https://www.teropongindonesianews.com/2025/01/08/keluarga-korban-kecewa-
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Baik, terimakasih pak, terkait dengan link pemberitaan tersebut, setelah kami baca dan cermati, menurut kami terdapat beberapa hal yang ingin kami sampaikan sebagai hak jawab maupun hak koreksi sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 11, 12, dan 13, Pasal 5 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 10 dan Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Hak Jawab, serta Pedoman Pemberitaan Media Siber, adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
Bahwa pada laman pemberitaan tersebut terdapat kalimat pemberitaan “ hal ini patut diduga keluarga terdakwa sudah bermain suap mulai dari tingkat Polsek Tungkal Jaya, Kejaksaan dan Hakim pada Pengadilan Negeri Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, akibatnya keluarga korban Irwan sangat kecewa lagi terhadap Hakim Ketua atas Vonis yang terlalu ringan terhadap terdakwa feri Hermansyah”.
Adapun terhadap kalimat yang kami kutip tersebut (disertakan juga tangkapan layarnya), menurut kami terdapat suatu hal yang tidak benar sesuai dengan Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik dan terkait dengan kalimat yang kami kutip tersebut khususnya pada bagian “sudah bermain suap…..dan Hakim pada Pengadilan Negeri Sekayu” tidak dilakukan klarifikasi kepada kami selaku juru bicara Pengadilan Negeri Sekayu pada saat wawancara di ruang tamu terbuka Pengadilan Negeri Sekayu yang diawasi cctv dimana wawancara dilakukan oleh Bapak Irwanto selaku wartawan dari media teropongindonesianews dan selama proses wawancara tersebut dilakukan perekaman oleh Bapak Irmanto dengan menggunakan gawai miliknya, dimana pada wawancara tersebut tidak ada ditanyakan mengenai “dugaan suap” seperti yang tercantum di dalam pemberitaan tersebut, adapun yang ditanyakan adalah apakah vonis putusan sudah dilaksanakan secara tegak lurus, dan dijawab oleh kami selaku juru bicara PN Sekayu bahwa vonis putusan sudah berdasarkan fakta-fakta persidangan yang dikaitkan dengan keadaan yang memberatkan dan meringankan bagi diri terdakwa sehingga putusan diambil berdasarkan musyawarah Majelis Hakim yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan KUHAP dan juga dijawab mengenai pengawasan yang dilakukan di PN Sekayu sudah maksimal, dimana terdapat cctv yang dipasang sudah tersambung langsung ke pusat (mahkamah agung) termasuk pada ruang persidangan.
Terhadap kalimat pemberitaan tersebut yang tidak ditanyakan secara tegas saat wawancara untuk klarifikasi dapat menimbulkan disinformasi yang dapat menimbulkan stigma yang mengarah ke fitnah terhadap Majelis Hakim yang telah menangani perkara tersebut secara profesional
Bahwa pada laman pemberitaan tersebut juga terdapat kalimat pemberitaan “ Selesai sidang, media TIN melakukan konfirmasi pada Arief selaku juru bicara pengadilan negeri Sekayu terkait putusan yang dijatuhkan pada terdakwa feri, “Kami telah mempertimbangkan dari tuntutan yang terberat hingga tuntutan yang teringan, serta melihat fakta persidangan, Barulah kami membuat putusan”
, Ujarnya.”
Adapun terhadap kalimat tersebut, kami Arief H.K., S.H., M.H. selaku juru bicara Pengadilan Negeri Sekayu pada saat wawancara di ruang tamu terbuka Pengadilan Negeri Sekayu yang diawasi cctv dimana saat dilakukan wawancara oleh Bapak Irwanto selaku wartawan dari media teropongindonesianews dan selama proses wawancara tersebut dilakukan perekaman oleh Bapak Irmanto dengan menggunakan gawai miliknya, dimana pada wawancara tersebut juru bicara menjawab mengenai pertanyaan apakah vonis putusan sudah dilaksanakan secara tegak lurus dan dijelaskan oleh Juru bicara Pengadilan Negeri Sekayu adalah bukan mengenai tuntutan dari yang terberat hingga tuntutan yang teringan saat menjelaskan mengenai dakwaan subsidairitas yang dipertimbangkan di dalam putusan, yaitu dakwaan yang dipertimbangkan mulai dari dakwaan primair, dan apabila dakwaan primair tersebut telah terbukti unsur-unsurnya maka dakwaan subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi, dimana biasanya dakwaan subsidairitas disusun dari yang ancaman pidananya paling berat hingga yang lebih ringan, adapun wawancara yang dilakukan oleh Bapak Irwanto pada tanggal 7 januari 2025 adalah sebanyak 2 kali yaitu pada saat sebelum dan sesudah dilaksanakan agenda putusan, dimana pada wawancara sebelum agenda putusan, Bapak Irwanto menanyakan mengenai tanggapan terhadap tuntutan penuntut umum, dan dijawab oleh juru bicara bahwasannya hal tersebut tidak dapat dijawab oleh karena telah masuk ke dalam ranah proses perkara yang sedang berjalan, dan pendapat Majelis Hakim dituangkannya adalah dalam putusan.
Bahwa pada laman pemberitaan tersebut juga terdapat kalimat pemberitaan “ Kemudian media TIN bertanya, kenapa majelis hakim tidak menghadirkan penasehat hukum buat Terdakwa dalam dakwaan Primair pasal 354 ayat 1 dan Subsidair ayat 2, sementara bunyi pasal 56 ayat 1 berbunyi penunjukan penasehat hukum untuk terdakwa oleh hakim wajib, walaupun nantinya Terdakwa menolak untuk didampingi penasehat hukum, Tapi Arief/jubir pengadilan menjelaskan bahwa hanya tuntutan 15 tahun atau mati yang wajib ada pendampingan pengacara oleh majelis hakim, padahal pasal 354 ayat 1 dan pasal 351 ayat 2 menurut sudah memenuhi pasal 56 ayat 1 KUHAP sehingga fakta persidangan dari awal hingga putusan hakim tidak menghadirkan penasehat hukum untuk terdakwa”.
Adapun terkait dengan kalimat pemberitaan tersebut tidak mencantumkan hasil wawancara secara komprehensif berdasarkan wawancara di ruang tamu terbuka Pengadilan Negeri Sekayu yang diawasi cctv dimana wawancara dilakukan oleh Bapak Irwanto selaku wartawan dari media teropongindonesianews dan selama proses wawancara tersebut dilakukan perekaman oleh Bapak Irmanto dengan menggunakan gawai miliknya, sehingga kalimat pemberitaan tersebut dapat menimbulkan disinformasi. Adapun yang ditanyakan oleh Bapak Irwanto adalah kenapa terdakwa tidak pernah didampingi oleh penasihat hukum padahal berdasarkan pasal 56 Ayat (1) KUHAP wajib untuk didampingi oleh penasihat hukum, oleh karena itu saya (Bapak Irwanto) saat meliput di ruang sidang selalu memotret meja penasihat hukum yang kosong dan dijawab oleh kami selaku jubir Pengadilan Negeri Sekayu sembari menunjukkan dan membacakan bunyi Pasal 56 Ayat (1) KUHAP bahwasannya kewajiban menunjuk dan menetapkan penasihat hukum terhadap terdakwa yang didakwa dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih diberlakukan terhadap terdakwa yang tidak mampu, yang dapat menunjukkan bahwa dirinya tidak mampu misalnya dengan menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), sedangkan kewajiban secara imperatif bagi Majelis Hakim untuk menunjuk atau menetapkan penasihat hukum bagi terdakwa tanpa melihat kondisi bahwa terdakwa mampu diberlakukan terhadap terdakwa yang didakwa dengan ancaman pidana mati atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih, adapun ancaman pidana yang didakwakan terhadap diri terdakwa Feri adalah primair Pasal 354 Ayat (1) KUHP adalah paling lama delapan tahun dan subsidair pasal 351 Ayat (2) KUHP yang ancaman pidananya paling lama adalah 5 tahun (kami lampirkan tangkapan layar bunyi pasal-pasal tersebut), sehingga oleh karena hal tersebut terhadap terdakwa feri tidak dilakukan penunjukkan penasihat hukum oleh Majelis Hakim oleh karena ancaman hukumannya tidak termasuk ke dalam kewajiban imperatif sebagaimana diatur di dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, dan terdakwa feri juga tidak dapat menunjukkan bahwa dirinya tidak mampu.
Terkait kalimat pemberitaan tersebut seyogyanya disampaikan secara komprehensif sesuai dengan hasil wawancara sehingga tidak menimbulkan disinformasi yang dapat membuat stigma kepada pembaca bahwasannya Majelis Hakim tidak melaksanakan ketentuan di dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, padahal Majelis Hakim telah bertindak sesuai hukum acara berdasarkan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP.
Dan poin terakhir yang ingin kami tanyakan mengenai inisial Ir/Sumsel pada bagian akhir pemberitaan, dikarenakan pada laman pemberitaan tersebut beberapa kali disebutkan keterangan dari narasumber yaitu “keluarga korban Irwan” . Adapun hal ini menjadi penting agar kami dapat mengetahui apakah wartawan yang menjadi penulis berita tersebut merupakan subjek yang sama dengan “keluarga korban Irwan” seperti yang disebutkan di dalam berita (dengan kata lain apakah wartawan yang menulis berita ini mewawancarai dirinya sendiri) oleh karena hal ini terkait dengan Pasal 3 Kode Etik jurnalistik yang menyatakan bahwa “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah yang penafsirannya yaitu menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu, berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan masing-masing pihak secara proporsional, opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan hal ini berbeda dengan opini interpretatif yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta, asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang”
PN SEKAYU