
Yuli Gagari
Teropongindonesianews.com
Nagekeo- NTT, Terbentuknya Kelompok Perlindungan Perempuan dan Anak Desa (KP2AD), merupakan langkah yang tepat untuk meminimalisir angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sehingga diharapkan kelompok ini dapat terbentuk diseluruh desa yang ada diwilayah kabupaten Nagekeo.
Wahana Visi Indonesia (WVI) berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Nagekeo, melaksanakan Workshop Analisa Situasi Anak di Kabupaten Nagekeo yang berlangsung selama 3 hari (23-25 Januari 2025) bertempat di Hotel Sinar Kasih- Mbay.
Peserta dalam kegiatan tersebut adalah unsur pemerintah desa dan para pengurus KP2AD dari 7 Desa/kelurahan yang berjumlah 32 orang yang berasal dari Desa Nataute, Desa Woewutu, Desa Bidoa, Desa Ulupulu, Desa WeaAu, Desa Focolodorawe dan Kelurahan Ratongamobo serta perwakilan dari Dinas PMD, PPA.
Tomas Brata Suyaka, Kordinator Program Nagekeo WVI, mengungkapkan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat membawa angin segar bagi pengurus KP2AD, merefresh dan menganalisa kembali program kerja serta memberikan informasi perlindungan anak secara tepat.
Sementara itu Sales Ujang Dekresano, SSTP,MSI, yang membuka kegiatan workshop mengharapkan agar dalam memberikan perlindungan terhadap anak hendaknya dapat mempertimbangkan dan menganalisa berbagai aspek.
’Kegiatan workshop ini diharapkan dapat menganalisa semua aspek seperti fisik, lingkungan, kesehatan, psiko sosial, emosional dan ekonomi karena memberikan perlindungan terhadap anak adalah tanggung jawab kita semua. Peningkatan sumber daya manusia harus diprioritaskan dulu dari pada pembangunan fisik dan pengalokasian anggaran operasional KP2AD benar – benar dimanfaatkan tepat sasaran,Kehadiran NGO, jangan sampai juga membuat desa terlena dan ada ketergantungan, sehingga sangat diprioritaskan untuk pemberdayaan sumber daya manusia untuk lebih ditingkatkan.’’ Ujarnya.
Analisa konteks perlindungan anak sendiri dimulai denga 3 fase yang meliputi:
Fase 1 : Memobilisasi aktor formal (Pemerintah Desa) dan non formal (KP2AD, tokoh masyarakat, tokoh adat, pihak gereja, Masjid, dll)
Fase 2 : Merencanakan dan melaksanakan konteks lokal perlindungan anak serta menganalisa temuan dan validasi dengan masyarakat
Fase 3 : Membuat dan melaksanakan rencana aksi, monitor, pembelajaran dan penyesuaian rencana aksi serta melakukan evaluasi dan pembelajaran rencana aksi.
Sebagaimana definisi perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak termasuk hak hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Lebih lanjut analisa perlindungan anak mestinya dimulai dari terbentuknya lembaga KP2AD, P2TP2A, atau PATBM atau sesuai konteks kedaerahan masing- masing. Seperti yang diungkapkan oleh Evelina Simanjuntak dari bagian spesialis perlindungan dan partisipasi anak kantor nasional Wahana Visi Indonesia, bahwa dalam perlindungan anak harus melalui Forum Group Discussion (FGD), karena dari sini kita bisa mengetahui isu – isu perlindungan anak serta bagaimana tindakan preventif dilakukan. Karena tugas lembaga semisal KP2AD adalah sebatas mencegah dan merujuk, sehingga perlu ada pembekalan bagi pengurus agar dapat mengetahui porsi tugasnya masing – masing.
’Terbentuknya KP2AD, harus dibarengi dengan beberapa sumber daya atau unsur seperti manusia, sosial, natural, material, finansial, dan spritual. Tanpa unsur tersbut lembaga akan mengalami kemunduran karena tidak didukung oleh sumber daya yang baik. Jika unsur tersebut terpenuhi maka langkah selanjutnya adalah melakukan sosialisasi keberadaan lembaga tersebut di masyarakat sehingga tidak ada kepincangan yang terjadi. Isu – isu perlindungan anak nantinya akan didapat melalui aktivitas pengumpulan data, atau melalui FGD.
Selain itu sedapat mungkin mengikuti panduan etika yang mana dalam diskusi harus ada persetujuan terinformasi dari anak dan orang dewasa, wawancara terpisah laki – laki dan perempuan, pastikan selalu ada setidaknya dua orang dewasa dan jangan secara langsung meminta anak menceritakan pengalaman negatif mereka sendiri.’’ tuturnya lagi.
Selain itu, Eve menambahkan tantangan dalam penghapusan kekerasan terhadap anak dipengaruhi oleh faktor internal seperti budaya Patriarki, Anak dianggap milik pribadi, Rendahnya kesadaran masyarakat, Rendahnya penerapan ajaran agama, Pola asuh yang salah dan pengabaian terhadap anak,Sedangkan faktor eksternalnya karena maraknya pornografi di masyarakat, Rendahnya penegakan hukum dan terjadinya kemunduran moral masyarakat.
Harapannya lagi ketika menghadapi masyarakat desa tetap memperhatikan standard kebijakan safeguarding yaitu: Kebijakan safeguarding dan tanggung jawab, Protocol perilaku Do & Don’t, Rekrutmen, Kunjungan ke proyek WVI, Komunikasi, konten dan pemasaran, Insiden safeguarding dan protocol respons, Pertimbangan program terkait safeguarding, Sponsorship dan Partsipasi yang aman untuk anak.

Standar safeguarding ini bertujuan untuk memastikan bahwa anak – anak dan peserta program tidak dihadapkan pada resiko yang membahayakan.
Pada kesempatan yang sama, Ernesta Lokon, SKM, bagian fungsional penggerak swadaya masyarakat dinas PMD, berkesempatan memaparkan kebijakan pemerintah Kabupaten Nagekeo terkait Perlindungan Anak (PA).
Erna, Sapaan Akrabnya mengurai Terkait perlindungan anak telah diatur dalam :
PERDA Nagekeo No.2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan PA di Nagekeo
PERBUP No.12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan KLA
SK Bupati No. 111/KEP/HK/2018 tentang Pembentukan Tim Gugus Tugas KLA
PERBUP No. 41 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Usia Anak di Kabupaten Nagekeo.
Peraturan Bupati Nagekeo No. 40 Tahun 2022 Tentang Pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.
PERBUP No. 58 Tahun 2023 tentang Pembentukan UPTD PPA
Selain itu, data kasus kekerasan terhadap anak tahun 2024, adalah sebagai berikut:
Kecamatan Aesesa : Fisik 2 kasus, psikis 2 kasus dan seksual 3 kasus
Kecamatan Aesesa Selatan : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 1 kasus Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 4 kasus
Kecamatan Nangaroro : Fisik 0 kasus, psikis 1 kasus dan seksual 3 kasus
Kecamatan Wolowae : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Keo Tengah : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Mauponggo : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 2 kasus
Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa tahun 2024
Kecamatan Aesesa : Fisik 4 kasus, psikis 2 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Aesesa Selatan : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
: Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Nangaroro : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Wolowae : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Keo Tengah : Fisik 0 kasus, psikis 0 kasus dan seksual 0 kasus
Kecamatan Mauponggo : Fisik 0 kasus, psikis 2 kasus dan seksual 0 kasus
Penyelesaian kasus kekerasan juga sangat variatif, Pengadilan Negeri Bajawa ada 9 kasus, Kejaksaan 1 kasus, Polisi 10 kasus, P2TP2A 4 kasus, diselesaikan secara kekeluargaan 2 kasus.
Erna, dalam menjawab masalah yang diutarakan oleh peserta bahwa masih belum memahami alur penanganan kasus mengharapkan agar ketika melihat, mendengar atau mendapat laporan segera melakukan penanganan kasus, mengidentifikasi kasus (berat atau ringan), lalu merujuk/ melapor kepada pihak yang berwenang sesuai alur.
Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari, membawa kepuasan tersendiri bagi peserta karena mendapat pengetahuan baru baik melalui materi yang dipaparkan oleh fasilitator maupun melalui diskusi dan mengharapkan agar kegiatan ini terus berlanjut karena sangat berdampak bagi masyarakat.
Kegiatan workshop ini ditutup dengan melakukan kegiatan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) di desa masing- masing dengan melakukan FGD terhadap kelompok anak dan dewasa serta interview tokoh di desa yang akan di mulai pada Februari sampai dengan April 2025.
Pewarta: Bung Aan
Tentang penulis:
Guru SMP di salah satu sekolah di Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo
Wakil Ketua KP2AD Woewutu
Sekretaris PKK
Pendamping Forum Anak Desa Woewutu