Teropongindonesianews.com
(Sebuah Perspektif Dalam Terang Misi Apostolik Perjalanan Paus Fransiskus)
Oleh Dionisius Ngeta
Komsos Paroki Nangahure
Memulai hidup dengan perspektif dan perilaku baru terutama dalam memandang dan memperlakukan sesama dan alam ciptaan sebagai saudara merupakan kayakinan dan kesadaran iman bahwa bumi adalah rumah kita bersama dan segala isinya terlahir dari Pencipta yang satu dan sama.
Transformasi pemikiran dan perilaku seseorang dalam memandang dan memperlakukan sesama dan alam ciptaan sebagai objek terutama ketamakan yang mengeksploitasi alam secara berlebihan adalah keniscayaan di tengah krisis etis-moral dan ekologis yang kian fenomenal.
Paham antroposentrisme dan perilaku egoisme adalah biangkerok perlakuan terhadap sesama dan alam ciptaan sebagai objek semata. Hal itu merupakan indikasi perspektif dan perilaku yang masih jauh dari kesadaran iman, etis dan solidaritas sebagai saudara serahim dari Pencipta. Inilah salah satu makna terdalam dan buah termulia dari misi perjalanan Apostolik Paus Fransiskus yaitu iman (Faith), persaudaraan (fraternity) dan solidaritas (solidarity).
Karena itu pertobatan ekologis sebagaimana diserukan oleh Paus Fransiskus adalah keniscayaan sebagai konsekuensi iman bahwa bumi adalah rumah bersama dan semua penghuni yang ada di dalamnya adalah saudara. Memiliki perspektif, pemikiran dan sikap/perilaku baru dalam memandang dan memperlakukan semua ciptaan secara adil, etis dan bijaksana adalah tanda solidaritas dan pertobatan itu.
Di bumi ini, dalam rumah yang satu dan sama ini, semuanya adalah saudara seiman kepada Pencipta. Semuanya hidup dalam satu komunitas ekosistim dan memiliki hak untuk mengalami suasana kasih persaudaraan. Semua ciptaan ingin diperlakukan secara adil, etis dan bijaksana oleh siapapun.
Relasi persaudaraan dan kekeluargaan, prinsip solidaritas, bersikap etis, adil dan bijaksana di antara sesama ciptaan di dalam rumah yang sama ini mesti menjadi spirit dalam kehidupan dan kebersamaan. Kita adalah sebuah keluarga besar yang lahir dari Pencipta yang esa dan sama. Saling menghormati dan menghargai adalah keniscayaan sebagai sesama ciptaan dalam satu ekosistim.
Pertobatan dan kebangkitan ekologis dalam terang kunjungan Apostolik Paus Fransiskus itu mesti dimaknai sebagai sebuah imperative dan tanggungjawab moral seorang beriman. Menjaga dan merawat keberagaman, keutuhan alam, keberlanjutan dan keharmonisan ekologis merupakan perintah Tuhan, kesadaran iman dan pertanggungjawaban moral seorang beriman. Iman yang hidup adalah iman yang berbuah tidak hanya dalam pemikiran dan perspektif tapi terutama dalam perilaku dan perbuatan, sikap dan tutur kata termasuk memiliki paradigma yang adil, sikap yang empati penuh kasih sayang dan tidak semena-mena terhadap sesama makhluk ciptaan lainnya. “Iman tanpa perbuatan adalah mati”, demikian Rasul St. Yakobus.
Pamela Smith menegaskan bahwa manusia bukanlah pemilik alam semesta. Manusia memiliki hak memanfaatkan sumber daya alam dan membuat keputusan tentang bagaimana alam semesta dipelihara dan dipertahankan. “Alam dan isinya tidak memiliki nilai-nilai intrinsik, sebaliknya nilai-nilai yang ada padanya mengalir atau bersumber pada Allah Pencipta sebagai pemilik utama.”
Sebagai milik Allah, alam semesta memiliki dimensi ilahi. Rasul Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose menegaskan bahwa dalam Kristus yang bangkit, segala sesuatu mengambil bagian dalam Allah, di mana Kristus adalah pusatnya. Segala sesuatu diciptakan dalam Dia dan dipersatukan dalam Dia (Kol.1:15).
Hemat saya, gaya hidup dan perspektif ekologis Paus Fransiskus sesungguhnya merupakan transfomasi pemikiran dan perilaku Santo Fransiskus dari Asisi. Sebuah gaya hidup dan perspektif yang bersaksi dan memberi jawaban atas pertanyaan mengapa kita harus menghormati alam ciptaan.
Bagi Santo Fransiskus, Allah hadir dalam tatanan ciptaan dan mengikatnya menjadi satu jalinan kehidupan yang saling membutuhkan dan saling berhubungan. Semua ciptaan adalah satu keluarga Allah dan semua ciptaan adalah saudara. Sebagai keluarga dan saudara, selalu ada ketergangungan yang sangat kuat antara sesama ciptaan dalam satu ekosistem.
Santo Fransiskus dari Asisi memiliki kesadaran iman yang mendalam dan memberi nilai intrinsik serta menaruh rasa hormat yang tinggi ketika berhadapan dengan makhluk ciptaan yang lain. Baginya seluruh elemen alam ciptaan adalah saudara dan saudari serahim dari Pencipta, Tuhan itu sendiri. Bahkan ia menilai alam ciptaan sebagai buku Allah (God’s book) yang menggambarkan kekuatan, kasih dan perhatian Allah terhadap manusia dan ciptaan lainnya.
Menurut Leonardo Boff, St. Fransiskus menawarkan model baru dalam pencarian kesucian yaitu model kesucian kosmik. Ia masuk ke dalam dunia dan berjumpa dengan manusia serta alam ciptaan. Ia mengkotemplasikan Allah dan keagungan-Nya, rahmat dan kemuliaan-Nya dalam alam raya serta ciptaan yang merupakan sakramen Allah dan Kristus. Kesucian dan spiritualitas kosmik merupakan sintesa dari apa yang sudah hilang dalam tradisi Kristiani, yakni berjumpa dengan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus dalam ciptaan.
Kesadaran iman ekologis dalam terang kunjungan Apostolic Paus Fransiskus memang harus diterjemahkan secara bermakna dan kreatif dalam konteks budaya dan situasi kontemporer sekarang ini terutama konteks Indonesia. Salah satu persoalan kontemporer yang mendesak dan membutuhkan solusi adalah krisis ekologis selain krisis etis-moral para pemimpin dan elit politik.
Krisis ini diakibatkan oleh faham egosentrisme dan antroposentrisme, yang memandang dan memperlakukan orang lain dan alam semata-mata sebagai objek. Sering terjadi orang semena-mena terhadap masyarakat terutama terhadap mereka yang kurang diuntungkan. Begitu juga sering orang begitu serakah (tamak) meraup sumber daya alam yang sebesar-besarnya sehingga berakibat pada kemiskinan, penderitaan dan ketidakseimbangan bahkan kerusakan ekologi/ekosistem.
Penanganan potret buram ekonomi yang ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, kesenjangan tidak semestinya dengan semena-mena mengeksploitasi alam lingkunga. Karena itu Paus Fransiskus menawarkan model ekonomi baru yaitu ekonomi ekologis. Yaitu praktek ekonomi yang tetap memperjuangkan dan berorientasi pada tujuan kemanusiaan dan keutuhan alam ciptaan sebagai “rumah” bersama.
Karena itu betapa pentingnya memperlihatkan kesadaran iman ekologis dalam bentuk perspektif baru yang adil, sikap hormat terhadap sesama ciptaan dan perbuatan yang tidak semena-mena terhadap alam ciptaan. Ini adalah wujud konkrit kesadaran iman bahwa kita adalah saudara sekomunitas kosmik dan saudara-saudari serahim yang memiliki solidaritas dan hak yang sama sebagai buah dari iman akan Allah Sang Pencipta dan eforia kita terhadap kunjungan Apostolik Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus telah menunjukkan sikap dan cara pandang yang sangat progresif tentang iman, persaudaraan, solidaritas terhadap sesama dan alam ciptaan. Hal ini menjadi contoh di tengah krisis kesederhanaan, krisis etis-moral dan krisis ekologis yang makin memprihatinkan. Baginya, semua orang apapun perbedaannya dan alam ciptaan adalah saudara dan suadari dan anggota keluarga Allah.
Karena itu relasi atau hubungan yang dibangun antara sesama ciptaan Tuhan bukan relasi subjek-objek atau aku-benda. Tapi subyek-subyek atau aku-engkau sebagai saudara-saudari sesama ciptaan yang lahir dari rahim Pencipta yang satu dan sama.
Jika kita membangun relasi yang demikian dan memiliki perspektif dan perilaku yang adil (tidak diskriminatif) dengan sesama dan alam ciptaan lainnya, maka sesungguhnya kita adalah manusia baru yang terlahir dari hasil kunjungan Apostolik Paus Fransiskus. Kita bukan orang yang hanya bereforia dan menangis haru atas kunjungannya tetapi telah menangisi kondisi dan situasi hidup kita dan terus berjuang untuk memperbaikinya.
Kita mesti tak pernah takut menjadi tawanan kegagalan untuk terus menyuarakannya. Kita mestinya tidak pernah lelah untuk bermimpi tentang sebuah suasana kehidupan persaudaraan yang lebih baik dan membangun peradaban baru yang lebih baik, lebih inklusif, demikian pesan Paus Fransiskus dalam kortbahnya di GBK, Kamis 05 September 2024.
Tuhan tidak menghendaki bahwa segala ciptaan-Nya hilang termasuk kita manusia. Kita dipanggil untuk kembali kepada-Nya dan bangkit untuk memulai hidup baru dalam terang Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus. Segera bangkit untuk mamandang dan memperlakukan alam ciptaan sebagai saudara dan saudari dan bumi sebagai “rumah” kita bersama dengan perspektif dan perilaku baru yang berwajah humanis sekaligus ekologis adalah tanda pertobatan buah dari sebuah kunjungan. Allah senantiasa menantikan anak yang hilang untuk kembali kepada-Nya dan bangkit dari keterpurukan hidup. Sejauh manapun kita pergi meninggalkan Tuhan akibat salah dan dosa, namun Dia akan senantiasa menantikan kepulangan kita. Itulah kasih setia Tuhan (Mazmur 139:7). REDAKSI TIN