Teropongindonesianews.com
Labuan Bajo – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Manggarai Barat berkilah tunggu putusan inkrah ketika digugat ahli waris almarhum Ibrahim Hanta. Padahal Serifikat Hak Milik (SHM) bodong tersebut, tanpa alas hak, akibat ulah BPN sendiri di kasus 11 Ha Keranga Labuan Bajo.
Keluarga ahli waris pemilik tanah 11 ha almarhum Ibrahim Hanta yang merasa jadi korban ulah oknum BPN Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT, sudah berkali-kali mendemo kantor itu.
Terakhir tanggal 27 Agustus 2024 menggelar aksi demonstrasi di BPN Manggarai Barat, alasannya cuma 2 (dua). Yaitu pertama, mendesak BPN agar mengabulkan permohonan sertifikat tanah mereka yang diperoleh dan dikuasai orang tua mereka (red-alm.Ibrahim Hanta), sejak 1973.
Kedua, mendesak BPN agar segera membatalkan SHM yang diterbitkannya tahun 2017, dimana BPN mencantumkan nama orang lain yaitu Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput tanpa alas hak atas tanah seluas 5 ha.
Desakan itu juga dimotivasi oleh hasil operasi intelijen Kejagung RI tertanggal 23 Agustus 2024 terhadap SHM2 tersebut. Dimana tercantum ‘tak ada alas hak asli’ serta adanya cacat yuridis & administratif pada proses penerbitannya.
“Adapun alas hak yang digunakan oleh orang yang namanya tercantum si SHM tersebut ( Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput), adalah alas hak tanah 16 ha atas perolehan tanah Nassar Bin Haji Supu tahun 1990, tanah mana dibeli oleh Nikolaus Naput (ayah dari Maria dan Paulus).
Hal ini diketahui dari fakta persidangan perdata yang sedang berjalan di PN Labuan Bajo, dimana pihak tergugat (Maria dan Paulus) dan Turut tergugat Santosa Kadiman, menyodorkan bukti perolehan 16 ha itu sebagai alas hak mereka.
Padahal seharusnya mereka tahu bahwa surat alas hak tersebut sudah dibatalkan oleh Fungsionaris Adat pada tahun 1998. Surat itu ada tembusannya di Lurah dan Camat setempat. Jelasnya tanah dengan alas hak 16 ha itu berada di tempat lain di luar lokasi tanah alm.Ibrahim Hanta dan sudah dibatalkan pula.
Dan pembatalan oleh Fungsionaris Adat/Ulayat itu adalah sah. Hal itu ditegaskan oleh para saksi, apalagi saksi ahli yaitu Prof.Dr.Farida, SH, guru besar UNHAS, dan Antonius Bagul mantan Bupati Manggarai priode 2000-2005″, ucap Jon Kadis, PH satu team bersama DR (c) Indra, SH dari Kantor Advokat Elice Law Firm & Partner di kediamannya.
“Pada waktu kami mediasi dengan Bpk.Gatot, Kakan BPN Manggarai Barat, saat demo tanggal 27 Agustus 2024, kami menyampaikan tuntutan agar BPN segera mensertifikatkan tanah kami yang sudah lama diajukan, dan membatalkan SHM atas nama orang lain di tanah kami. Kepada Gatot kami ingatkan hasil operasi intelijen Kejaksaan Agung, yang suratnya juga sudah ia terima” kata Muhamad Rudini, cucu dari alm. Ibrahim Hanta.
“Gatot mengakui bahwa SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput itu memang tanpa alas hak. Betul ada hasil operasi / pemeriksaan Kejagung RI, tapi bagi saya, itu ‘kan masih proses, belum ada putusan inkrah. Saya tunggu putusan inkrah baru saya usulkan ke Mentri untuk pembatalan, kata Gatot. Tapi waktu itu kami mohon supaya Kakan BPN dapat melakukan pembatalan tanpa tunggu putusan inkrah”, lanjut Rudini.
Gatot Kakantah BPN itu berkilah atau menghindar dari kewajiban sesuai kewenangan jabatannya sebagaimana ditentukan oleh per-UU-an atas proses sertifikat yang cacat yuridis-administratif yang dilakukan oleh BPN sendiri. Hal itu dikatakan oleh Jon Kadis, SH, selaku PH Muhamad Rudini & keluarga besar ahli waris alm.Ibrahim Hanta.
“Ketentuan tentang dapat batalnya sertifikat tanah produk BPN itu diatur dalam Permen ATR/BPN no.9/2009, Pasal 1 angka 14 bahwa BPN dapat memutuskan pembatalan hak atas di sertifikat karena prosedur terbitnya sertifikat tanah itu dulu mengandung cacat hukum & administratif. Atau, keputusan BPN untuk membatalkan sertifikat karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht,” jelasnya.
“Gatot berkilah atau menghindar untuk melakukan apa yang menjadi kewajibannya. Pertanyaannya: Kenapa? Ingat, di situ ada kata “atau” bukan “hanya”. Bukan hanya putusan inkrah dari putusan perdata atau pidana atau PTUN,” lanjutnya
Selain itu, harus dibedakan hak atas tanah karena alas hak dan hak atas tanah karena namanya tercantum di sertifikat. Yang terjadi di kasus ini adalah “tidak ada alas haknya, atau dasar haknya. Yang ada adalah tiba2 ada hak atas tanah di sertifikat, karena nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput dicantumkan oleh BPN di halaman kertas SHM itu.
“Pasal 106 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999 menyebutkan bahwa keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan ATAU oleh PEJABAT YANG BERWENANG tanpa permohonan (huruf besar dari saya),” ucap Rudini.
Saat demo 27/8/2024, Muhamad Rudini dan keluarga menjumpai Kakantah Gatot di kantor BPN, untuk memohon SHM an orang lain yang cacat administratif tersebut supaya beliau batalkan.
“Jika butuh dokumen tertulis, ya dibuatkan berita acaranya untuk memuat permohonannya itu. Tapi Gatot bilang, tunggu putusan inkrah”, ucap Jon Kadis yang tempohari turut hadir dalam mediasi pertemuan itu.
Kemudian Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999: Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah: Kesalahan prosedur, Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, kesalahan subjek hak, kesalahan objek hak, kesalahan jenis hak, kesalahan perhitungan luas, terdapat tumpang tindih hak atas tanah, data yuridis atau data data fisik tidak benar, atau Kesalahan lainnya yang bersifat administratif.
Dari hasil operasi intelijen Kejagung RI, dimana suratnya juga ditujukan kepada Kakantah BPN Labuan Bajo, yaitu Surat No. R-861/D.4/Dek.4/8/2024 tertanggal 23 Agustus 2024, bahwa ditemukan dugaan perbuatan melawan hukum atas penerbitan SHM ke atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput itu.
Juga surat dari Kejagung untuk Muhamad Rudini yang ditembuskan kepada Kakantah BPN, yang jelas-jelas menyebutkan adanya cacat yuridis dan cacat administratif, yaitu “tanpa alas hak” atas penerbitan SHM2 tersebut.
“Nah, Kakantah seharusnya bersyukur kepada Kejagung yang secara institusi membantu dia untuk penegasan cacatnya itu. Oleh karena itu, Kakantah bisa membatalkan SHM2 itu sesuai kewenangan jabatannya. Dan sesuai Permen ATR/BPN no.9/2009 itu, ia sudah bisa meneruskan permintaan Muhamad Rudini saat mediasi demo 27/8/2024 kepada atasannya, Mentri ATR/BPN”, tutup Jon.
Sebaliknya, kata Rudini menyambung, bila Kakantah pasif menunggu putusan inkrah perkara pidana (sudah dilaporkan ke Polres Mabar tgl.26/8/24 No.LP/B/124/VIII/2024/SPKT/Polres Mabar). Maka bisa saja ia divonis masuk penjara karena pasal-asal pidananya.
Misalnya, ‘sengaja melawan hak atas suatu benda milik orang lain / penggelapan ( Pasal 372 KUHP), yang ancaman hukumannya 4 tahun penjara. Atau turut merestui bahkan semacam melegitimasi perbuatan melawan hukum Pejabat BPN dan oknum-oknum BPN pada tahun 2017.
“Saat penerbitan SHM bodong alas hak itu, apalagi ia memuluskan perubahan status sertifikat cacat itu dari SHM ke SHGB pada masa jabatannya. Itu juga ada ancaman hukumannya” tukas Rudini.
“Kami tetap gas atas laporan pidana yang sudah kami sampaikan ke Polisi. Kami merasa ditipu dan dizolimi oleh oknum BPN dan pihak-pihak yang berkaitan. Kami sangat menyesal, kok Pejabat BPN ini tidak melayani kami rakyat yang lemah dan miskin.” Lanjutnya.
Padahal kata Rudini, pajak kamilah yang menggaji mereka. Lalu kami kemana lagi Pak? Saya omong begitu kepada Kakantah Gatot saat mediasi demo tanggal 27/8/24 kemarin lalu.
“Selanjutnya, kami berharap LP kami di polisi diproses secepatnya sehingga kami memperoleh kembali hak kami, sehingga air mata derita kami sekeluarga berhenti mengucur”, tutup Muhamad Rudini sambil mengusap air matanya. (red)