Teropongindonesianews.com
Mataram, – Komite IV DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Lombok Barat dalam rangka pengawasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Rapat dibuka oleh Sekretaris Daerah Lombok Barat H Baehaqi dilanjutkan sambutan oleh Bupati Lombok Barat dan sambutan pimpinan rombongan Komite IV DPD RI, Novita Anakotta. Rapat diikuti secara luring oleh anggota Komite IV DPD RI dan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKDP) Kabupaten Lombok Barat.
Dalam pembukaannya, Sekda Lombok Barat H Baehaqi mengungkapkan banyak terima kasih atas kunjungan anggota Komite IV DPD RI ke Lombok Utara. “Kami mengucapkan terima kasih atas kunjungan bapak ibu yang terhormat ke Lobar (Lombok Barat). Kami berharap kunjungan ini bisa bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam mendukung kegiatan investasi di Lombok barat,” ungkap Baehaqi.
Dalam pembukaannya, Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menyampaikan aspirasi kepada rombongan komite IV DPR RI agar aspirasi mereka kepada pemerintah pusat di dengar. “Mohon disampaikan ke pemerintah pusat, jika ada kegiatan investasi yang menjadi wewenang pusat, kami mohon agar rekomendasi pemerintah daerah didengar,” ungkap Bupati Lombok Barat.
Bupati Lombok Barat mencontohkan ada rekomendasi daerah yang tidak diadopsi pemerintah pusat. Ada kasus pembuatan bendungan laut. “Kami memberikan rekomendasi agar bendungan sesuai dengan panjang tanah 200 meter dan menjulur ke laut 200 meter. Faktanya pemerintah (pusat) memberikan rekomendasi melebihi rekomendasi kami. “Pemerintah pusat memberikan rekomendasi pembangunan bendungan menjulur ke laut 600 meter. Hal ini berdampak pada nelayan lokal”, keluh Bupati Lombok Barat.
Ketua Rombongan Komite IV DPD RI, Novita Anakotta mengungkapkan tujuan utama rapat hari ini adalah dalam rangka pengawasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Selain tujuan umum, secara khusus rapat ke Lombok Barat memiliki lima tujuan khusus. “Secara khusus Kunjungan Kerja ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan aspirasi dari masyarakat dan stakeholder terkait, mengenai pelaksanaan atas UU Penanaman Modal, khususnya setelah pemberlakuan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, “ papar Novita, yang juga Senator Maluku.
Kemudian tujuan kedua mendapatkan informasi mengenai perkembangan penanaman modal di daerah, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), ketiga mendapatkan informasi mengenai permasalahan terkait dengan investasi di daerah dan keempat memperoleh masukan mengenai kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Paparan lebih detail disampaikan oleh Dinas teknis terkait. Kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Lombok Barat (Lobar) Ahmad Subandi memaparkan beberapa perkembangan penanaman modal di Lombok Barat.
Ahmad Subandi mengatakan, sejak 2009, Pemda Lombok Barat sudah memiliki payung hukum terkait penanaman modal daerah. “ Sejak 2009, kami (Pemerintah Daerah Lombok Barat) telah menerbitkan Peraturan Daerah Lombok Barat Nomor 12 Tahun 2009. Tentang Penanaman Modal. Perda ini menjadi payung hukum pelaksanaan penanaman modal di Lombok Barat,’ papar Ahmad Subandi.
Selain perda, Lombok Barat juga memiliki Peraturan Bupati No 4/2017 tentang pemberian insentif dan pemberian kemudahan investasi daerah. “Perbup ini memuat ketentuan insentif kepada para investor. Kami mencontohkan, ada perusahaan bergerak di pengolahan sampah. Karena perusahaan ini bergerak diusaha yang berkelanjutan dan mendukung pariwisata, kami beri insentif berupa pembebasan pajak daerah,” terang Ahmad Subandi.
Ahmad Subandi melanjutkan, saat ini Pemkab Lombok Barat sedang menggodok aturan jaminan investasi 10% dari nilai investasi. Hal ini ditujukan agar para investor benar-benar terdorong untuk merealisasikan rencana investasinya. “Kami sedang menggodok aturan mengenai jaminan kegiatan investasi. Apabila dalam batas waktu yang ditentukan investor tidak memulai investasinya, maka uang jaminan hangus dan masuk kas daerah. Saat ini banyak calon investor sudah membeli lahan, mengajukan HGU, tapi realisasi investasinya nihil, bahkan ada yang sudah puluhan tahun”, terang Ahmad Subandi.
Mendalami permasalahan investasi di Lombok Barat, Senator Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang menanyakan perkembangan OSS (Online Single Submission) dan manfaat investasi pariwisata daerah dibandingkan dengan PAD dan nilai-nilai agama. ‘Dalam IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II) 2021 masih ditemukan permasalahan dalam hal implementasi OSS. Tidak sedikit pemerintah daerah belum sepemahaman dengan Pemerintah Pusat. Apa hal OSS tersebut terjadi di Pemkab Lobar ? Apakah pernah ada surat dari pemerintah daerah ke pusat untuk memberikan masukan terhadap OSS?” tanya Ajiep.
“Seberapa besar manfaat investasi di daerah dengan PAD dibandingkan dengan nilai budaya dan nilai agama ?”, pungkas Ajiep mengakhiri pendalaman materi terhadap Pemkab Lombok Barat.
Senator asal Jakarta, Dailami Firdaus mengusulkan agar pemda memberikan gambaran yang jelas terkait dengan roadmap pariwisata. “Gambaran yang jelas ini akan cocok dan bersambung dengan rencana adanya uang jaminan investasi. Jadi sama-sama jelas,” ungkap Dailami.
Senator Elviana mengapresiasi kinerja Bupati Lombok Barat atas kerjanya yang tidak hanya mengurusi masalah investasi dan pariwisata tapi juga sumber daya manusia “Saya mendepresiasi Bapak Bupati yang tidak hanya urusi pariwisata tapi juga sumber daya manusia. Saya membaca jika Kabupaten Lombok Barat berhasil meraih penghargaan sebagai Kabupaten dengan angka Harapan Lama Sekolah Tertinggi di NTB,” ungkap Elviana, Senator Perempuan asal Jambi.
Elvina memberikan beberapa catatan terkait perkembangan pariwisata dan investasi daerah di Lombok Barat. “Pariwisata itu perlu diferensiasi dengan daerah lain. Bagaimana membedakan Lombok dengan Bali? Jika di Bali ada ikon patung2 diberi selendang kotak putih hitam, bagaimana dengan Lombok?. Selain itu banyak daerah yang terkadang tidak siap untuk mendapatkan dukungan investasi dari pusat. Misal pemerintah mau bantu, tapi pemerintah daerah tidak siap,” terang Elviana.
Selain itu, Elviana mendorong pemda Lombok Barat mengoptimalkan semua lini untuk mengakselerasi pariwisata. Contoh supir taksi/travel harus punya pengetahuan untuk jadi tour guide. “Saya apresiasi supir travel kami selama di sini yang pengetahuannya sama seperti tour guide. ”terang Elviana.
Senator Amirul Tamim asal Sulawesi Barat menuturkan pembangunan infrastruktur, terutama transportasi, perlu ada tambahan agar bisa mendukung pariwisata di NTB. Selain itu Amirul juga mempertanyakan rencana pariwisata di NTB. “Terkait dengan perencanaan pariwisata, apakah sudah ada rencana detail, teknis?” tanya Amirul.
Senator Sanusi Rahaningmas menceritakan pengalaman investasi di daerah pilihannya, Papua Barat. “Banyak masyarakat adat yang menolak investasi. Izin investais pemerintah pusat terkadang tidak melihat kondisi daerah sehingga menimbulkan persoalan di daerah. Misalnya di Manokwari, banyak ekskavator, siap untuk gali tambang. Banyak masyarkat daerah tidak setuju. Banyak tanah adat dipalang,” cerita Sanusi.
Senator Casytha Kathmandu mengungkapkan Lombok Barat bisa meniru pengelolaan Candi Borobudur yang mengusung konsep experience tourism. Di Jawa Tengah ada destinasi prioritas, Borobudur. Konsep yang ditawarkan experience tourism dimana para wisatawan ditawari menginap di rumah warga. Mungkin di Lombok Barat bisa mengadopsi pola yang sama dengan di Jawa Tengah” ungkap Casytha yang juga senator Jawa Tengah.
Selain itu, Casytha juga mendalami tiga hal terkait investasi di Lombok Barat. Pertama terkait dengan implementasi OSS, kedua keberadaan peta investasi dan aturan penyerapan tenaga lokal. “Terkait dengan aturan naker (tenaga kerja-pen), apakah ada ketentuan yang mengharuskan investor untuk mempekerjakan warga lokal?”, pungkas Casytha.
Menanggapi pertanyaan dan pendalaman anggota Komite IV DPD RI, Kadis PUPR, Made Arthadana mengungkapkan RTRW Kabupaten Lombok Barat sudah ada sejak 2011. Sedangkan untuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang, ditargetkan rampung November 2022. “Dengan adanya RDTR yang sudah disahkan, harapannya akan bisa memberikan kepastian investasi di Lombok Barat,” ungkap Made.
Kepala Dinas Penanman Modal mengungkapkan OSS RBA (Risk-Based Asessment) untuk UKM cepat dan mudah, asalkan kelengkapan administrasi lengkap. “Namun demikian, ada kuota terbatas yakni 200 kuota” ungkap Ahmad.
Selain masalah kuota, ada masalah sumber daya manusia. Pengelolaan OSS di daerah disubkontrakkan. Jadi ada perubahan SDM. Berbeda jika OSS di serahkan ke pegawai dinas penanaman modal, maka tidak aka nada perubahan sumber daya yang mengisi atau melaksanakan OSS.
Terkait dengan ketentuan penyerapan tenaga kerja, kami di Lombok barat mengutamakan tenaga lokal. “Ada ketentuan investor harus menyerap minimal 50% tenaga lokal. Contohnya adalah hotel, kemudian SPBU yang dimana 80% tenaga kerjanya harus berasal dari desa setempat serta pegawai ritel modern yang berjumlah 7 orang, maka 6 orang pegawainya harus dari desa setempat.
Santoso/Redaksi