Membangun Kesadaran Masyarakat tentang Pentingnya Manfaat Toilet dan Sanitasi yang Layak
Teropongindonesianews.com
Oleh: Yuli Gagari
Opini – Berbicara tentang sanitasi di kalangan masyarakat bukanlah hal yang baru. Namun, kali ini penulis ingin mengupas secara tuntas permasalahan besar yang seringkali tidak dianggap sebagai masalah. Permasalahan tersebut adalah sanitasi layak dan toilet.
Beberapa ahli memiliki pandangan berbeda tentang pengertian sanitasi. Suparlan dalam bukunya Jurnal Poltekkes Yogyakarta mendefinisikan sanitasi sebagai upaya mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik sehingga munculnya penyakit yang berpengaruh kepada manusia, terutama hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.
WHO mendefinisikan sanitasi sebagai pengendalian seluruh faktor lingkungan fisik manusia yang dapat menyebabkan akibat buruk terhadap kehidupan, baik secara mental maupun fisik.
Definisi lain tentang sanitasi menurut KBBI, sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.
Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa sanitasi adalah upaya untuk menjaga lingkungan fisik agar terhindar dari berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kehidupan manusia semakin memburuk atau bahkan menyebabkan kematian.
Lalu, sanitasi layak seperti apa yang diharapkan dan harus diterapkan dalam kehidupan manusia untuk menunjang kesehatan lebih terjamin? Tentunya sanitasi yang memiliki fasilitas mandi, cuci, kakus beserta septic tank, serta memiliki saluran pembuangan air kotor dan limbah.
Sedangkan toilet, dalam bahasa Inggris Water Closet (WC) atau istilah lainnya adalah jamban atau kamar kecil, yakni tempat atau ruang yang digunakan untuk membuang kotoran urine dan tinja manusia. Karena merupakan sebuah tempat atau ruang, maka di dalamnya ada tempat pembuangan kotoran yang disebut kloset. Ada beberapa macam kloset yang digunakan zaman sekarang, yaitu kloset jongkok dan kloset duduk.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan toilet yang sehat dan higienis, Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) memiliki beberapa standar, yaitu:
* Toilet memiliki air bersih.
* Toilet memiliki cukup udara dan bersih.
* Toilet memiliki tempat sampah dan tempat cuci tangan.
* Toilet hemat air.
* Kondisi saluran dan septic tank terjaga dengan baik.
Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis kloset di atas, kita dapat memilih sesuai dengan kondisi kita. Intinya adalah kita memiliki toilet dengan fasilitas kloset yang baik dan higienis serta sering dikuras agar terbebas dari kuman.
Tentu kita menyadari bahwa kesehatan adalah bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari kehidupan ini. Oleh karena itu, sebagian besar orang mempunyai persepsi bahwa kesehatan adalah yang terutama dan aset yang paling berharga.
Mengutip pernyataan Ketua Asosiasi Toilet Indonesia (ATI), Naning Adiwoso, “Masih banyak yang kurang sadar akan pentingnya toilet bersih. Padahal toilet penyebar kuman penyakit. Toilet tak hanya harus bersih tapi higienis.”
Untuk mewujudkan hal ini, ATI memiliki beberapa standar tentang toilet sehat, yaitu:
* Toilet memiliki air bersih.
* Toilet memiliki cukup udara dan bersih.
* Toilet memiliki tempat sampah dan tempat cuci tangan.
* Toilet hemat air.
* Kondisi saluran dan septic tank terjaga dengan baik.
Menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah sangat diharapkan untuk lebih ditingkatkan agar tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk atau lalat yang membawa penyakit. Begitu pun dengan toilet, agar selalu dibersihkan dan tidak berada jauh dari rumah, memiliki sistem pembuangan yang aman, dan tidak merusak lingkungan tempat tinggal.
Pemerintah sangat peduli terhadap masyarakat serta selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik dengan mengupayakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat atau disingkat STBM. STBM adalah sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.
Pemicuan yang dimaksud adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), sangat jelas penjabaran tentang 5 pilar STBM, yakni:
* Stop buang air besar sembarangan (SBS).
* Cuci tangan pakai sabun (CTPS).
* Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga (PAMM-RT).
* Pengamanan sampah rumah tangga.
* Pengamanan limbah cair rumah tangga.
STBM ini hendaknya menjadi pemacu untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih layak, sehat, dan nyaman. Sehingga sangat terdengar jelas di telinga kita, begitu banyak antusias masyarakat untuk mendeklarasikan STBM. Banyak desa, kelurahan, sampai pusat selalu menggaungkan STBM.
Tidak terkecuali di salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, tepatnya di Desa Woewutu, telah mendeklarasikan STBM pada tahun 2016. Saat itu, masyarakat desa begitu antusiasnya mengikuti deklarasi STBM, kesadaran masyarakat begitu tinggi akan toilet layak, halaman rumah yang bersih dan asri, pengamanan sampah rumah tangga, dan saluran pembuangan air limbah.
Namun, untuk tahun 2023, ketika penulis mengumpulkan data terbaru, jumlah kepala keluarga 241. Yang memiliki jamban dengan perbandingan 1 KK 1 jamban 229 KK (95,02%), yang memiliki jamban dengan perbandingan 1 rumah 2 jamban 1 KK (0,41%), yang tidak memiliki jamban sebanyak 11 KK (4,56%). Ini berarti bahwa masih ada masyarakat yang belum memiliki kesadaran untuk menerapkan hidup sehat atau hanya 95,43% saja yang sadar akan manfaat jamban atau toilet.
Hal ini merupakan tugas berat untuk kembali menggaungkan betapa pentingnya pengetahuan tentang sanitasi beserta turunannya seperti toilet, air minum bersih, pengamanan sampah, serta limbah rumah tangga.
Selain itu, juga menjadi bukti bahwa adanya STBM tidak selamanya menjamin sebuah desa atau kota untuk 100% memiliki kepedulian tentang sanitasi dan toilet. Akan tetapi, penyampaian informasi atau berupa sosialisasi dan kampanye secara terus-menerus akan menjadi lebih efisien karena mudah diikuti, diingat, serta mudah dipahami oleh masyarakat.
Peran media dapat menjadi penyalur informasi seputar sanitasi dan toilet yang masih dianggap kurang mendapat rating tertinggi di mata masyarakat. Tentu jika dipikirkan ini bukan hal yang mudah, tetapi perlu pelibatan banyak pihak, antara lain, aparat desa, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), serta NGO yang memiliki kepedulian terhadap sanitasi.
Penulis:
Yuli Gagari adalah seorang guru, pengurus PKK (2013-sekarang), Wakil Ketua Kelompok Perlindungan Anak dan Perempuan Desa Woewutu (KP2AD), dan Pendamping Forum Anak Desa Woewutu.