
Teropongindonesianews.com
Sumatera Utara – Puluhan warga Kota Siantar menggelar aksi unjuk rasa di depan PTUN Medan, Rabu (05/02/2025) kemarin. Mereka menuntut agar Ketua PTUN Medan, Arifin Marpaung, menunjuk hakim berintegritas menangani perkara sengketa tanah yang mereka kuasai turun temurun sejak tahun 1943 silam.
Massa aksi yang mengatasnamakan Forum Warga Ade Irma Siantar Korban Mafia Tanah (For- WARASKITA) tersebut, merupakan komunitas warga Jalan Ade Irma Suryani No 06 Kelurahan Melayu Kota Pematangsiantar.
Pemimpin sekaligus penanggungjawab aksi, Insari Masitha Siregar serta Koordinator Aksi, Bill Fatah Nasution, menegaskan tujuan aksi mereka ingin menemui langsung Arifin Marpaung. Mereka hendak menyampaikan aspirasi terkait perkara banding Putusan PTUN Medan Nomor 78/G/2024/PTUN MDN.
“Miris. Hanya modal SHGB, Tanah Kami Diklaim PTPN IV milik mereka. Padahal jauh sebelumnya kami telah menguasai tanah itu secara turun menurun,” teriak Bill di tengah lagu- lagu aksi dikumandangkan massa yang mengusung sejumlah poster bertulisan kecaman integritas hakim tingkat pertama yang hilang tak berjejak.
“Kami punya bukti, tapi dikalahkan. Lawan kami tanpa bukti tapi dimenangkan. Dimana keadilan. Enak tenand mafia tanah. Beli sertifikat, beli hukum, kuasai tanah. Dengarlah suara rakyat, bukan suara uang. Hakim jangan tutup mata dan telinga. Dengarlah jeritan rakyat,” orasi Bill menggelegar.
Beberapa saat setelah Bill Fatah Nasution, Rifki dan Chairil orasi secara bergantian. Tak lama kemudian, Kahumas PTUN Medan, H Mochamad Arief Pratomo dan sejumlah tim, menghampiri massa aksi. Di hadapan massa, Arief menjelaskan bahwa Ketua PTUN Medan tidak berada di tempat. Sehingga ia ditugaskan untuk menerima aspirasi massa.
Di hadapan Arief Pratomo dan timnya, Rifki mewakili massa, lalu membacakan dan menyerahkan Pernyataan Aksi berjudul: Ketua PTUN, Berikan Kami Hakim yang Berintegritas dan Sanggup Menolak Suap.
Dalam pernyataan aksi, Rifki menjelaskan bahwa peserta aksi adalah korban mafia tanah. Disebutkan, para warga setidaknya sejak tahun 1943 telah bertempat tinggal dan/ atau menguasai tanah seluas +/- 1.302 M2 dan bangunan rumah di Jalan Ade Irma Suryani tersebut. Tepatnya, Nomor 06 Kelurahan Melayu, Kecamatan Siantar Utara Kota Pematangsiantar.
Meski para warga tidak/ belum memiliki surat atau alas hak apalagi sertifikat atas objek tanah tersebut, tetapi mereka memiliki fakta- fakta hukum berupa bangunan rumah yang dibangun sendiri maupun diperoleh dari peninggalan leluhur. Kemudian bukti sebagai subjek PBB, PLN dan PDAM Tirta Uli Pematangsiantar.
Foto- foto dokumentasi keluarga termasuk administrasi kependudukan, dan lain- lain yang menunjukkan bahwa para warga telah bertempat tinggal dan/ atau menguasai tanah dan bangunan rumah dalam objek sengketa berpuluh tahun lamanya, juga lengkap terpaparkan.
Pemicu bermula sekitar Maret 2024 lalu. Warga mendapatkan informasi dari PTPN IV, bahwa tanah dan bangunan rumah tempat tinggal mereka merupakan aset PTPN IV berdasarkan SHGB No. 1159 Tahun 2018. Diperbaharui dari SHGB No. 758 Tahun 1998.
Menurut For WARASKITA, penerbitan SHGB tersebut terindikasi kuat sebagai “produk” mafia tanah. Alasan pertama, terbitnya SHGB Nomor 758 Tahun 1998 yang diperpanjang atau diperbaharui menjadi SHGB Nomor 1159 Tahun 2018 a/n PTPN IV, dilakukan tanpa sepengetahuan dari para warga yang secara fisik, telah menempati dan/ atau menguasai tanah dan bangunan rumah dalam setidaknya sejak tahun 1943.
Kedua, PTPN IV menyatakan dulunya objek tanah dan bangunan diatasnya tersebut dipergunakan sebagai “gudang teh” dan “perumahan karyawan kebun”. Padahal faktanya di lokasi dan bangunan rumah dalam objek sengketa “tidak ada dan tidak pernah ada” gudang teh maupun perumahan karyawan kebun.
Ketiga, sejak SHGB Nomor 758 Tahun 1998 terbit dan berakhir, hak guna bangunan PTPN IV tidak pernah diusahakan. Tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan dan/ atau tidak dipelihara. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 huruf e, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA, Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 36 ayat (2) PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, hak guna bangunan dalam SHGB Nomor 758 Tahun 1998 seharusnya Dihapus. Karena tidak memenuhi syarat untuk diperbaharui.
Keempat, dalam SHGB Nomor 758 Tahun 1998 yang diperbaharui menjadi SHGB Nomor 1159 Tahun 2018 asal tanah disebut Tanah Negara, sedangkan berdasarkan faktual asal tanah bukan Tanah Negara melainkan tanah perkampungan tempat tinggal para warga.
Para warga telah menggugat keabsahan SHGB Nomor 1159 Tahun 2018 ke PTUN Medan dengan Register Perkara Nomor : 78/ G/2024/PTUN MDN. Di persidangan para warga telah membuktikan telah bertempat tinggal dan/ atau menguasai tanah dan bangunan rumah secara turun temurun dan terus menerus sejak tahun 1943 atau jauh sebelum terbitnya SHGB Nomor 758 Tahun 1998 dan SHGB Nomor 1159 Tahun 2018. Sebaliknya, Kantor Pertanahan Kota Pematangsiantar dan PTPN IV, justru tidak memiliki bukti apapun yang cukup untuk menyangkal dalil– dalil dan bukti Para Penggugat.
Dalam putusan perkara, ternyata para warga dikalahkan. Hakim tidak mempertimbangkan bukti – bukti surat dan saksi yang diajukan di persidangan. Warga kecewa. Warga Banding. Padahal menurut Rifki, substansi persoalan hukum gugatan para warga sangat sederhana. Pertama, apakah SHGB dapat diterbitkan di atas tanah dan bangunan rumah tempat tinggal yang dikuasai orang lain? Kedua, apakah hak guna bangunan yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan dan/ atau tidak dipelihara dapat diperpanjang atau diperbaharui menurut hukum? Ketiga, apakah tanah perkampungan tempat tinggal para warga dapat diberikan menjadi hak guna bangunan kepada pihak lain?
Para warga menduga, dalam memutuskan perkara ini ada “sesuatu yang salah”. Mungkin tak sengaja, tapi lebih mungkin disengaja karena pengaruh “sesuatu”. Kecurigaan itu muncul karena tak sedikit hakim yang rakus dan serakah dengan uang dan harta. Kasus 3 (tiga) hakim PN. Surabaya yakni ED, M dan HH serta eks Ketua PN Surabaya inisial RS, ditangkap Kejagung RI karena diduga terima suap miliaran rupiah untuk membebaskan terdakwa pembunuhan berinisial RT.
Maka Rifki meminta agar Ketua PTTUN Medan, memilih Hakim Berintegritas dan sanggup menolak suap, agar perkara para warga diadili secara objektif.
Sebelumnya dihari yang sama, massa For WARASKITA juga menggeruduk Kantor PTUN Medan, pemutus Gugatan TUN Nomor 78/G/2024/PTUN MDN. Massa aksi disana juga menggelar orasi dan menyerahkan pernyataan aksi ke Kepala Humas PTUN Medan. Sebab Ketua PTUN Medan, Herisman, dilaporkan tidak co berada di tempat.
Dalam pernyataan aksinya, Bill Fatah Nasution selaku Penanggungjawab Aksi menyampaikan pesan, agar Hakim yang terhormat tidak menggadaikan hukum dan keadilan hanya demi uang dan harta. “Para warga kecewa dengan putusan Anda. Anda terkesan gelap mata. Semoga Allah tidak murka kepada Anda,” tutul Bill dalam pernyataannya ketika itu.
KabiroTIN/Tapsel