
Teropongindonesianews.com
Dionisius Ngeta, S. Fil(Putra Nangaroro-Nagekeo, Tinggal Di Maumere)Dionisius Ngeta, S. Fil
Bagian Kedua:
Blusukan ke daerah-daerah.
Kata “blusukan” menjadi populer di tangan Jokowi. Pemikiran-pemikirannya sederhana tapi efektif dan membumi. Ia irit bicara tapi banyak kerja dan blusukan. Jokowi adalah tokoh pembaharu. Ia dicintai rakyat dan dinilai hebat oleh media nasional dan asing karena merakyat dan pelayanannya sebagai pemimpin. Dalam waktu singkat Majalah bergengsi dunia, Fortune memilih Jokowi menduduki renking 37, Pemimpin Terhebat di Dunia (The Greatest World Leader’s), bahkan mengalahkan Obama, presiden Amerika Serikat. Tak ada tokoh sehebat dia saat ini di Indonesia. Coba cek di Fortune, The New York Times, The Economist, media-media terbesar dunia!
“Blusukan” adalah strategi Jokowi agar aspirasi, permasalahan dan kebutuhan rakyat diakomodir. Jokowi sadar bahwa keberadaannya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kemampuan menggerakkan orang lain secara sukarela, tanpa dibayar, tanpa dipaksa hanya karena masyarakat percaya kepadanya dan Jokowi dekat dengan mereka. Blusukan adalah juga cara Jokowi membangun kepercayaan dan kedekatan emosional dengan masyarakat. Jokowi sadar bahwa dia adalah pelayan masyarakat. Dia harus ada bersama masyarakat yang memilihnya. Jokowi adalah kita, Jokowi mereka.
Jokowi lahir dan dibesarkan dari keluarga sederhana dan biasa-biasa saja. Ia mengalami kehidupan sebagai anak dari keluarga pas-pasan. Jokowi sungguh merasakan suka duka sebagai anak dari rakyat biasa sebagaimana kebanyakan kita. Karena itu blusukan sesungguhnya hal yang biasa baginya untuk dilakukan karena kesadaran bahwa dirinya tidak jauh berbeda dengan kebanyakan masyarakat Indonesia.
Ketika Jokowi ingin menjadi Gubernur DKI, pertarungan ibarat “Daut” dan “Goliat”. Tapi Goliat terjungkal. Jokowi menang telak. Semua pada kaget. Orang “miskin” harta, penampilan apa adanya, “kurus”, tidak punya pengalaman di Jakarta, belum mengenal Jakarta, tapi bisa menang. Mengapa?
Karena rakyat yang memenangkannya. Rakyat tahu dan yakin bahwa Jokowi pemimpin berkarakter baik dan sederhana. Jokowi adalah mereka. Rakyat butuh pemimpin sederhana, dekat dan merakyat, pemimpin berkarakter. Bukan yang punya banyak duit dan merasa punya “pengalaman” alias pencitraan bohong-bohongan.
Jokowi pelaksana mandat dan pelayan masyarakat
Kerendahan hati, ketulusan bekerja dan terus bekerja, tidak melawan kekerasan dengan kekerasan, bukan saja senjata Jokowi dalam menghadapi tantangan dan ladeni para oposisi. Tetapi juga karena kesadaran keberadaannya sebagai pemegang mandat dan pelayan masyarakat serta petugas partai yang mengutusnya. Jokowi bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa selain pelayan dan karena rakyat. Eksistensinya terberi. Kekuasaan dan hak-hak yang diperoleh Jokowi adalah dari, oleh dan untuk kita masyarakat Indonesia. Jadi Jokowi adalah kita.
Ketika menjadi RI 1 bersama Jusuf Kala dan K.H M’aruf Amin, Jokowi tidak berubah. Gaya Jokowi tetap seperti dahulu ketika sebagai wali kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta. Posisi dan jabatan tidak mengubah sikap, gaya hidup dan kepemimpinannya. Blusukan ke daerah-daerah tetap dilakukannya. Jokowi sadar bahwa dia dimandatkan bukan untuk tinggal di Istana Negara. Jabatan dan kekuasaan sementara yang diberikan oleh rakyat Indonesia bukan untuk senang-senang. Bagi Jokowi, jabatan adalah amanah dan mandat yang diberikan. Karena itu dengan sekuat tenaga ia berpikir dan bekerja untuk kepentingan masyarakat. Untuk itu dia pernah mengatakan pada salah satu kesempatan bahwa menjadi Presiden adalah orang yang siap menjadi rambut putih karena berpikir untuk rakyat dan dahi keriput karena bekerja tiada henti untuk kepentingan masyarakat.
Kesadaran akan hal ini menjadikan Jokowi tetap rendah hati dan menempatkan dirinya sebagai pelayan untuk kepentingan rakyat. Jokowi sadar bahwa ia hanyalah perpanjangan tangan masyarakat dan petugas partai yang bekerja dan melayani kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu filosofi Kerja, Kerja dan Kerja menjadi roh yang menjiwai seluruh karya pelayanannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Keseringan mengunjungi rakyat di berbagai daerah dari Sabang sampai Marauke, dari pulau Rote sampai Sangihe Talaud (blusukan) merupakan bukti bahwa Jokowi pelaksana mandate rakyat. Ia hadir karena, oleh dan untuk semua rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia ada di pikiran dan hatinya. Semua dirangkulnya. Semua diperhatikan. Semua dikunjunginya.
Jokowi adalah kita telah nyata dalam kiprahnya sejak menjadi kepala daerah hingga Presiden Indonesia periode kedua. Menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya dan menjalankan pemerintahan yang bersih dan berwibawa menjadikan Jokowi disegani. Kerja, kerja, kerja dengan ketegasan sikap dan terobosan untuk hal yang mendasar bagi kepentingan masyarakat adalah spirit kepemimpinannya. Tetap optimis kendati dihardik berbagai masalah dalam negara maupun global adalah tanda bahwa dia adalah pemimpin penuh optimis. Mengemban jabatan, tugas dan kekuasaan yang diberikan sebagai amanah dan sesuai dengan kehendak masyarakat Indonesia menjadikan Jokowi tetap terhormat.
Jadi, kita adalah Jokowi merupakan sebuah kesimpulan bahwa kepentingan bangsa dan negara, kepentingan rakyat Indonesia diakomodir dan ditempatkan di atas segala kepentingan dalam kepemimpinannya. Tak kenal lelah dan terus bekerja untuk masyarakat adalah kesadaran akan jabatannya sebagai pelayan dan amanah. Kesederhanaan dan kesahajaan kepemimpinannya menjadikan Jokowi adalah kita dan kita adalah Jokowi.
Kesadaran akan eksistensi, kekuasaan dan hak-hak yang dimilikinya adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadikan Jokowi sebagai pelaksana mandat tetap biasa-biasa saja dalam penampilan dan selalu merakyat. Jokowi adalah salah satu pemimpin dunia yang memiliki kemampuan memberdayakan dan menginspirasi banyak orang dengan spirit irit bicara, banyak berkerja (kerja, kerja, kerja) dan sederhana dalam hidupnya. “Jika tindakanmu menginspirasi orang lain untuk lebih banyak bermimpi, belajar lebih banyak, berbuat lebih banyak, dan menjadi lebih baik, berarti kamu adalah seorang pemimpin.” John Quincy Adams. “Pemimpin menjadi hebat bukan karena kekuatannya, tetapi karena kemampuannya untuk memberdayakan orang lain”, John Maxwell.