WTP: TIDAK SEKEDAR PRESTISE
(Menggugat Predikat WTP 7 Kali Berturut-turut Pemda Sikka)
Oleh Dionisius Ngeta
Warga RT/RW 018/004,
Kelurahan Wuring, Alok Barat
Pemerhati Masalah Sosial-Kemanusiaan
Teropongindonesianews.com
Prestise menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang. Eisenstandt (1968), mengartikan prestise sabagai dasar penghargaan sosial. Atau Goldthorp and Hope (1972), prestise sebagai suatu bentuk simbolik kekuasaan yang terbentuk atas hubungan antara rasa hormat dan penghargaan. Dan menurut T.H. Marshall (1964): prestise sebagai ‘status sosial pribadi’. Dengan demikian prestise dapat dipahami sebagai sebuah kehormatan, kewibawaan dan kemampuan seseorang yang pada akhirnya membuat dirinya “berbeda” atau istimewa bila dibandingkan dengan orang lain.
Berdasarkan pemahaman di atas, tentu warga masyarakat Sikka bangga dan memberikan rasa hormat kepada Pemerintah Kabupaten Sikka selama ini. Predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) tujuh (7) kali berturut-turut) menunjukkan kepada publik pada umumnya dan masyarakat “Nian Tana Sikka” khususnya bahwa mereka (bupati/pemerintah, baik sekarang maupun sebelumnya) istimewa dan “berbeda” dalam menahkodai kabupaten Sikka. Pemerintah pantas mendapatkan penghormatan dan penghargaan sosial oleh masyarakat Sikka. Pemerintah kabupaten Sikka mampu memenuhi standar dan kriteria-kriteria dalam laporan keuangan daerah.
Pertanyaan kita, apakah begitu mudah meraih predikat WTP sehingga Pemda Sikka memecahkan rekor 7 kali berturut-turut? Atau begitu sulitkah dan “harus dikejar sampai dapat” demikian pernyataan Bupati Sikka sehingga masyarakat Sikka pantas memberikan penghargaan sosial yang setinggi-tingginya kepada pemerintah?
Sesungguhnya bukan soal sulit atau begitu mudah untuk meraihnya. Selama ada kemauan untuk berubah, kerja keras, kerja sama, kerja cerdas, memiliki integritas moral dan komitmen dari semua pihak, pemangku kepentingan dalam tata kelola pemerintah terutama pengelolaan keuangan daerah, predikat WTP tidak sulit untuk diraih dan sebaliknya.
Tata kelola pemerintah yang baik dan bersih (good and clean governance) didiukung oleh banyak faktor, di antaranya adalah tata kelola keuangan yang baik. Mewujudkan tata kelola keuangan yang baik dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dokumen anggaran, pengawasan dan pertanggungjawaban. Banyak pihak terkait di sini, yang nota bene harus bekerja sama, bersinergi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing untuk mewujudkan tata kelola pemerintah terutama pengelolaan keuangan daerah yang baik dan benar alias WTP. Seperti yang pernah dikatakan Wakil Bupati Sikka Romanus Woga ketika Pemda Sikka meraih predikat WTP lima (5) kali berturut-turut: “Di Provinsi NTT, hanya Provinsi NTT dan Kabupaten Sikka yang meriah WTP lima kali secara beruntun. Ini semua berkat kerja sama semua pihak,” kata Wabup Romanus, seraya berharap agar ke depan pengelolaan keuangan jangan lengah dan terus ditingkatkan (Florespost.net, 25/10/2021).
Hemat saya, Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih adalah opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan. Pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
Karena itu, pencapaian predikat WTP itu bukan satu-satunya merupakan ukuran atau jaminan bahwa pemerintahan “Nian Tana Sikka” bebas dari manipulasi, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Suap-menyuap mungkin bisa terjadi demi prestise dan citra diri. Mantan wakil ketua BPK RI: Hasan Bisri, pernah mengatakan bahwa predikat opini WTP yang diberikan pihaknya kepada pihak-pihak yang diauditnya belum tentu menggambarkan satu instansi atau lembaga tersebut bebas dari korupsi. Opini WTP tidak menjamin bebas korupsi, karena laporan keuangan dibuat bukan untuk melaporkan korupsi suatu lembaga (Jakarta News, Kamis, 19 Juli 2012).
Karena itu prestasi WTP yang diraih pemerintah mestinya berbanding lurus dengan terciptanya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bersih dan berwibawa serta mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Jika tidak berbanding lurus dengan terciptanya instansi dan ASN yang bersih dan berwibawa serta mampu memberikan pelayanan yang maksimal, apalagi sampai terjadi kekurangan keuangan daerah dan beberapa harus mendekap di balik jeruji besi karena korupsi maka prestasi WTP hanyalah prestise dan patut dipertanyakan perolehannya. Masyarakat Sikka bisa menduga, jangan-jangan hanya “akal-akalan” di balik meja untuk mendapatkan pencitraan, penghargaan, pengakuan sosial, penghormatan dan kewibawaan semu seperti kesaksian dan dugaan Kepala Satgas KPK dalam kunjungan ke Maumere belum lama ini.
Bukan tidak mungkin, dugaan praktek suap itu terjadi di Kabupaten Sikka yang juga berhasil meraih predikat WTP tujuh kali berturut-turut, demikian Dian Patria, Kepala Satgas KPK Wilayah V dalam kunjungan KPK dan pertemuan dengan Bupati Sikka. “Saya tidak mau membenturkan itu, di Papua semuanya WTP, masalah aset, di Papua Barat, 1000 kendaraan bermasalah, dapat WTP, di Papua, 300 kendaraan bermasalah, dapat WTP, ini baru bicara kendaraan. KPK, ada kasus di Jawa Barat, di Bekasi, hanya untuk mendapatkan WTP ada suap di sana, tetapi bukan tidak mungkin, ada potensi juga di Sikka,” papar Dian (https://flores.tribunnews.25 Juli 2023).
Pemanggilan ke-4 Pejabat Daerah Sikka oleh BPK RI Cq. Direktorat Utama Pembinaan Dan Pengembangan Hukum, Pemeriksaan Keuangan Negara Rabu 14 September 2021, diduga terkait dengan Opini WTP tahun 2021, demikian Petrus Selestinus Koordinator TPDI dan Koordinator Advokat Perekat Nusantara (SIKKA, VICTORYNEWS, Kamis, 15 Septermber 2022). Bahwa BPK RI mengundang Tim untuk mengikuti Pembahasan Penyelesaian Kasus Kekurangan Uang Daerah pada BPBD Sikka TA. 2021, pada Rabu, 14/9/2022 di Jakarta. Kasus Kekurangan Uang Daerah pada BPBD Sikka TA 2021, masih menyimpan masalah besar, karena Pemkab Sikka secara faktual tengah bermasalah dengan dugaan korupsi dana BTT pada BPBD Sikka TA. 2021.
Pada 21/6/2022 lalu, sebuah Media Mainstream menulis berita dengan judul: Bupati Roberto Diogo: “Saya terkejut di Sikka Ada Penggunaan Anggaran yang Tidak Betul. Ia mengakui bahwa masalah penyalahgunaan anggaran yang lagi heboh di Sikka, telah diatasi dengan mendapatkan Opini WTP LHP TA 2021. “Kita kejar WTP sampai dapat dan kita dapatkan WTP itu”, demikian pernyataan Robi Idong.
Opini WTP ini dibanggakan bahkan didewa-dewakan karena dikejar-kejar sampai dapat. Sepertinya dengan didapatkan opini WTP itu, urusan dugaan korupsi menjadi clear and clean. Pernyataan itu seakan-akan opini WTP itu bisa digunakan sebagai tameng ketika publik masih mempersoalkan tindak pidana korupsi yang muncul beranak pinak tetapi selalu ada Opini WTP dari BPK Perwakilan NTT.
WTP kebanggan itu, kemudian bermasalah bahkan berbuntut panjang karena BPK RI di Jakarta mengambilalih permasalahan untuk ditinjau kembali, karena terdapat fakta dimana sejumlah pejabat daerah menggunakan cara-cara tidak terpuji, tipu muslihat, mark-up hingga intimidasi seperti kasus yang dialami oleh Maria Reineldis Lebi demi menutup lubang tikus korupsi dalam Pengelolaan Dana BPBD Sikka TA. 2021. Aset pribadi Maria Reineldis Lebi, nilainya telah di-mark-up dari Rp.400 juta menjadi Rp.800.155.000 guna mendapatkan WTP.
Sejumlah kasus dugaan korupsi bermunculan, ada yang dengan angka kerugian daerah sebesar Rp. 988.765.648. Dan masih banyak dugaan kasus korupsi seperti kebocoran Dana Bansos untuk Beasiswa di Sikka sebesar Rp. 280 juta. Kasus belanja Trafo untuk RSUD TC. Hillers Maumere TA 2021, dengan kerugian Rp. 815 juta.
Tetapi Pemda Sikka panen terus-menerus (berturut-turut) Opini WTP setiap Tahun Anggaran. Korupsi berjemaah dan manipulasi masih terus dipertontonkan. Tidak sedikit pejabat dan penyelengara pemerintah daerah, kontraktor dan rekanan lainnya bahkan pernah anggota DPRD terhormat jadi tersangka dan mendekap di penjara hingga pengawas proyek Puskesmas Waigete pernah ditendang bupati. Relasi yang kolutif, nepotis dan manipulatif dalam berbagai bentuk dan cara melalui berbagai proyek pembangunan masih sering dilakonkan. Antara RAB dengan kondisi bangunan di lapangan sering berseberangan seperti yang pernah ditemukan mantan Wabub Paulus Nong Susar pada pembangunan pagar tembok Puskesmas Wolomarang (Flores Pos, 24/08/2016). Atau kasus Puskesmas Bola, pejabat PPK dan Kontraktor proyek harus menerima vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor masing-masing 4,6 dan 5,6 tahun (Media Indonesia, Senin 19 Juli 2021, 18:40 WIB). Dan masih banyak lagi fakta-fakta yang menggambarkan itu.
Tentu sebagai warga “nian tana” Sikka, kita semua perlu mengangkat topi, tunduk dan memberikan penghormatan kepada pemerintah. Apresiasi sosial yang setinggi-tingginya karena Pemerintah Kabupaten Sikka selama ini mendapatkan predikat WTP tujuh (7) kali berturut atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Sikka satu-satunya Kabupaten/Kota di NTT yang meraih predikat WTP berturut-turut selama tujuh (7) kali.
Tetapi predikat WTP bukan menjadi ukuran dan jaminan bahwa aparatur sipil negara (ASN) pemerintah kabupaten Sikka bebas dari praktik-praktik manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena menjadi lebih jujur, lebih adil dan lebih bermartabat. Berbagai kasus KKN berjemaah yang disebutkan di atas mempertontonkan buruknya tata kelola pemerintah terutama pengelolaan keuangan dan ambruknya integritas dan moralitas. Anehnya Pemda Sikka berturut-turut (7x) terus dapatkan opini WTP.
Ini adalah tantangan sekaligus realitas yang menunjukan bahwa kejujuran, keadilan dan pemerintah yang bersih dan bermartabat masih jauh dari harapan dan cita-cita masyarakat Nian Tana Sikka. Pemerintah yang bersih dan bermartabat masih merupakan tantantangan ke depan. Menjadikan pemerintah “Nian Tana Sikka” yang bersih, jujur, adil dan bermartabat masih sebatas slogan politik dan bohong-bongan dalam setiap pergantian kepemimpinan daerah.
Selogan pemerintahan yang bersih, jujur, adil dan bermartabat mestinya bukan sekadar sarana atau alat politik untuk sebuah pencitraan, popularitas dan elektabilitas saat Pilkada. Slogan itu mestinya merupakan spirit, roh yang menjiwai seluruh karja-kerja pelayanan pemerintah terhadap masyarakat “nian tana Sikka” sehingga “Nian Tana Sikka” terus berubah dan berkembang dari waktu ke waktu.
Dengan berbagai persoalan yang dihadapi dan ditemukan KPK, masyarat “Nian Tana Sikka” tentu sependapat dengan permintaan Dian Patria, Kasatgas KPK Wilayah V. “Berubah sudah, mau sampai kapan, anggaran terbatas, tata kelola rendah, jangan sampai masyarakat bergejolak, jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan sama pemerintah dan tentunya ini edukasi bagi masyarakat, jangan pilih pimpinan yang bermasalah,” tandas Dian.
“Berubah sudah” adalah kata kunci dari permintaan itu. Berubah mengandaikan ada kemauan dan konsistensi sikap. Kita butuh ASN dan pemimpin yang memiliki konsistensi sikap dan kemauan untuk berubah dan mampu mengubah praktek kong kali kong (KKN) yang sungguh memalukan harkat dan martabat warga masyarakat Sikka. Konsistensi sikap pemerintah terutama pemimpin dibutuhkan tidak hanya dalam penegakan hukum tapi juga penegakkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, kewibawaan sehingga idealisme pemerintah yang bersih dan aparatur yang jujur, adil dan bermartabat bisa diwujudkan.
Jadi predikat WTP bukan hanya soal prestasi apalagi prestise bagi pemerintah daerah karena tidak ada celah bagi BPK dalam mengkritisi laporan keuangan pemerintah daerah. Tapi lebih dari itu pemerintah mesti mampu menutup celah-celah manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Hanya dengan demikian keadilan tercipta dan kesejahteraan masyarakat “Nian Tana Sikka” dari waktu ke waktu berubah bukan sekedar impian dan slogan belaka.
Ketika pemerintah, aparatur sipil negara dan terutama pemimpinnya mampu mewujudkannya maka sebenarnya mereka sedang membangun pemerintahan yang bermartabat sebagaimana yang diinginkan masyarakat. Dan bila aparatur dan kepala pemerintah mampu mewujudkan pemerintahan yang bermartabat maka keadaban dan kewibawaan masyarakat serta pemimpinnya dimuliakan, kepercayaan rakyat meningkat dan kesejahteraan masyarakat terus berubah dan dapat diwujudkan.