
Teropongindonesianews.com
Jumat, 25 Nopember 2022, Komunitas Diffabel mental Panti Santa Dymphna Yayasan Bina Daya St. Vinsensius Cabang Sikka (YASBIDA) dikunjungi para siswa SMA UPH College, Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH) Tanggerang, Banten Jakarta.
Keempatpuluhlima siswa itu melaksanakan Mission Trip UPH College tahun 2022 ke beberapa sekolah dan panti asuhan di wilayah Maumere termasuk Panti Santa Dymphna. Perjalanan dengan misi sosial dan pendidikan itu didampingi oleh beberapa orang guru.
Anak-anak UPH College tampak antusias memasuki pelataran panti dan aula yang sudah dipenuhi 121 ODGJ. Namun tampak juga wajah-wajah cemas, campur takut dan gugup berada di tengah ODGJ. “Pak saya gugup, cemas, karena ini pengalaman pertama bertemu langsung dengan difabel mental”, demikian seorang siswa UPH College. Para siswa disambut dengan tepukan tangan meriah para difabel mental, bahkan ada yang langsung menyalami mereka. Tapi para siswa tampak ragu-ragu menanggapi mereka karena bagi mereka bertemu langsung dan menyalami ODGJ seperti ini adalah pengalaman pertama kali di Panti Santa Dymphna.
Sebelum dilanjutkan dengan beberapa rangkaian acara, para siswa disuguhkan dengan sebuah lagu “Seberkas Cahaya” yang dipersembahkan oleh seorang ODGJ yaitu Bergita Nova. Nova, demikian panggilannya mampu membuat para siswa UPH College, Tangeran Banten terpukau dengan suara dan ekspresinya. Para siswa pun heran dan kagum, melihat seorang ODGJ menyanyi dengan baik. “Pak…, kami tidak pernah sangka bahwa mereka bisa menyanyi dengan baik, bisa hafal syair lagu dan mengikuti irama musik”, demikian seorang siswa.
Dalam prakatanya, Dionisius Ngeta, Koordinator umum Panti dan Yayasan yang memandu langsung acara kunjungan tersebut, mengatakan bahwa momentum kunjungan ini bukan kebetulan. “Semua yang ada dan terjadi di bawah kolong langit ini ada dalam rencana dan penyelengaraan Allah, termasuk kebersamaan kita pada kesempatan ini. Para siswa UPH College, jauh-jauh dari Tangerang Baten, Jakarta, mengorbankan segalanya hingga ada di komunitias ini, bukan kebetulan. Ini adalah rencana dan kehendak Tuhan dalam diri mereka dan lembaga (UPH College). Dia yang memungkinkan semuanya ini.
Kalian tentu datang dengan cinta. Ukuran kehadiran dengan cinta bukan soal berapa macam dan berapa banyak barang yang dibawah sebagai sebuah bantuan. Ukuran cinta adalah kesetiaan dan keikhlasan untuk terus/tetap berpihak dan membela mereka yang marginal seperti difabel mental. Dan karena dengan cinta dan keikhlasan, maka jumlahnya pasti selalu banyak karena akan selalu dilipatgandakan oleh Tuhan”, demikian pak Dion panggilannya.
Karena itu atas nama Sr. Lucia, CIJ, Pimpinan Panti dan Yayasan yang berhalangan hadir pada kesempatan ini, ia mengucapkan puji-syukur kepada Tuhan dan terima kasih berlimpah kepada UPH College dan adik-adik semua. Dalam catatannya, kunjungan para siswa UPH College bukan yang pertama kali.
“Kunjungan kali ini adalah yang kedua. Itu berarti lembaga ini, Panti Santa Dymphna dan anggota komunitasnya ada dalam hati dan pikiran UPH College. Kita memiliki kesamaan visi dan misi sosial-kemanusiaan. Sebuah visi dan misi yang memungkinkan kita mampu merasakan penderitaan orang lain kendatipun kita nun jauh di sana terutama mereka yang terpinggirkan seperti Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ. Oleh karena itu UPH College datang lagi pada tahun ini/pada kesempatan ini”, lanjut pak Dion.
Dalam sesi dialog/tanya jawab, para siswa menanyakan tentang bagaimana penanganan difabel mental dan bagaimana difabel mental ada di Panti Santa Dymphna. Dijelaskan bahwa ada beberapa pendekatan penanganan difabel mental di panti Santa Dymphna.
Pertama, pendekatan psikospiritual. Pendekatan psikospiritual merupakan penanganan rehabilitasi kesehatan mental disabilitas dengan berbagai kegiatan rohani seperti doa, novena dan merayakan ekaristi bersama. Kekuatan spiritual dapat menopang kelemahan mental-kejiwaan ODGJ.
Kedua, pendekatan psikologi. Kegiatan-kegiatan terapi psikologi dilakukan setiap hari sesuai jadwal. Terapi motorik kasar dan terapi motorik halus untuk ODGJ merupakan kegiatan yang difasilitasi/didampingi oleh tenaga psikologi dan perawat panti.
Ketiga, pendekatan medis. Obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dialami klien selalu dipersiapkan dan tentu dikonsultasikan sebelumnya ke dokter dalam penangan klien secara medis. Kunjungan dan pemeriksaan medis setiap bulan dari Puskesmas Kopeta Maumere merupakan komitmen kerjasama lembaga dengan pemerintah, dinas instansi terkait. Klien yang mengalami sakit dan penyakit dan dibutuhkan perawatan di RSUD Tc. Hillers Maumere selalu mendapatkan kesempatan terbaik untuk dirawat.
Keempat, pendekatan sosial. Difabel mental di Panti Santa Dymphna mendapatkan keleluasaan dalam seluruh aktivitas harian. Mereka tidak dipasung, tidak dikurung dalam sebuah ruang sendiri-sendiri. Bebas dari stigmatiasi dan kekerasan. Olah raga, bermain, rekreasi, doa, makan dan minum bersama-sama dengan karyawan-karyawati sebagai sebuah keluarga besar komunitas Panti Santa Dymphna. Klien mendapatkan kesempatan dan kepercayaan membantu di dapur, ruang produksi, bilik basuh, kebun dan lain-lain jika kondisi kesehatan jiwanya makin membaik. Semuanya ini dilakukan agar difabel mental merasa bahwa mereka diterima apa adanya dalam kehidupan sosial.
Kelima, pendekatan gizi. Perhatian terhadap ketahanan dan kesehatan fisik juga merupakan komitmen lembaga. Tubuh yang sehat juga merupakan prasyarat kesehatan jiwa. Karena itu asupan gizi klien adalah salah satu aspek yang juga sangat diperhatikan untuk ketahanan dan kesehatan fisik klien. Difabel mental mendapat tiga kali (3x) makan dalam sehari ditambah dengan munum siang setelah kegiatan terapi.
Keenam, selain aspek gizi, kebersihan fisik difabel mental dan kebersihan lingkungan panti/yayasan juga selalu diperhatikan secara saksama. Setiap hari difabel mental mandi, didampingi perawat shift dan tenaga psikologi. Hari Kamis setiap minggu adalah hari perawatan fisik klien secara total. Klien dimandikan, rambutnya dikeramas, kutu-kutunya dibersihkan, gigi mereka disikat dan kuku mereka dipotong. Sementara hari Rabu adalah hari pembersihan umum seluruh lingkungan panti dan yayasan.
Berkaitan dengan bagaimana difabel mental berada di Panti Santa Dymphna, dijelaskan bahwa pada umumnya mereka dihantar oleh keluarga, selain itu oleh individu, kelompok, atau instansi tertentu seperti Dinsos, Kepolisian, aparat pemerintah desa dan tukang ojek. Juga yang terlantar di jalanan sekitar kota Maumere dijemput oleh lembaga.
Selanjutnya, salah satu siswa UPH College, meminta difabel sharing pengalman selama berada di Panti Santa Dymphna. Ada banyak yang angkat tangan untuk sharing atau bertanya kepada UPH College atau para siswa. Namun diberikan kesempatan tiga (3) orang saja. Di antaranya adalah Prada Hekar. Mama, Prada, demikian panggilannya, menyampaikan bahwa ia sangat senang dan bahagia berada di Panti Santa Dymphna. “Di sini kami dirawat, kami dapat makan yang cukup, tidur cukup di tempat yang aman, kami olah raga, berdoa dan misa bersama. Kami dapat obat-obat kalau sakit. Saya dari Lembata. Saya dulu, kadang kala tidur dan makan di jalan. Saya senang di sini. Saya sudah sembuh”, demikian mama Prada yang sudah makin baik kondisi kejiwaannya.
Sebelum menutupi sharingnya, mama Prada mengatakan bahwa siswa-siswa UPH College adalah keluarga. “Kita ini keluarga. Kita semua di sini keluarga. Kami di panti adalah keluarga adik-adik dan adik-adik adalah keluarga kami. Adik-adik datang kunjung kami di sini. Kita saling mendoakan. Kamu doakan kami. Terima kasih dan minta maaf kalau saya salah”, demikian mama Prada dan disambut dengan tepukan tangan meriah.
Selanjutnya, seorang klien meminta pandangan para siswa tentang Difabel Mental. “Siapakah difabel mental menurut adik-adik siswa”?, demikian Yulia B. Rewa. Salah seorang tampil mewakili para siswa yang lain. Dia katakan bahwa jawabannya sangat pribadiah. Tapi sesungguhnya difabel mental adalah manusia yang perlu dihormati dan dihargai. Mereka memiliki harkat dan martabat yang sama. Mereka memiliki hak-hak yang sama untuk dihargai dan dilayani.
Kemudian disusul dengan sharing dari Yulianti, klien yang sebelum mengalami gangguan jiwa berprofesi sebagai guru dan petugas perpustakaan di sekolah. Kemudian acara ditutup dengan doa dan puji-pujian oleh para siswa UPH College dan penyerahan sumbangan secara simbolik.
Oleh Dionisius Ngeta