak istriku. Khanza bergeming. Tetap melanjutkan pekerjaannya.

    “Sayang.” Bisikku.

    “Ayo, Mas. Mbak Nimas sudah kesakitan lho dirumah sakit. Iya kan, Bu?” Yuna menggerutu.

    “Haidar, ayo!” Ajak Ibu menarik tanganku lagi. Sekali lagi aku menepisnya. Meminta ibu berhenti menarikku.

    “Saya nanti menyusul. Sekarang, saya ingin menemani Khanza dulu. Yuna, ajak Ibu keluar.” Titah ku. Yuna terkejut, sama dengan Ibu.

    “Apa-apaan kamu ini, Haidar? Ha! Ayo, istrimu tengah bertaruh nyawa melahirkan anakmu! Khanza belum tahu rasanya, jadi ia tak mungkin mengerti!” Hentakan Ibu berhasil menarik kemarahan Khanza. Terlihat Istriku yang spontan membanting gelas yang tengah ia bilas.

    Khanza memutar badannya menghadap kami. Terlihat kilatan amarah pada matanya yang merah.

    “Pergilah! Jangan berisik, kepalaku terasa sakit mendengar keributan tanpa ketenangan.” sahut Khanza tenang.

    “Mandul … ups!” Mataku.

    Penulis: Zainal.

    Editor: Santoso.

    Continue reading
    Sumpah dan Janji DPR:Antara Harapan dan Kenyataan(Memaknai Pelantikan Anggota DPR)

    Teropongindonesianews.com

    Bagian Pertama. Dionisius Ngeta, S. Fil
    (Asal Nangaroro Nagekeo, Staf YASBIDA Maumere)

    Berbagai media tentu akan memuat berita tentang pelantikan dan pengambilan sumpah anggota legislator periode 2024-2029. Ucapan terima kasih dan selamat beserta foto-foto mereka pun menghiasi halaman-halaman media, baik cetak maupun elektronik. Tak ketinggalan eforia kemenangan dan rasa syukur bertebaran di media sosial. Status dan foto-foto DPRD atau DPR RI terpilih dan terlantik di Face Book (FB) atau di Whats App (WA) nanti akan berseliweran dan pasti berubah. Berbagai komentar menghiasi dinding halaman status mereka.

    Saya teringat status FB salah seorang anggota DPRD Kabupaten Sikka yang terpilih lagi dan dilantik menjadi anggota legislator pada periode 2019-2024. Setelah pelantikan, ia mengunggah gambar dan mengubah status pada halaman FB-nya. Dengan foto seorang mama sedang memeluknya, sang legislator tersebut menulis pada dinding status FB-nya demikian: “Pesan mama ini padaku…jika engkau semakin menaiki tangga sampai di puncaknya, maka engkau akan menatap semua hal lebih luas dan tidak hanya pada perut anda…”. Lalu dilanjutkan dengan ucapan: “Selamat malam buat sahabat yang menaiki tangga”. (E K Y, 25/08/2019, pkl11.19 PM).

    Sebagai legislator terlantik dan telah atau akan mengambil sumpah, ekspresi rasa syukur dalam berbagai bentuk dan cara tentu sah-sah saja. Tapi jangan lupa, di atas pundak Anda tertumpuk sejumlah harapan dan seberkas pesan. Basis dan konstituen Anda, atau rakyat pada umumnya tentu memiliki banyak harapan dan pesan, sebagaimana salah satu di antaranya adalah pesan seorang mama di atas.

    Ketika dilantik dan mengambil sumpah, sesungguhnya anggota DPR/DPRD sudah sah memegang mandat rakyat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Ia sudah berada di “tangga” yang diberikan rakyat sebagai pemilik mandat dan kedaulatan itu, terlepas apakah sudah melewati 2, 3 atau 4 “tangga” alias 2, 3 atau 4 periode ataupun baru mulai menginjakan kakinya di tangga pertama sebagai seorang legislator.

    Sebagai legislator terpilih dan terlantik, DPR RI/DPRD mendapatkan hak-hak dan tunjangan-tunjangan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan selain tiga tugas penting yang harus diemban (legislasi, budgedting dan pengawasan), termasuk menunaikan janji-janji yang telah disampaikan ke ruang publik saat kampanye. DPR RI/DPRD memiliki hak untuk menatap secara lebih luas dan berbicara secara lebih mendalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakyat seperti yang disumpahkan, lalu mendiskusikannya dengan pihak eksekutif untuk menemukan solusi dan mengawalnya untuk dieksekusi.

    DPR/DPRD diharapkan tidak hanya menatap ke dalam dirinya sendiri atau mengutamakan kepentingan perut dan partainya (demikian pesan mama di atas) tetapi kepentingan yang lebih luas, menyangkut rakyat banyak harus ditempatkan di atas segala kepentingan. Tapi apakah harapan dari eksistensi para legislator ketika berada di tangga dan lembaga terhormat sungguh demikian? Apakah harapan itu akan menjadi sebuah kenyataan ketika mereka berada di sana?

    Seluruh anggota DPR RI / DPRD terpilih dan terlantik sesungguhnya adalah petugas “hak guna kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, mereka sejatinya terus mengemban tugas kerakyatan dengan senantiasa merakyat. Setiap keputusan yang fundamental untuk kepentingan rakyat mesti berkonsultasi dengan rakyat sebagai pemilik/pemegang “hak milik kedaulatan itu.

    Yang menarik bahwa sebelum menginjakan kaki pada tangga rumah dan lembaga terhormat dan sebelum memulai tugas dan karya mereka, para anggota dewan tersebut diadakan pengambilan sumpah sesuai dengan agama dan keyakinan mereka. Sebuah ritual yang mestinya dimaknai tidak hanya sekedar formalitas belaka atau tata cara formal menjadi seorang dewan terhormat.

    Tanggungjawab moral kepada Tuhan sebagai seorang religius yang kepadaNya anggota dewan tersebut bersumpah dan kepada rakyat atas hal-hal yang disumpahkan dan atau yang dijanjikan sebelumnya sedang ditunggu realisasinya. Keadaban sebagai seorang yang beriman dan sebagai seorang wakil rakyat terhormat dan bermoral sedang diuji. Apakah sumpah hanya sekedar diucapkan di bibir saja dan tak akan pernah membuahkan hasil sebagaimana yang diharapankan masyarakat? Apakah janji hanya sekedar disampaikan dan hanya tinggal janji yang tak akan pernah menjadi kenyataan?

    Tetapi ketika seorang legislator mampu melaksanakan sumpah dalam tindakan dan merealisasikan janji dengan kenyataan, maka dia adalah seorang beriman dan beradab. “Iman tanpa perbuatan adalah mati, demikian Rasul St. Yakobus. Masyarakat tentu masih memiliki harapan walaupun sering mengalami kenyataan yang berbeda. Mereka masih berkeyakinan bahwa DPR/DPRD memiliki keterikatan, tanggungjawab dan integritas moral serta dapat diandalkan ketika mengucapkan sumpah dan melontarkan janji-janji kepada masyarakat sebelum pelantikan.

    Sumpah adalah sakral dan suci

    Anggota DPR RI/DPR memulai tugas dan karyanya dengan bersumpah. Sumpah kepada Sang Pengatur dan Penyelengara segala kehidupan termasuk jalan sempit penuh liku anggota DPR tersebut. Anggota DPR tidak bersumpah kepada atau atas nama pimpinan dan rakyat. Tetapi bersumpah kepada Allah dan demi Allah yang adalah suci mereka mengucapkan sumpah itu, dengan mengangkat dua jari dan meletakan tangan di atas Kitab Suci, Sabda Allah yang suci, masing-masing mereka bersumpah.

    Itu berarti selain sakral, sumpah itu suci. Karena kepada Allah sumpah itu diugkapkan dan demi Allah sumpah itu diucapkan. Karena itu menghayati dan melaksanakan apa yang disumpahkan merupakan kewajiban moral seseorang sebagai perwujudan pertanggungjawaban imannya kepada Allah, di mana kepada Dia dan demiNya ia bersumpah. “Demi Allah saya bersumpah”, demikian formula permulaan sumpah itu.

    Dalam Kitab Hukum Kanonik, sumpah, yakni menyerukan Nama Ilahi sebagai saksi kebenaran, tidak dapat diberikan, kecuali dalam kebenaran, penilaian dan keadilan (Kan, 1199,ayat 1). Yang dengan bebas bersumpah bahwa akan berbuat sesuatu, berdasarkan keutamaan religi, terikat kewajiban khusus untuk melaksanakan apa yang diperkokoh dengan sumpahnya (Kan, 1200, ayat 1).

    Untuk itu sumpah yang diucapkan kepada Allah dan demi Allah seseorang bersumpah, sesungguhnya mempertaruhkan kehormatan, kesetiaan, kebenaran dan wewenang Allah. Maka kepatuhan untuk melaksanakan sumpah itu merupakan keniscayaan tanpa syarat. Dan sebaliknya, siapa yang tidak patuh atau lalai mematuhinya, berarti menyalahgunakan nama Allah dan seolah-olah menyatakan Allah seorang pendusta. “Demi Allah saya bersumpah…, itu berarti memanggil Allah menjadi saksi atas hal-hal yang diucapkan.

    Allah sebagai Kebenaran Ilahi dilibatkan agar Dia menjamin kejujuran orang yang bersumpah. Karena itu kelalaian, ketidakpatuhan atau pelanggaran terhadap sumpah merupakan suatu kekurangan besar dalam sikap hormat terhadap Allah, yang adalah Tuhan atas setiap kata yang diucapkan. Pertanyaan kita, apakah DPR patuh dan setia melaksanakan sumpah yang diucapkan sebagai pertanggungjawaban iman dan moralnya kepada Allah?

    Dengan kesadaran iman dan moral bahwa sumpah adalah pertaruhan kehormatan dan kebenaran Allah selain pertanggungjawaban iman dan keadaban seorang legislator yang bersumpah, maka menggelorakan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan adalah keniscayaan sebagai bukti pertanggungjawaban iman kepada Allah sebagimana bunyi formula yang disumpahkan itu. Menghayati dan melaksanakan hal-hal yang disumpahkan sama nilainya dengan menjaga keluhuran martabat dan kesakralan sumpah yakni kehormatan dan kebenaran Allah yang telah dilibatkan untuk menjamin kejujuran orang yang bersumpah.

    Pewarta: Yohanis Don Bosco.

    Editor: Santoso.

    Continue reading

    Tinggalkan Balasan

    You Missed

    Dukungan Penuh Paket “Humanis” untuk Maksi – Ronal di Pilkada Manggarai

    Dukungan Penuh Paket “Humanis” untuk Maksi – Ronal di Pilkada Manggarai

    Begini Alasan Humanis Memberi Dukungan Penuh ke Maksi – Ronal di Hari Bahagia

    Begini Alasan Humanis Memberi Dukungan Penuh ke Maksi – Ronal di Hari Bahagia

    Diduga Akan Tawuran Petugas Polisi Subang Amankan Sajam dan Belasan Pelajar, ini Kronologisnya

    Diduga Akan Tawuran Petugas Polisi Subang Amankan Sajam dan Belasan Pelajar, ini Kronologisnya

    Ketua Lsm GMBI Distrik Way Kanan Wilter Lampung Mengecam KerasAdanya Dugaan Penganiayaan Yang Dilakukan Ileh Anak Didik Pondok Pesantren AN NUR

    Ketua Lsm GMBI Distrik Way Kanan Wilter Lampung Mengecam KerasAdanya Dugaan Penganiayaan Yang Dilakukan Ileh Anak Didik Pondok Pesantren AN NUR

    Realisasi Dana Desa Tahun 2023 di Pekon Pandansari Selatan,Terealisasi Sepenuhnya

    Realisasi Dana Desa Tahun 2023 di Pekon Pandansari Selatan,Terealisasi Sepenuhnya

    Resmi Ber-KTA PDI-P, Kornelis Dola Siap Bawa Gerbongnya Menangkan Hery-Fabi

    Resmi Ber-KTA PDI-P, Kornelis Dola Siap Bawa Gerbongnya Menangkan Hery-Fabi