Teropongindonesianews.com
BORONG – Pemuda desa Colol Menolak Festival Kopi Colol, yang akan di selenggarakan di desa Ulu Wae, kecamatan Lamba Leda Timur, kabupaten Manggarai Timur, NTT.Senin,12/06/2023
Kepada media Teropong Indonesia News Rabu 07 Juni 2023, Aktivis jebolan kampus UBK (universitas Bung Karno) bung Gesri, menilai festival kopi Colol ini tidak ada urgensinya untuk masyarakat Colol, festival ini dipaksakan untuk berjalan, walaupun tidak melibatkan partisipasi masyarakat Petani Kopi Colol. Gesri minilai festival ini punya kepentingan untuk menghabiskan anggaran dan untuk kepentingan politik Bupati Manggarai timur bahwa seolah-olah dia memperhatikan Petani Kopi Colol.
Tata Kelola Desa Wisata Colol yang Rusak, Desa wisata Colol ditetapkan sebagai salah satu destinasi Desa Wisata Kopi Colol oleh pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.
“Sejak Penetapan Desa Wisata Kopi Colol sampai sekarang sama sekali tidak di dukung dan diimbangi dengan pembangunan sumber daya manusia, pendidikan, infrastruktur dan sarana penunjang desa wisata lainnya” ungkap Gesri
Lanjut Gesri mengungkapkan, Kurangnya fasilitas penunjang yang ada di tempat wisata, dapat berdampak pada sepinya pengunjung. Fasilitas pariwisata ini sangat penting, inilah yang nantinya dapat mendukung terciptanya kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan bagi para wisatawan saat mengunjungi destinasi Wisata Kopi Colol.
Kemudian ia menjelaskan, desa wisata betul merupakan salah satu aspek penting yang menunjang perekonomian, oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan yang serius kearah yang lebih baik adalah dengan menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism).
“Konsep Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism), merupakan konsep pengembangan pariwisata dengan memperhitungkan dan memperhatikan keseluruhan dampak ekonomi, sosial, serta lingkungan untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang. Maka dari itu, membangun fasilitas penunjang di desa wisata menjadi salah satu usaha untuk mengembangkan wisata” beber Gesri
Faktanya desa Wisata Kopi Colol tidak memiliki fasilitas umum yang lengkap, sehingga sangat sulit untuk bicara perkembangan desa Wisata Kopi Colol kedepanya. Bahkan desa wisata dan fasilitasnya sangat minim, tidak terawat dan dibiarkan rusak dan kotor begitu saja.
“Siapa yang bisa menjamin keselamatan dan kenyamanan wisatawan ketika berkunjung ke Desa Wisata Kopi Colol ? Jangan heran ketika kamu ke Colol, Colol tidak punya toilet umum, Colol tidak punya tempat pembuangan sampah umum, Colol tidak punya rumah hunian yang layak untuk wisatawan dan Colol belum siap jadi desa wisata karena kamu tidak akan memperoleh akses kemudahan, kenyamanan, dan keamanan di Colol” beber Gesri
Ada beberapa kajian dan dasar penolakan dari kami selaku pemuda desa Colol.
1. Festival Kopi Lembah Colol Untuk Siapa?
Masyarakat Colol dicap sebagai pembabat hutan ketika membuka lahan untuk pertanian kopi, dianggap telah menebang hutan secara liar tanpa menghiraukan peraturan. Anggapan ini bermula dari tahun 2004 sampai sekarang, karena status hak ulayat tanah masyarakat adat dengan negara sampai sekarang tidak mendapat titik kejelasan.
Oleh karena itu yang paling penting menurut hemat saya adalah menyelesaikan persoalan mengenai status hak ulayat masyarakat adat Colol.
Petani kopi Colol, kopinya mendunia tetapi petani kopi tidak menerima banyak uang dari hasil kopinya, selain karena harga tidak menentu, hasil panen juga tidak menentu.
Kalaupun kopinya dijual itupun dibeli oleh pedagang kopi yang biasa dikenal sebagai tengkulak. Kopinya dibeli tengkulak dengan harga murah dari petani kopi dan dijualnya dengan harga berlipat ganda.
Gambaran kesenjangan sosial diatas yang dirasakan oleh Petani kopi Colol seharusnya bisa diselesaikan secepat mungkin oleh pemerintah daripada kita menghabiskan energi positif kita untuk mendukung kegiatan festival yang hanya menguntungkan pebisnis kopi dan kelompok tertentu.
Kampanye platfrom digital mengenai Festival Kopi Lembah Colol memang sangat menarik, misalnya disampaikan oleh pemerintah Festival Kopi Colol melibatkan semua masyarakat? Mentalitas kampanye platfrom digital yang disampaikan oleh pemerintah sangat bertentangan dengan kebenaran. Masyarakat sama sekali tidak dilibatkan (minim partisipasi). Masyarakat Colol hanya dijadikan objek tidak dilibatkan dan dianggap peran serta keberadaanya.
Masyarakat Colol kebanyakan memilih untuk diam karena tidak mengerti apa maksud dan tujuan Festival Kopi Lembah Colol ? Cara berpikir dan bertindaknya pemerintah sudah bertentangan dengan kebenaran dan tidak mengikuti jalan kebaikan.
Sehingga Festival Kopi Lembah Colol yang dibuat oleh pemerintah hanya menguntungkan sekelompok orang, baik dari kalangan pengusaha kopi dan kelompok pebisnis tertentu. Hemat saya kita sebagai masyarakat harus segera mengoreksi pemerintah yang melakukan penyimpangan agar kesalahan yang dibuat tidak tumbuh menjadi serius.
2. Kebijakan Diskriminatif
Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan sesama warga negara yang tidak didasarkan pada keadilan. Salah satu diskriminasi terjadi dalam diskriminasi kebijakan publik yang cendrung dapat mengakibatkan perpecah belahan. Salah kasus ialah kasus diskriminasi kebijakan Publik terkait penyelenggaran Festival Kopi Colol dan Penetapan Desa Colol sebagai desa wisata.
Ada empat desa yang satu kesatuan dengan colol yang biasa dikenal Colol Raya namun tidak mendapat perhatian dan pemberdayaan dari pemerintah, ke empat desa ini seharusnya didorong untuk menjadi desa yang kuat dan mandiri, penataan ke empat desa ini seharusnya diprioritaskan karena masing-masing ke empat desa ini memiliki pontensi yang tak kalah saing dengan desa wisata lainya.
Saya yakin jika ke empat desa ini diperdayakan dengan serius, berkolaborasi dan memperoleh penataan dan pengelolaan yang baik dari pemerintah akan menjadi desa wisata yang kuat dan mandiri. Sangat disayangkan ke empat desa ini tidak perdayakan secara merata dan tidak dilibatkan semua dalam hal penyelenggaran Festival dan Desa Wisata Kopi Colol. Sehingga bagi saya sangat di sayangkan terkait dengan perlakuan diskriminasi kebijakan pemerintah.
Sayangnya penetapan Colol sebagai Destinasi wisata, dalam prakteknya masih jauh dari harapan. Masyarakat petani kopi Colol dijadikan hanya sebagai batu sandungan untuk kepentingan pemerintah dan pebisnis kopi.
Koperasi swasta, pebisnis kopi, tengkulak, menjadi salah satu ancaman bagi petani kopi Colol, sangat keliru kalau kita mendiamkan persoalan ini terus karena cukup signifikan pengaruh mereka terhadap perkembangan ekonomi masyarakat petani kopi Colol.
Hemat saya akan sangat keliru sebagai petani kopi kalau kita terus melakukan pembiaran terhadap mereka dengan alasan demi menjaga nilai-nilai harmonis yang naif. Karena sesungguhnya ruang diskriminasi terhadap Petani Kopi Colol sudah terjadi disekelilingnya baik karena dilakukan oleh pemerintah maupun tengkulak kopi.
Bagi saya ruang diskriminasi itu tidak boleh dibiarkan oleh pemerintah karena kehadiran pemerintah sangat penting kiranya untuk melakukan pemberdayaan khusus terhadap semua petani kopi Colol raya dengan melakukan kerja-kerja nyata misalnya mengatur secara khusus harga komoditi kopi, dan mendirikan balai pembibitan kopi bagi masyarakat Colol, dan hal-hal positif berdampak lainya.
Dari pada melaksanakan festival yang hanya menghabiskan anggaran milyaran dan tidak akan bermanfaat bagi masyarakat Colol sebagai petani kopi.
Diatas telah disinggung mengenai beberapa persoalan kenapa dilarang datang ke Festival Kopi Lembah Colol, selain karena tidak melibatkan semua masyarakat Petani Kopi Colol Raya, Festival ini tidak berguna dan bermanfaat.
Sebagai masyarakat yang mengamati, menyelami, dan mengalami apa yang terjadi dengan petani kopi Colol dalam posisi ini saya merasakan ada nilai “palsu” yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat petani kopi Colol. Sehingga bagi saya harus disusun metode baru yang “benar” mengenai pemberdayaan petani kopi Colol kedepannya.
Dari masalah hak ulayat masyarakat Adat, krisis Produksi kopi yang tidak menentu tiap tahunya, dan krisis harga kopi yang tidak stabil dan pemberdayaan petani kopi Colol dari semua aspek.
Pemerintah harus bisa mencari jalan keluarnya dengan memahami secara baik bahasa keresahaan yang dialami masyarakat petani kopi Colol, karena sejujurnya kebijakan Festival Kopi Lembah Colol ini bukan lahir karena keinginan masyarakat petani kopi dan masyarakat petani kopi menolak penyelenggaran Festival Kopi Lembah Colol.
Sehingga bagi saya pemerintah tidak boleh berpaling untuk berdialog dengan masyarakat secara langsung, dengan kata lain perspektif pemberdayaan terhadap petani kopi Colol harus benar-benar lahir dari hasil kemauan dan dialog bersama petani kopi Colol.
Pewarta : Iren Darson