Teropongindonesianews.com
Manggarai – Seperti yang kita ketahui bahwa Situs Liang Bua Manggarai Flores NTT ( Nusa Tenggara Timur – Red ) merupakan situs peninggalan dari zaman prasejarah dan telah banyak dikunjungi serta dijadikan tempat penelitian oleh peneliti dalam maupun luar negeri. Situs ini merupakan sebuah goa hunian (okupasi) manusia prasejarah yang memiliki rangkaian atau rentetan “sequence” sangat panjang dan berlangsung sejak kala plestosen hingga helosen yaitu dari budaya Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, sampai dengan budaya Paleometalik. Situs Liang Bua pertama kali ditemukan oleh seorang misionaris Belanda yaitu Pastor Theodore Verhoeven pada tahun 1957. Pastor Theodore Verhoeven adalah seorang guru yang pernah mengajar di Seminari Mataloko Kabupaten Manggarai, Flores. Gua Liang Bua ini digunakan sebagai tempat untuk mengajar murid-muridnya. Merasa tertarik dengan berbagai temuan tinggalan budaya seperti gerabah, dan artefak batu yang sangat melimpah di dalam gua maka kemudian untuk pertama kalinya pada tahun 1965 Pastor melakukan penelitiannya dengan penggalian secara amatir untuk mengetahui apakah di tempat tersebut dipakai sebagai tempat aktivitas manusia pada masa lalu. Hal ini ditunjukan dengan adanya bukti-bukti temuan ertefak berupa alat-alat batu, 7 rangka manusia dengan berbagai jenis bekal kuburnya (funeral gift) yang umumnya berasal dari periode Paleoetalik dan Neolitik, selain itu ditemukan juga tulang binatang, sisa-sisa makanan berupa kerang dan ditemukan juga kuburan di dalam gua tersebut. Melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Pastor pihak Puslit Arkenas melakukan penelitian lebih lanjut secara intensif pada tahun 1973 dan tahun 1979. Dari hasil Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) memperkuat dugaan temuan yang dilakukan sebelumnya oleh Pastor Theodore Verhoeven, bahwa tempat atau gua tersebut telah lama dihuni oleh manusia masa lalu dengan ditemukannya alat-alat dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, hingga sampai zaman Maleonatalikum (logam awal)
SILAHKAN TONTON INI 👇👇👇
Selanjutnya penelitian lebih lanjut dilakukan pada tahun 2001 sampai 2004 oleh Dr. R.P Soejono dan bekerja sama dengan peneliti asing Mike Morwood dari University Of New England (Australia). Menurut penelitian yang dilakukan oleh tim gabungan ini menunjukan bahwa di daerah ini juga dulunya pernah ada atau pernah hidup binatang purba jenis gajah purba (Stegodon).
Ditemukan juga jenis fauna endemik seperti jenis pigmy stegodon, komodo, biawak, tikus, burung-burung besar, dan kura-kura pada layer Plestisen (bagian bawah). Selain itu ditemukan juga fosil tulang dari tubuh manusia purba kecil dengan tinggi sekitar 106 cm, dan berjenis kelamin perempuan. Fosil manusia purba kerdil ini diberi nama Homo Florosiensis (Manusia Flores). Fosil manusia purba ini diperkirakan berasal dari sekitar 13.000 tahun yang lalu, bersamaan dengan gajah-gajah besar, kadal-kadal raksasa seperti komodo yang sampai saat ini dilindungi di sekitar Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Berdasarkan bukti-bukti temuan arkeologis yang didapatkan dalam penelitian selama ini telah memprediksikan bahwa Liang Bua merupakan suatu situs gua hunian (okupasi) manusia prasejarah yang terus berlanjut. Sampai saat ini Pusat Penelitian Arkeologi Nasional secara berkelanjutan tetap melakukan penelitian di Situs Liang Bua.
Tim Teropongindonesianews.com, Jack Tamon ( Korwil Media TIN Kalimantan Barat – Red ) saat menelusuri lokasi di temukan beberapa keterangan bahwa Situs Liang Bua merupakan perbukitan dengan batu karang yang mengandung kapur yang dikombinasi oleh dataran rendah (lembah) yang cukup subur. Masyarakat setempat mengolah dataran rendah tersebut menjadi areal persawahan tadah hujan dan sawah irigasi. Sebagian lagi ada dijadikan sebagai lahan perkebunan yang ditanami pohon kopi. Pada daerah perbukitan dimanfaatkan untuk ditanami kacang tanah, ubi kayu dan jagung. Di kawasan Liang Bua juga terdapat Sungai Wae Racang yang mengalirkan air sepanjang tahun. Untuk mencapai lokasi situs tidaklah sulit karena bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Situs Liang Bua berada pada arah barat Kota Ruteng, berjarak ± 14 km dari pusat kota dan diperlukan waktu tempuh sekitar 1 jam. Akses jalan yang menghubungkan Kota Ruteng dengan Kawasan Gua Liang Bua sudah cukup baik dengan adanya pengaspalan jalan yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Ketika memasuki Kawasan Liang Bua pengunjung akan melewati bangunan Museum Mini Situs Liang Bua yang menyediakan informasi mengenai Situs Liang Bua, yang tepat dibangun di pinggir jalan, sisi utara. Melewati museum, akan ketemu sebuah pertigaan ; jalan lurus (ke barat laut) menuju Dusun Manong, jalan belok (ke tenggara) menuju ke Dusun Teras. Tepat di sisi selatan pertigaan inilah lokasi Situs Liang Bua, dengan mulut gua menghadap ke arah timur laut.
Di depan gua dibuat sebuah gapura. Dilihat dari kondisi fisiknya, gua ini memang memungkinkan dan layak sebagai tempat hunian di masa lalu. Permukaan lantai gua luas dan relatif datar, sirkulasi udara sangat baik karena mulut gua lebar dan atap tinggi, serta mendapat sinar matahari yang cukup sepanjang musim karena mulut gua menghadap ke arah timur laut. Keletakannya yang dekat dengan aliran sungai (± 200 m) yaitu Wae Racang dan Wae Mulu, juga memberi peluang lebih besar bagi penghuni gua dalam memperoleh beberapa jenis sumberdaya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di dalam gua dapat dijumpai stalagtit dan stalagmit beraneka bentuk, beberapa diantaranya masih terjadi proses pembentukan. Sedangkan pada beberapa bagian di permukaan gua dapat dijumpai beberapa sinter (flowstone) dalam bentuk blok-blok yang melebar, yaitu calcium carbonat yang diendapkan kembali karena proses pelarutan pada dinding gua oleh air. Di sekitar Situs Liang Bua juga ditemukan beberapa gua dan ceruk alam, antara lain : Liang Tanah, Liang Galang, Liang Padut, Liang Luar dan Liang Beton.
Dokumentasi : Jack Tamon – Korwil Kalbar, Di Sadur oleh : Chanst Don Bosko – Redpel Media TIN.